Oleh Brigjen Polisi
Drs. M. Zulkarnain, Karo Analis Baintelkam Polri
Secara
kuantitas konflik kekerasan yang terjadi di Indonesia saat ini dapat dikatakan
menurun jika dibandingkan pada awal reformasi. Sebagaimana yang kita ketahui
bersama pada masa awal reformasi terjadi berbagai konflik di tanah air baik
horizontal maupun vertikal yang mengancam disintegrasi bangsa seperti kerusuhan
Mei 1998, konflik dayak dan madura di Sambas, konflik ambon, konflik poso,
konflik aceh, dan konflik papua. Bahkan terjadi pula konflik elite politik
terkait penentuan bentuk negara, apakah negara kesatuan atau negara federal.
Begitu juga dengan dasar negara, ada yang berkeinginan untuk menggantinya
dengan ideologi lain. Meningkatnya gerakan radikal yang pada gilirannya dapat
menurunkan wibawa pemerintah, serta tidak harmonisnya hubungan kemitraan dan
kurang lancarnya komunikasi politik antara lembaga eksekutif dengan legislatif,
antara pusat dengan daerah, antara pemerintah dengan rakyat. Kondidi tersebut
tentunya menjadi ancaman bagi kelangsungan atau keutuhan NKRI. Masa kritis
telah kita lalui dan kita masih dapat hidup dalam satu bangsa dan negara kita
masih tetap utuh dalam bentuk NKRI. Walaupun demikian masih menjadi pertanyaan
apakan era reformasi sekarang ini masih ada ancaman terhadap keutuhan NKRI. Hal
inilah yang perlu kita sikapi dengan melihat berbagai kasus konflik yang
terjadi di bidang para politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama.
Berdasarkan
data selama dua tahun terakhir, isu konflik yang terjadi di Indonesia adalah
berupa:
·
Konflik
pemilukada / pemilu presiden / pemilu legislatif
Pada
tahun 2010 pemilukada diselenggarakan di 244 daerah, yang sudah selesai
dilaksanakan sebanyak 128 daerah. Dari 128 daerah tersebut, terjadi konflik
kekerasan di 8 daerah kabupatem, yaitu di Mojokerto, Toli-Toli, Ketapang,
Bengkayang, Humbang Hasundutan, Tana Toraja, Bima, dan Sopeng. Sebagai faktor
penyebabnya adalah ketidakpuasan kandidat maupun pendukungnya terhadap
keputusan panitia penyelenggara pemilukada, baik terkait penentuan kelulusan
calon maupun hasil perhitungan suara
·
Konflik
pemekaran wilayah
Pemekaran
wilayah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dalam pelaksanaannya sering
disertai dengan konflik yang disebabkan karena adanya perbedaan pendapat atau
kepentingan antar kelompok masyarakat di suatu daerah. Perbedaan tersebut
antara lain dalam penentuan perlu atau tidaknya dilakukan pemekaran, penentuan
letak ibukota wilayah, batas wilayah, dan lain-lain. Dalam pelaksanaannya
seringkali terjadi pemaksaan oleh kelompok tertentu sehingga menimbulkan
gangguan keamanan.
·
Konflik
politik lokal
Konflik
politik lokal disebabkan oleh adanya perbedaan kepentingan antara pusat dan
daerah atau daerah dengan masyarakatnya. Misalnya kontroversi terhadap
kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM / TDL atau proses penegakan hukum oleh
aparat CJS yang dianggap tidak memenuhi rasa keadilan dan mengutamakan aspirasi
rakyat.
·
Konflik
separatisme
Konflik
separatisme berupa keinginan untuk merdeka dari kelompok masyarakat tertentu,
adalah sebagai wujud adanya ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan pemerintah
pusat yang dianggap diskriminatif dalam pembangunan daerah, pelaksanaan otsus
yang dianggap tidak memenuhi aspirasi masyarakat, pengelolaan sumber daya alam
daerah yang dianggap hanya menguntungkan pemerintah pusat dan oknum tertentu
serta penugasan anggota TNI dan Polri di daerah konflik yang dianggap masih
melakukan praktik-praktik kekerasan.
·
Konflik
sumber daya alam
Konflik
sumber daya alam antara lain dalam hal pemanfaatan hutan, pertambangan dan
penangkapan ikan di wilayah perairan, yang disebabkan oleh adanya perbedaan
kepentingan antara pengusaha, masyarakat setempat, dan kelompok lingkungan
hidup dalam pemanfaatan sumber daya alam. Pengusaha berdasarkan izin dari pemerintah
berorientasi pada keuntungan perusahaan, meningkatnya pendapatan daerah serta
penyerapan tenaga kerja, sementara masyarakat berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan hidup masyarakat setempat, dan kelompok lingkungan hidup berorientasi
pada pelestarian lingkungan hidup.
·
Konflik
sengketa tanah
Konflik
sengketa tanah disebabkan oleh adanya perbedaan penafsiran status kepemilikan
tanah, antara pengusaha dengan masyarakat di mana pemerintah memberikan
izin-izin HGU/KP pengeolaan hutan/kebun/pertambangan kepada pengusaha,
sementara masyarakat mengklaim bahwa lahan tersebut adalah hak adat/ulayat atau
belum dibayarkan ganti rugi.
·
Konflik
persoalan buruh
Konflik
persoalan buruh disebabkan adanya persoalan antara buruh dengan pihak majikan
yang dianggap tidak memperhatikan kepentingan buruh, antara lain berupa masalah
PHK/pesangon, masalah UMR dan jaminan lainnya, serta kontroversi terhadap UU
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
·
Konflik
agama (inter dan antar agama)
Konflik
intern agama antara lain terkait adanya kelompok penganut agama tertentu yang
mengajarkan aliran agama tertentu namun dianggao menyimpang dari ajaran agama
yang benar. Sedangjan di pihak lain kurangnya rasa toleransi antar sesama umat
beragama, sehingga sering diakhiri dengan tindakan main hakin sendiri berupa
pengrusakan tempat ibadah.
Konflik
antar agama terkait dengan masalah penggunaan rumah/gedung untuk kegiatan
ibadah dan masalah penyebaran agama oleh penganut agama tertentu yang dianggap
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta tidak memperhatikan kondisi
lingkungan sekitarnya sehingga sering terjadi kasus pembubaran paksa dan bahkan
sering disertai perusakan gedung yang digunakan sebagai tempat ibadah tersebut.
·
Konflik
etnik
Konflik
etnik disebabkan berkembangnya fanatisme sempit kesukuan dan perlakuan
diskriminatif dari kelompok masyarakat lokal terhadap pendatag. Namun konflik
tersebut pada 2009 dan 2010 tidak berkembang menjadi gangguan nyata.
·
Konflik
antar golongan
Konflik
antar golongan berupa konflik yang terjadi antara kelompok masyarakat tertentu
seperti parpol, kampung, mahasiswa, geng, dan lain-lain, disebabkan oleh adanya
arogansi kelompok.
Dari
isu-isu konflik yang ada di berbagai aspek kehidupan sosial, apabila tidak
dapat diantisipasi sejak dini pada gilirannya dapat berkembang menjadi gangguan
nyata sehingga mengakibatkan kerugian kepada masyarakat, bangsa dan negara
berupa gangguan kemanan atau kriminalitas, menurunnya kepercayaan masyarakat
indonesia dan dunia internasional terhadap pemerintah RI serta melemahnya
persatuan dan kesatuan bangsa yang berpengaruh terhadap kelangsungan
pembangunan nasional dan keutuhan NKRI.
Bagaimana
upaya Polri dalam menanggulangi konflik, terlebih dahulu perlu kiranya kami
gambarkan secara umum tentang persepsi Polri pasca amandemen UUD 1945 yaitu di
mana Polri dalam merumuskan konsep maupun kebijakan dan strategi keamanan
negara tetap konsisten terhadap landasan konstitusional dengan merujuk alinea
keempat pembukaan UUD 1945 dan bab XII pasal 30 tentang pertahanan dan keamanan
negara yang pelaksanaan operasionalnya diatur secara normatif dalam UU
Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 dengan berbagai peraturan pelaksananya.
Dalam
UU Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002, tugas pokok Polri (Pasal 13) dirinci lebih
lanjut dalam rumusan tugas-tugas (Pasal 14) yang mencakup tatran tugas
pre-emptif, preventif, represif non yustisial dan represif yustisial. Pada
setiap tataran tugas tersebut, senantiasa diperluakan koordinasi, kerja sama,
bantuan, dan partisipasi dari berbagai komponen bangsa, instansi dan
masyarakat. Tanpa adanya kerja sama dengan komponen lain terutama dengan TNI,
pemerintah daerah dan instansi lain serta masyarakat, maka upaya pemeliharaan
keamanan dalam negeri tidak akan terbebas dari ancaman keamanan.
Mencermati
sumber ancaman berupa potensi gangguan yang mengendap di dalam berbagai aspek
kehidupan masyarakat yang setiap saat dapat berkorelasi bahkan terpicu menjadi
konflik, maka upaya polri dalam penanggulangan konflik dengan langkah-langkah
yang berupa upaya pencegahan dan penindakan.
Hampir
setiap hari kita menyaksikan, membaca, dan bahkan mungkin mengalami sendiri
situasi konflik dan berbagai akibat baik bagi diri sendiri, kelompok, maupun
organisasi. Konflikmerupakan pertentangan yang wajar dan alamiah antara
individu atau kelompok tersebut sebagai hasil atau akibat adanya perbedaan
sikap, keyakinan, nilai, atau kebutuhan.
Konflik
tidak selalu berarti negatif, apabila dicegah melalui pengelolaan secara
efektif bisa menjadi konflik yang sehat atau positif, bisa menghasilkan
pertumbuhan, inovasi wawasan baru, serta pilihan manajemen alternatif. Namun
permasalahan muncul ketika konflik yang terjadi disertai dengan tindak
kekerasan yang jelas-jelas melanggar aturan hukum dan hak asasi manusia, yang
intensitasnya semakin meningkat dan menimbulkan penderitaan masyarakat, bahkan
mengancam keutuhan bangsa dan negara RI.
Dengan
melihat ciri-ciri individu, kelompok masyarakat dan faktor penyebab konflik,
maka upaya yang dapat dilakukan Polri untuk mencegah terjadinya konflik adalah
melalui implementasi tugas Polri yang bersifak pre-emptif dan preventif sesuai
dengan tugas, fungsi dan peran Polri yang lebih memprioritaskan dalam meredam
gejolak agar tidak meluas ke permasalahan lain yang mengakibatkan konflik
menjadi kompleks dan rumit, dengan tetap berperan secara fungsional dan
proporsional melalui upaya pencegahan sebagai berikut.
Kegiatan
diawali dengan kegiatan intelijen, guna mengidentifikasi dan assessment potensi
gangguan yang mengendap pada berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti yang
telah diuraikan di atas, yang diikuti dengan kegiatan cipta kondisi agar
potensi gangguan tersebut tidak berkorelasi dan terpicu menjadi gangguan nyata.
Di samping itu dapat dipetakannya berbagai daerah rawan konflik di seluruh
Indonesia.
Langkah
berikutnya adalah melalui strategi operasional dengan menerapkan strategi
pemolisian masyarakat (community policing)
yang pada intinya membangun kemitraan masyarakat dan polisi untuk bersama-sama
memecahkan masalah yang dihadapi.
Upaya
pencegahan terhadap situasi atau lokasi yang memungkinkan terjadiya konflik
berupa ambang gangguan dilaksanakan dengan pola dan strategi preventif meliputi
turjawali (pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli) serta pembinaan yang
dilakukan oleh semua aktor yang terkait dengan situasi yang dihadapi.
Pada
upaya pencegahan ini, Polri tidak bisa langsung mengatasi sumber masalahnya
karena menjadi kompetensi instansi teknis terkait dan masyarakat. Dalam hal ini
Polri menerapkan asas partisipasi dan mengembangkan pola kerja lintas sektoral.
Ditanggulangi dengan pola dan strategi deteksi dan pre-emptif melalui upaya engineering, pembinaan yang dilakukan
oleh semua unsur bersama komponen masyarakat dan negara melalui kemitraan.
Dari
pandangan Polri, penyelenggaraan keamanan selama ini telah berlangsung dengan
baik dengan mendasarkan pada ketentuan normatif UU Nomor 2 Tahun 2002 (Bab VII
Bantuan, Hubungan dan Kerja Sama Pasal 41 dan 42). Koordinasi antara TNI, Pemda, dan Polri serta
instansi terkait lainnya berlangsung dengan harmonis, walaupun sejauh ini disadari
bahwa “aturan pelibatan” komponen lain pada setiap tataran tugas Polri masih
perlu dipertegas dan disempurnakan. Koordinasi dan sinergi kegiatan di lapangan
dimantapkan dengan pendekatan informal dan kemitraan.
Terhadap
pelaksanaan penindakan konflik yang mengarah atau terjadinya kerusuhan dan
tindakan anarkis, Polri tetap mengacu pada tataran tugas sebagaimana yang telah
diuraikan di atas tentunya dengan suatu strategi represif untuk preventif,
yaitu melakukan tindakan tegas berdasarkanaturan hukum yang berlaku dengan
memperhatikan hak asasi manusia dalam rangka mencegah meluasnya konflik.
Langkah-langkah yang diambil meliputi:
·
Melokalisir
meluasnya konflik dengan upayaa pengerahan kekuatan yang seimbang,
memberdayakan tokoh-tokoh kedua pihak, berkoordinasi dengan aparat keamanan
lain dan pemda setempat.
·
Penegakan
hukum dengan mengidentifikasi pencetus konflik, melakukan penangkapan terhadap
pelaku, dan melakukan proses penyidikan.
·
Penindakan
kepolisian terbatas non pro yustisia antara lain berupa pengendalian massa,
pembubaran massa, mendamaikan pihak-pihak yang konflik, pemulihan ketertiban
umum yang terganggu.
Upaya
Polri dalam penanggulangan konflik akan dapat berjalan dengan baik apabila
mendapat dukungan dari semua pihak. Karena makna dan kekuatan akan lahir dari
komitmen dan tanggung jawab kita bersama. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar