ad

Rabu, 02 Maret 2016

Usut Aliran Suap, KPK Periksa Sekjen Kemen PU




Korupsi senantiasa melibatkan jejaring, dananya mengalir sampai jauh. Sebab itu pula, KPK terus intensif menelisik ke mana saja suap Kementerian Pekerjaan Umum.
================  


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) tahun anggaran 2016. Kasus yang menyeret politisi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti (DWP) itu bisa jadi segera menyeret tersangka baru setelah awal pekan lalu penyidik KPK memeriksa Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian PUPR, Taufik Widjodjono, sebagai saksi.

"Sekjen Kemen PUPR diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AKH (Abdul Khoir)," kata Juru Bicara KPK Yuyuk Andriati. Selain itu, penyidik memanggil Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Pekerjaan Umum A Hasanuddin. Hasanuddin sudah kali kedua diperiksa oleh KPK.

Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan empat orang tersangka dalam kasus suap terkait proyek pembangunan jalan di Kemen PUPR tahun 2016. Mereka adalah Direktur PT Windu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir sebagai tersangka pemberi suap. Lalu, politikus PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti dan dua stafnya –masing-masing Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini-- sebagai penerima suap.

Damayanti diduga menerima suap sebesar SGD99 ribu dari Abdul Khoir melalui anak buahnya, Dessy dan Julia. Tujuannya, untuk memuluskan proyek pembangunan jalan di Pulau Seram, Provinsi Maluku, milik BBPJN IX. Disebutkan, komitmen fee dari proyek tersebut adalah SGD404.000.

Belakangan, KPK turut memeriksa sejumlah anggota Komisi V DPR sebagai saksi. Di antaranya Budi Suprianto, Andi Taufan Tiro, Musa Zainuddin, dan Fauzih H Amroh. Mereka diduga dikonfirmasi soal uang panas Damayanti yang juga mengalir ke komisi yang membidangi bidang pekerjaan umum itu.

Dalam kasus Damayanti, KPK memang mengerucutkan pemeriksaan ke oknum-oknum di Kementerian PUPR dan Komisi V DPR. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak awal mendukung KPK dan komisioner KPK periode 2015-2019 untuk mengusut berbagai kasus dugaan korupsi.

Artinya, KPK tidak pernah melakukan bargaining dengan pemerintah atau partai pendukung pemerintah untuk mengesampingkan pengusutan berbagai kasus korupsi. Termasuk, kasus dugaan suap yang melibatkan anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti.

"Presiden men-support siapapun (yang terlibat) kalau KPK punya bukti yang cukup, silakan (ditindak)," ujar Alexander seperti dikutip Antara, Senin (22/2).

Alexander melanjutkan, KPK tengah mengembangkan dan berusaha memvalidkan barang bukti terkait dugaan keterlibatan penerimaan dan permainan anggaran sejumlah anggota Komisi V DPR.

Dia menjamin, KPK tidak akan sulit dan mengalami masalah mengusut dugaan keterlibatan politikus PDIP selain Damayanti yang ikut bermain di Komisi V. Apalagi sudah ada informasi terkait itu. Namun, Alexander enggan menyebut siapa oknum Komisi V tersebut.

"Tidak ada masalah (meski ada politikus PDIP juga). Damayanti kan PDIP. Kasusnya jalan. Anggota Komisi III juga dukung (KPK) kok, kalau dengan bukti yang kuat silakan saja. (Jadi) tidak ada usaha untuk menghalang-halangi (dari DPR)," tandas mantan hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, ini.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak menambahkan, pihaknya menghargai keterangan tersangka Abdul Khoir berkaitan dengan dugaan pemberian dan alokasi proyek yang dilakukan sejumlah anggota Komisi V dan upaya menggolkan anggaran proyek di Kementerian PUPR. Karenanya, KPK berupaya melakukan klarifikasi dengan pemeriksaan terhadap saksi-saksi.

Saat ini penyidik KPK belum dapat menyimpulkan siapa oknum pejabat Kementerian PUPR yang membantu Khoir mengecek jumlah anggaran, lokasi proyek, dan pelolosan perusahaan Khoir. "Pasti penyidik mengetahui ya apa yang harus digali dari masing-masing saksi. Taufik Widjodjono dan A Hasanudin diperiksa seputar apa yang terjadi di PUPR terkait kasus proyek yang ditangani KPK," jelas Yuyuk.

Sekali lagi, Yuyuk menegaskan, pengembangan terhadap pengurusan proyek di lingkungan Kementerian PUPR dengan tersangka Damayanti Wisnu Putranti, Abdul Khoir dan kawan-kawan masih terus dilakukan. Langkah pertama adalah dengan pemeriksaan para tersangka dan saksi-saksi serta melakukan validasi keterangan mereka. Kedua, melihat potensi adanya permainan proyek selain proyek jalan untuk Maluku dari APBN Kementerian PUPR. Ketiga, pembagian jatah proyek di Komisi V dan alokasi dana aspirasi.

"Semua hal-hal yang berkaitan dengan kasusnya, termasuk tadi, alokasi dana, apakah pembagiannya (jatah) itu pasti ditanyakan (kepada saksi dan tersangka) dan didalami oleh penyidik. Itu untuk mengetahui bagaimana keterkaitan antara pihak-pihak yang diperiksa," tandas Yuyuk.
Menanggapi kasus Damayanti yang tersu menggelinding, Wakil Ketua Komisi III DPR-RI Benny K Harman meminta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono tidak cuci tangan. Dia mengatakan Menteri PUPR harus bertanggung jawab atas kemelut yang terjadi karena ulah bawahannya itu. “Kami Komisi III meminta Menteri PUPR tidak cuci tangan atas kemelut di Kementerian yang dipimpinnya. Menteri PUPR (Basuki Hadimuljono) jangan melepaskan tanggung jawab kepada bawahannya,” kata politikus Partai Demokrat tersebut.

Komisi III, menurut Benny, mempersilakan dan mendukung penegak hukum untuk membongkar kasus korupsi yang menimpa Damayanti Wisnu Putranti. Kasus tersebut juga jangan mengganggu program Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) di bidang infrastruktur.

Benny mengkhawatirkan bila kasus dugaan korupsi di Kementrian PUPR melebar ke mana-mana maka berdampak kepada perkembangan program pemerintahan. Karena alasan itu, menteri yang punya kuasa atas anggaran dan pengambilan kebijakan tertinggi harus ikut turun tangan membereskan. “Sebagai kebijakan tertinggi, Menteri PUPR harus bertanggung-jawab atas penetapan anggaran di institusinya,” Benny menjelaskan.

Sementara itu Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, berharap kasus Damayanti dapat menjadi pintu masuk bongkar mafia proyek jalan. "Saya minta Menteri PUPR melakukan pembersihan total terhadap oknum-oknum Bina Marga yang tidak bertanggung-jawab," kata Uchok.

Seperti diketahui, penangkapan Damayanti diikuti dengan penggeledahan dan penyegelan kantor Ditjen Bina Marga di Jakarta pada 14 Januari 2016, dan Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Wilayah Maluku pada 22 Januari 2016. Berlanjut, KPK memeriksa Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) IX Amran Hl Mustary dan Dirjen Bina Marga Dirjen Bina Marga, Hedijanto W Husaini. "Kasus suap anggota DPR Damayanti merupakan bukti bahwa ada terjadi penyimpangan di Bina Marga dan Balai Bina Marga di daerah," kata Uchok.

Korupsi itu terjadi, menurut dia, karena ada peluang. Peluang untuk korupsi dibuka oleh oknum pejabat Ditjen Bina Marga atau kepala BBPJN itu sendiri. Karena itu, KPK jangan gagal membongkar mafia di Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR.

Menurut Uchok, kasus Damayanti harus dijadikan pintu masuk membongkar mafia proyek jalan-jalan negara di Indonesia. Selain proyek jalan trans di kawasan Indonesia bagian Timur, ada juga proyek abadi jalan Pantura dan jalan lintas Sumatera. Jalan yang dibangun di bawah kualitas standar, karena belum setahun sudah rusak. Para mafia proyek jalan ini selalu mempermainkan anggaran dan proyek jalan. "Kalau KPK gagal, maka tradisi tahun ini, jalan dibangun, dan bulan ini juga, jalan sudah rusak, akan tetap sebuah tradisi yang dijalankan oleh Ditjen Bina Marga," ujarnya.

Mampukah KPK menelusuri aliran dana suap sampai dari hulu sampai hilir? Kita tunggu keberanian KPK di bawah pemimpin-pemimpin baru ini. (BN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar