ad

Kamis, 18 Juli 2013

Prestasi Minim, SDM Harus Ada Perimbangan



Kinerja Polda Bali Tangani Korupsi

 
Kasus tindak pidana korupsi yang ditangani aparat penegak hukum, kini menjadi perbincangan hangat banyak kalangan. Khusus kasus korupsi yang ditangani pihak kepolisian, dalam hal ini Polda Bali, kebanyakan tidak ada kepastian hukum. Karenanya, kinerja kepolisian harus dipertanyakan. Apalagi, data dari Polda Bali sejak 2008 hingga 2013, sedikitnya ada 26 kasus korupsi yang ditangani. Namun, hingga sekarang belum ada yang dituntaskan. Atas fenomena itu, Bali Post menggelar diskusi terkait ''Kinerja Kepolisian Menangani Kasus Tindak Pidana Korupsi''. Dalam diskusi tersebut hadir Guru Besar FH Unud Prof. Ketut Rai Setiabudhi, Direktur Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) I Made Suardana, Dosen Hukum Peradilan Pidana Undiknas Ngurah Suwarnatha dan Akademisi/Advokat Fahmi Yanuar Siregar. Pihak kepolisian yang diundang tidak bisa hadir dengan alasan ada kesibukan.


PROF. Rai Setiabudhi mengungkapkan, Polda Bali (sejak 2008-2013) menangnai 26 kasus, namun semuanya belum tuntas. Ini menunjukkan kinerja polisi dalam memberantas kasus korupsi perlu dipertanyakan. Sebab, dilihat dari kewenangan kepolisian itu sangat luar biasa diberikan oleh undang-undang. Jadi, dalam menangani kasus korupsi, tentunya harus diutamakan.

Jika bicara secara terori dalam penegakan hukum, katanya, yang memengaruhi dalam hal ini ada empat. Pertama, substansi hukum, di mana polisi memiliki kewenangan yang luar biasa. Sebab, di sana ada diskresi dan menurutnya itu tidak ada masalah. Yang kedua yakni SDM polisi. Nah, inilah yang terjadi dan menjadi pertanyaan. Sebab, SDM kepolisian dalam hal mengusut atau menyidik masalah kasus korupsi, ini tidak berimbang.

''Artinya, penyidik kepolisian ini berhadapan dengan para koruptor yang memang orang-orangnya hebat. Jadi harus ada keseimbangan. Mengusut masalah kasus korupsi, harus ada perimbangan. Sebab, kemampuan SDM kepolisian dalam mengusut kasus korupsi ini harus diperhitungkan juga. Jadi, penyidik kepolisian harus memang benar-benar dapat diandalkan,'' katanya.

Berbeda dengan pandangan Suardana yang juga merupakan praktisi hukum ini. Ia menilai sejak Polda Bali diberikan kewenangan untuk menangani kasus korupsi di Bali, belum ada prestasi yang diperoleh selama ini. Apalagi, dari data yang ada, sedikitnya 26 kasus korupsi yang ditangani, namun belum ada yang dituntaskan. ''Jadi, saya menilai prestasi Polda Bali dalam menangani kasus korupsi ini adalah nol,'' tegasnya.

Dia berani menilai seperti itu karena penyelidikan dan penyidikan sebuah perkara ternyata tidak mampu dilakukan secara efektif. Pria asal Sidakarya ini memberikan sebuah gambaran, hanya satu kepala daerah, bahkan setelah jadi mantan, diperiksa dan dijadikan tersangka kemudian diadili. ''Saya belum pernah melihat ada kepala daerah dan anggota legislatif diperiksa dan dijadikan tersangka lantas diadili ketika jabatannya masih ada,'' terangnya.

Hal ini menunjukkan bahwa progress penegakan hukum tidak bisa diberikan kewenangan atau tidak dipercaya lagi. Akibatnya, kepercayaan tersebut dialihkan kepada lembaga penegakan hukum lainnya. ''Jadi, kepolisian ini harus banyak belajar dari KPK. Misalnya penggeledahan ketika penyelidikan berlangsung,'' ucapnya.

Sementara itu, Ngurah Suwarnatha menyebutkan terkait profesionalisme kepolisian dalam menangani kasus korupsi, dinilai sudah lumayan bagus. Sebab, dari data yang dipegangnya, kasus korupsi dari 2008-2010, ada beberapa yang sudah P-21.

Meski demikian, kinerja polisi harus ditingkatkan. Di samping melakukan penyelidikan, tentu juga harus membutuhkan peran serta masyarakat untuk mengumpulkan bukti-bukti. Jika masyarakat menyatakan ada indikasi korupsi, tentunya harus membantu kepolisian dengan menunjukkan bukti-bukti itu. Untuk itu, aparat penegak hukum, khususnya kepolisian dapat bekerja dengan baik.

Fahmi Yanuar mengatakan dalam penanganan kasus korupsi yang ditangani Polda Bali, dinilai masih kurang maksimal. Sebab, banyak kasus yang penanganannya mengalami hambatan. Artinya, tidak sampai pada suatu keputusan atau kepastian hukum. ''Banyak kasus korupsi sekarang ini yang mengambang dan menggantung. Jadi, mestinya harus ditindaklanjuti hingga tuntas dan tentunya harus ada kepastian hukum,'' tegasnya.

Ia mengharapkan Polda Bali harus membentuk tim dalam menangani kasus korupsi. Sebab, kasus korupsi ini merupakan kasus sistemik. ''Saya yakin Polda Bali sudah membentuk tim. Tetapi, penanganan kasus korupsi ini belum optimal. Kendalanya, mungkin ada muatan politis atau bisa juga sumber dayanya,'' ucapnya. (www.balipost.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar