Korupsi senantiasa melibatkan jejaring, dananya
mengalir sampai jauh. Sebab itu pula, KPK terus intensif menelisik ke mana saja
suap Kementerian Pekerjaan Umum.
================
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan
suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR)
tahun anggaran 2016. Kasus yang menyeret politisi PDI Perjuangan Damayanti
Wisnu Putranti (DWP) itu bisa jadi segera menyeret tersangka baru setelah awal
pekan lalu penyidik KPK memeriksa Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian
PUPR, Taufik Widjodjono, sebagai saksi.
"Sekjen Kemen PUPR diperiksa sebagai saksi untuk
tersangka AKH (Abdul Khoir)," kata Juru Bicara KPK Yuyuk Andriati. Selain
itu, penyidik memanggil Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Pekerjaan Umum A
Hasanuddin. Hasanuddin sudah kali kedua diperiksa oleh KPK.
Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan empat orang tersangka
dalam kasus suap terkait proyek pembangunan jalan di Kemen PUPR tahun 2016. Mereka
adalah Direktur PT Windu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir sebagai tersangka
pemberi suap. Lalu, politikus PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti dan dua
stafnya –masing-masing Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini-- sebagai penerima
suap.
Damayanti diduga menerima suap sebesar SGD99 ribu dari Abdul
Khoir melalui anak buahnya, Dessy dan Julia. Tujuannya, untuk memuluskan proyek
pembangunan jalan di Pulau Seram, Provinsi Maluku, milik BBPJN IX. Disebutkan,
komitmen fee dari proyek tersebut adalah SGD404.000.
Belakangan, KPK turut memeriksa sejumlah anggota Komisi V
DPR sebagai saksi. Di antaranya Budi Suprianto, Andi Taufan Tiro, Musa
Zainuddin, dan Fauzih H Amroh. Mereka diduga dikonfirmasi soal uang panas
Damayanti yang juga mengalir ke komisi yang membidangi bidang pekerjaan umum itu.
Dalam kasus Damayanti, KPK memang mengerucutkan pemeriksaan
ke oknum-oknum di Kementerian PUPR dan Komisi V DPR. Wakil Ketua KPK Alexander
Marwata menyatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak awal mendukung KPK dan
komisioner KPK periode 2015-2019 untuk mengusut berbagai kasus dugaan korupsi.
Artinya, KPK tidak pernah melakukan bargaining dengan
pemerintah atau partai pendukung pemerintah untuk mengesampingkan pengusutan
berbagai kasus korupsi. Termasuk, kasus dugaan suap yang melibatkan anggota
Komisi V DPR dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti.
"Presiden men-support siapapun (yang terlibat)
kalau KPK punya bukti yang cukup, silakan (ditindak)," ujar Alexander seperti
dikutip Antara, Senin (22/2).
Alexander melanjutkan, KPK tengah mengembangkan dan berusaha
memvalidkan barang bukti terkait dugaan keterlibatan penerimaan dan permainan
anggaran sejumlah anggota Komisi V DPR.
Dia menjamin, KPK tidak akan sulit dan mengalami masalah
mengusut dugaan keterlibatan politikus PDIP selain Damayanti yang ikut bermain
di Komisi V. Apalagi sudah ada informasi terkait itu. Namun, Alexander enggan
menyebut siapa oknum Komisi V tersebut.
"Tidak ada masalah (meski ada politikus PDIP juga).
Damayanti kan PDIP. Kasusnya jalan. Anggota Komisi III juga dukung (KPK) kok,
kalau dengan bukti yang kuat silakan saja. (Jadi) tidak ada usaha untuk
menghalang-halangi (dari DPR)," tandas mantan hakim adhoc
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, ini.
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak
menambahkan, pihaknya menghargai keterangan tersangka Abdul Khoir berkaitan
dengan dugaan pemberian dan alokasi proyek yang dilakukan sejumlah anggota
Komisi V dan upaya menggolkan anggaran proyek di Kementerian PUPR. Karenanya,
KPK berupaya melakukan klarifikasi dengan pemeriksaan terhadap saksi-saksi.
Saat ini penyidik KPK belum dapat menyimpulkan siapa oknum
pejabat Kementerian PUPR yang membantu Khoir mengecek jumlah anggaran, lokasi
proyek, dan pelolosan perusahaan Khoir. "Pasti penyidik mengetahui ya apa
yang harus digali dari masing-masing saksi. Taufik Widjodjono dan A Hasanudin
diperiksa seputar apa yang terjadi di PUPR terkait kasus proyek yang ditangani
KPK," jelas Yuyuk.
Sekali lagi, Yuyuk menegaskan, pengembangan terhadap
pengurusan proyek di lingkungan Kementerian PUPR dengan tersangka Damayanti
Wisnu Putranti, Abdul Khoir dan kawan-kawan masih terus dilakukan. Langkah pertama
adalah dengan pemeriksaan para tersangka dan saksi-saksi serta melakukan
validasi keterangan mereka. Kedua, melihat potensi adanya permainan
proyek selain proyek jalan untuk Maluku dari APBN Kementerian PUPR. Ketiga,
pembagian jatah proyek di Komisi V dan alokasi dana aspirasi.
"Semua hal-hal yang berkaitan dengan kasusnya, termasuk
tadi, alokasi dana, apakah pembagiannya (jatah) itu pasti ditanyakan (kepada
saksi dan tersangka) dan didalami oleh penyidik. Itu untuk mengetahui bagaimana
keterkaitan antara pihak-pihak yang diperiksa," tandas Yuyuk.
Menanggapi kasus Damayanti yang tersu menggelinding, Wakil
Ketua Komisi III DPR-RI Benny K Harman meminta Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono tidak cuci tangan. Dia mengatakan
Menteri PUPR harus bertanggung jawab atas kemelut yang terjadi karena ulah
bawahannya itu. “Kami Komisi III meminta Menteri PUPR tidak cuci tangan atas
kemelut di Kementerian yang dipimpinnya. Menteri PUPR (Basuki Hadimuljono)
jangan melepaskan tanggung jawab kepada bawahannya,” kata politikus Partai
Demokrat tersebut.
Komisi III, menurut Benny, mempersilakan dan mendukung
penegak hukum untuk membongkar kasus korupsi yang menimpa Damayanti Wisnu
Putranti. Kasus tersebut juga jangan mengganggu program Pemerintahan Joko
Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) di bidang infrastruktur.
Benny mengkhawatirkan bila kasus dugaan korupsi di
Kementrian PUPR melebar ke mana-mana maka berdampak kepada perkembangan program
pemerintahan. Karena alasan itu, menteri yang punya kuasa atas anggaran dan
pengambilan kebijakan tertinggi harus ikut turun tangan membereskan. “Sebagai
kebijakan tertinggi, Menteri PUPR harus bertanggung-jawab atas penetapan
anggaran di institusinya,” Benny menjelaskan.
Sementara itu Direktur Center for Budget Analysis (CBA),
Uchok Sky Khadafi, berharap kasus Damayanti dapat menjadi pintu masuk bongkar mafia
proyek jalan. "Saya minta Menteri PUPR melakukan pembersihan total
terhadap oknum-oknum Bina Marga yang tidak bertanggung-jawab," kata Uchok.
Seperti diketahui, penangkapan Damayanti diikuti dengan
penggeledahan dan penyegelan kantor Ditjen Bina Marga di Jakarta pada 14
Januari 2016, dan Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Wilayah Maluku pada 22
Januari 2016. Berlanjut, KPK memeriksa Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan
Nasional (BBPJN) IX Amran Hl Mustary dan Dirjen Bina Marga Dirjen Bina Marga,
Hedijanto W Husaini. "Kasus suap anggota DPR Damayanti merupakan bukti
bahwa ada terjadi penyimpangan di Bina Marga dan Balai Bina Marga di
daerah," kata Uchok.
Korupsi itu terjadi, menurut dia, karena ada peluang.
Peluang untuk korupsi dibuka oleh oknum pejabat Ditjen Bina Marga atau kepala
BBPJN itu sendiri. Karena itu, KPK jangan gagal membongkar mafia di Ditjen Bina
Marga Kementerian PUPR.
Menurut Uchok, kasus Damayanti harus dijadikan pintu masuk
membongkar mafia proyek jalan-jalan negara di Indonesia. Selain proyek jalan
trans di kawasan Indonesia bagian Timur, ada juga proyek abadi jalan Pantura
dan jalan lintas Sumatera. Jalan yang dibangun di bawah kualitas standar,
karena belum setahun sudah rusak. Para mafia proyek jalan ini selalu
mempermainkan anggaran dan proyek jalan. "Kalau KPK gagal, maka tradisi
tahun ini, jalan dibangun, dan bulan ini juga, jalan sudah rusak, akan tetap
sebuah tradisi yang dijalankan oleh Ditjen Bina Marga," ujarnya.
Mampukah KPK menelusuri aliran dana suap sampai dari hulu
sampai hilir? Kita tunggu keberanian KPK di bawah pemimpin-pemimpin baru ini. (BN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar