ad

Selasa, 14 Juni 2016

Korupsi: Kejahatan Sistemik atau Spontanitas Belaka?

Indonesia selain terkenal dengan obyek wisatanya yang memukau di mata dunia, juga terkenal dengan korupsinya di masyarakatnya sendiri. Setelah pembentukan KPK sepuluh tahun silam, banyak kemudian korupsi-korupsi yang terkuak di Indonesia. Beberapa kasus besar yang masih dalam proses hingga saat ini adalah kasus BLBI, Hambalang, hingga kasus bail out Bank Century. Di Indonesia, korupsi menjadi parasit yang menggerogoti rakyat sedikit demi sedikit. Praktek korupsi ini banyak dilakukan oleh oknum-oknum di lingkungan birokrasi pemerintahan yang seyogianya harus berusaha mewujudkan good governance di Indonesia.  Dengan semakin banyaknya korupsi yang terjadi dan seolah terstuktur tersebut, timbul kemudian pertanyaan; Apakah korupsi di Indonesia adalah kejahatan sistemik atau spontanitas belaka?

. . . .
Sesuai yang diberitakan di VivaNews (5/12), Transparansi Internasional (TI) –sebuah organisasi non profit yang memiliki perhatian khusus dan kerap melakukan survei soal korupsi, telah merilis indeks persepsi korupsi tahun 2013 yang menempatkan Afghanistan, Korea Utara, dan Somalia sebagai tiga negara terkorup di dunia. Sedangkan Indonesia bertengger di urutan 144 dunia dengan indeks persepsi 32. Untuk wilayah Asia Pasifik sendiri, Indonesia menjadi jawara dengan menempati posisi pertama negara terkorup disusul oleh Kamboja dan Vietnam.
Sejak berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi tahun 2003 lalu, menjadi awal baru penegakan korupsi di Indonesia. Dari data statistik penanganan korupsi sejak tahun 2004 hingga tahun 2013 (per 31 Oktober 2013), KPK telah melakukan penyelidikan 578 perkara, penyidikan 342 perkara, penuntutan 267 perkara, inkracht 228 perkara, dan eksekusi 240 perkara (sumber: acch.kpk.go.id). Dengan melihat akumulasi tersebut jumlah koruptor di Indonesia masuk kategori terbanyak di Asia.
Banyak kasus-kasus besar yang saat ini masih menggantung masyarakat, diantaranya masih belum jelasnya kasus BLBI tahun 1998 lalu yang hingga saat ini baru memidanakan Paul Sutopo Tjokronegoro, Hendro Budiyanto, dan Heru Supratomo, padahal kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia kepada 48 bank tersebut adalah termasuk kategori korupsi besar yakni Rp. 138 Triliun yang tidak mungkin hanya dilakukan tiga orang. Selain itu kasus yang sedang hangat lainnya adalah kasus Hambalang yang saat ini sudah menjadikan tersangka mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Malarangeng dan Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, serta kasus dana bailout Bank Century yang melibatkan petinggi-petinggi negeri ini.
Berbicara mengenai kasus Century yang merugikan negara Rp. 6,7 Triliun, mantan Presiden Republik Indonesia, Jusus Kalla melalui akunnya di Kompasiana.com(28/11) kembali membeberkan sejumlah fakta yang mengindikasikan kasus korupsi Bank Century ini adalah skandal perampokan sistemik. Berikut tulisan Jusuf Kalla di Kompasiana tersebut:
Saya ingin berikan pendapat tentang latar belakang krisis yang terjadi tahun 2008 lalu. Pada waktu itu, krisis yang terjadi adalah krisis ekonomi Amerika, bukan krisis Indonesia. Tentu dampaknya adalah kepada ekonomi Amerika, sehingga impor mereka menjadi sulit dari China. Dan, inilah kemudian menurun dan berdampak pada ekonomi kita.Artinya, yang berakibat semuanya pada kita adalah ekspor yang menurun, terutama ke China. Akibat ekspor menurun inilah tentu ada masalah-masalah lainnya.
Pada Kamis 20 November 2008 lalu, rapat diadakan di kantor Wapres, kantor saya waktu itu. Hasil rapat tanggal 20 November itu adalah tentang situasi perekonomian Indonesia secara umum yang terangkum dalam penjelasan yang diberikan oleh saudara Anggito Abimanyu yang mewakili Menteri Keuangan.
Waktu itu saya minta Menteri Keuangan yang memberi penjelasan pada publik tapi kemudian Menteri Keuangan menugaskan saudara Anggito, yang saat itu merupakan Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
Dalam penjelasannya, Anda bisa baca di Kompas tanggal 21 November 2008, adalah bahwa Pemerintah percaya diri ekonomi kita dapat dikontrol dengan baik. Kita masih memiliki cadangan surplus dari APBN tahun sebelumnya, jadi kondisi kita masih baik. Memang waktu disampaikan juga oleh Pak Boediono ada masalah-masalah soal ekonomi, itu karena ekspor menurun. Itu memang masalah. Tapi tidak ada dibicarakan tentang bank.
Krisis tentu ada dampaknya, tetapi tak akan menyebabkan krisis buat Indonesia. Itu jelas Anda bisa lihat pada kesimpulan rapat yang dipublikasikan dan diberikan kepada umum. Dalam rapat itu sama sekali tidak membicarakan masalah perbankan atau pun Bank Century. Tidak ada sama sekali. Bahkan, Menteri Keuangan maupun Gubernur Bank Indonesia tidak pernah menyampaikan adanya suatu bank yang gagal atau semacamnya.
Saya waktu itu menjabat sebagai acting Presiden. Akan tetapi mengapa rapat KKSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan), tentang bank gagal dan dampak sistemik tidak dilaporkan? Bukannya seharusnya dilaporkan? Apalagi masalah besar seperti itu. Namun saya akhirnya dilapori hari Selasa minggu setelahnya. Rapat mereka adalah hari Jumat-Sabtu (21-22 November), dimana paginya diputuskan dana bail-out Century. Uang juga dikeluarkan Sabtu.
Saya bingung juga, mengapa uang dikeluarkan hari Sabtu-Minggu? Mau kemana uang dikeluarkan hari Sabtu? Bukannya bank-bank tidak ada yang buka? Lari kemana uang itu?
Senin bingung, kenapa tiba-tiba keluar 2,7 triliun. Padahal yang disetujui menurut apa yang dilaporkan ke saya adalah 630 milyar. Selasa bingung. Rapat lagi.
Lalu, saya mendapat laporan, Pak ada masalah seperti ini, terjadi drain, terjadi keluar uang yang begitu besar. Saya bilang ada apa! Nah waktu itulah ketika diceritakan masalahnya, saya marah kenapa terjadi uang keluar begitu banyaknya tidak dilaporkan. Jadi uang keluar baru dilaporkan.
Ini jelas bermasalah, karena dana yang dikeluarkan sebesar 6,7 triliun itu melebihi apa yang diminta dan diperlukan Bank Century. Ini merupakan perampokan. Kalau ada uang dikeluarkan Sabtu dan Minggu, itu bermasalah, sebab bank-bank sudah jelas sedang tutup.
Untuk itu, waktu itu saya langsung menelpon Kapolri, saya perintahkan untuk menangkap Pemilik Bank Century, Robert Tantular
Dengan melihat ungkapan dari Jusuf Kalla di atas jelas ada indikasi korupsi yang terstruktur dilakukan oleh oknum tertentu sehingga Bank Indonesia mengucurkan dana talangan sebesar Rp. 6,7 Triliun kepada Bank Century. Lalu apakah dengan kasus ini sudah bisa disimpulkan bahwa korupsi itu sistematis atau hanya sebuah spontanitas?
Mengenal Korupsi
Secara umum pengertian korupsi telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Selain penjelasan dalam undang-undang tersebut,  juga terdapat banyak pendapat mengenai pengertian korupsi, salah satunya menurut W.J.S.Poerwadarminta, Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Ada beberapa faktor-faktor penyebab korupsi secara umum bisa terjadi, Kartono (1983) menyebutkan beberapa faktor penyebab korupsi karena lemahnya pendidikan agama dan etika, kolonilaisme, kurangnya pendidikan tentang korupsi, kemiskinan, tidak adanya sanksi yang keras, struktur pemerintahan yang lemah, dan keadaan masyarakat. Selain itu faktor lainnya adalah adanya kemampuan, kemauan, dan kesempatan dari orang-orang yang melakukan korupsi.
Ermansjah Djajah (2008) dalam bukunya Memberantas Korupsi Bersama KPK membedakan korupsi menjadi empat bagian:
  1. Discretionery Corruption, ialah korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah praktik-praktik yang dapat diterima oleh para anggota.
  2. Illegal Corruption, ialah suatu jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi tertentu.
  3. Mercenery Corruption, ialah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi, melalui, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
  4. Ideological Corruption, ialah jenis korupsi ilegal maupun discretionery yng dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan korupsi itu dapat terjadi.
  1. Corruption by Need / Korupsi Karena Kebutuhan yakni Korupsi yang dilakukan atas dasar kebutuhan, biasanya dilakukan oleh pegawai rendahan, uang yang dicuri biasanya tidak terlalu besar, karena dia melakukan semata-mata karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi, biasanya dalam bentuk pungli, merubah kwitansi pembelian atau tindakan lainnya yang pada intinya bukan untuk memperkaya tapi semata-mata karena desakan ekonomi.
  2. Corruption by Accident / Korupsi karena kecelakaan, yakni Korupsi yang dilakukan biasanya oleh pemegang jabatan demi melindungi kepentingan atasannya yang lebih tinggi atau dikorbankan oleh pimpinan yang lebih tinggi.
  3. Corruption by Design / Korupsi yang Direncanakan, yakni Korupsi yang direncanakan dan ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang memegang jabatan dan kekuasaan cukup tinggi serta memiliki kewenangan dalam mengambil kebijakan,  sehingga mampu mendesign secara terintegrasi termasuk menyuap orang yang akan menghalangi atau menghambat kegiatan pencurian ini.
Korupsi: Kejahatan Sistemik atau Spontanitas?
Menjawab pertanyaan ini tentu saja harus melihat faktor-faktor penyebab korupsi yang harus dikaitkan dengan kasus-kasus korupsi yang pernah terjadi di Indonesia. Kasus-kasus seperti BLBI, kasus Hambalang, dan kasus Century menunjukkan adanya sebuah upaya sistematis dari para koruptor untuk melakukan tindakannya. Sama seperti pengakuan Jusuf Kalla, ternyata kasus korupsi yang sangat besar berasal dari sebuah tindakan sistematis dan terstruktur.
Namun di lain pihak, koruptor-koruptor yang tergolong mengkorupsi dalam skala kecil seperti PNS apakah disebut juga sebagai tindakan yang sistemik?
Corruption by Need menjadi salah satu faktor utama mengapa oknum-oknum PNS melakukan korupsi. Akan tetapi pada dasarnya setiap korupsi bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang sistemik dan terencana. Adanya kesempatan, kemauan, dan kemampuan semakin menunjukkan bahwa perilaku koruptif adalah tindakan yang dilakukan dengan kesadaran.
Menurut Jaksa Agung, Basrief Arief, korupsi termasuk kejahatan sistematis yang sangat merusak, itu dibuktikan dengan sulitnya pembuktian dalam proses pengadilan. Selain itu motif-motif korupsi dewasa ini sangat beragam dan seakan terstruktur. Pada proses pengadilan menurutnya, jaksa kesulitan membuktikan tindakan korupsi tersebut, selain karena sulitnya mendapatkan alat bukti, saksi yang dihadirkan juga biasanya adalah teman dekat dari tersangka koruptor sehingga sulit melakukan interogasi dikarenakan adanya indikasi kerja sama diantara mereka. Artinya selain dalam aksi koruptif itu sendiri, proses pembuktian pada pengadilan termasuk sesuatu yang sistematis dan sulit diungkapkan ke publik. Korupsi saat ini dikategorikan sebagai Extraordinary Crime atau kejahatan luar biasa. Dampak korupsi yang sangat merusak akan berdampak pada masyarakat kecil. Jika pejabat negara mengorupsi dana yang sebenarnya akan dipergunakan pada bantuan masyarakat tentu dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat yang mendapatkan bantuan tersebut. Ini kemudian berakibat fatal dimana dampak panjangnya adalah menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat.
Kesimpulannya adalah bahwa korupsi pada hakikatnya adalah kejahatan yang berdampak pada kemanusiaan, yang sistematis dan sangat merusak. Spontanitas yang terjadi saat melakukan korupsi hanya berada pada tatanan keinginan untuk melakukan, namun pada upayanya, dilakukan dengan sistematis dan terencana. Bahkan dalam kasus Hambalang dan dana bailout Bank Century, korupsi bisa jadi menjadi bagian yang betul-betul direncanakan dengan matang.
Menjadi orang jujur adalah tindakan kesadaran utama yang wajib dilakukan. Jika perilaku pejabat, pegawai pemerintahan, hingga masyarakat Indonesia selalu berada pada kesadaran untuk berbuat jujur, mustahil korupsi terjadi di Indonesia. Namun kita juga tidak bisa memungkiri bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat kita sedang labil. Makanya perlu upaya yang tegas dari pemerintah untuk melakukan pembenahan pada lingkup birokrasi sehingga upaya mensejahterakan masyarakat bisa dilakukan dengan maksimal. Berani Jujur, Baik. (https://aldisido.wordpress.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar