ad
Rabu, 23 Maret 2016
Satwa-satwa Ini Sitaan dari Oknum Aparatur Pemerintah
Satuan Polisi Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Macan Tutul Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara, pekan lalu menyita sejumlah satwa dilindungi, di dua lokasi. Sayangnya, proses ini hanya sampai penyitaan, tak ada penahanan pemilik.
Pertama, penyitaan sejumlah satwa dilindungi di Desa Naga Timbul, Kecamatan Tanjung Morawa, Deli Serdang. Dari sini, SPORC mengamankan dua siamang, satu seruli, dan satu kakaktua jambul kuning milik Kepala Desa, U Daulay.
Lokasi kedua, di Kelurahan Pulo Brayan, Kecamatan Medan Barat, Medan, dengan menyita dua elang, dan dua siamang. Satwa-satwa ini, dipelihara dekat Kantor Lurah Pulo Brayan. Sang Lurah, S Susilo, dianggap bertanggung jawab atas kepemilikan tanpa izin ini. Seluruh satwa diamankan di Markas SPORC Deli Serdang.
Hendra Ginting, Komandan SPORC Brigade Macan Tutul, kepada Mongabay, Rabu (16/3/16) mengatakan, penyitaan satwa dari dua lokasi ini setelah mendapatkan informasi ada oknum aparatur negara memelihara binatang dilindungi tanpa izin.
Mendapatkan informasi, bersama Joko Iswanto, Kepala Seksi Perlindungan, Pengawetan, dan Perpetaan BBKSDA Sumut, terjun ke lokasi. Setelah itu mereka langsung penyitaan. Kondisi satwa cukup memprihatinkan, hidup dalam kandang sempit.
Ginting mengatakan, akan ada penyidikan apakah satwa-satwa ini murni dipelihara, atau menjual lagi. “Kita masih pendalaman, apakah murni untuk dipelihara, atau sengaja dipajangkan untuk dijual.”
Joko Iswanto menjelaskan, tak ada alasan sengaja memelihara satwa dilindungi, apalagi oleh aparatur pemerintah. Kedua abdi negara ini, katanya, seharusnya tahu kalau dilarang. Setelah pemeriksaan satwa oleh tim dokter hewan BBKSDA akan memanggil kedua pemilik untuk diperiksa.
Buat edukasi satwa
Apa komentar Lurah Pulo Brayan Medan, Suhairi Susilo? Suhairi mengatakan, hanya ingin membuat program kelurahan mengenai pemahaman soal binatang-binatang yang hidup di alam. Awalnya, ada beberapa binatang ditempatkan dalam sejumlah kandang. Karena animo warga cukup tinggi, dibuatlah kebun binatang mini di Kelurahan Pulo Brayan.
Semua binatang tak satupun dibeli, melainkan sumbangan berbagai pihak yang melihat program ini bagus buat mengenal binatang. Dia tak mengetahui kalau sejumlah satwa dilindungi harus mendapatkan izin dulu.
“Sebelumnya sudah mau kami lepaskan elang itu. Tetapi ada yang mengusulkan diserahkan ke BKSDA. Niat itu sudah ada, tetapi mereka sudah datang dan menyita binatang-binatang ini, ” katanya.
Suhairi mengatakan, tak ada niat sedikitpun menjual satwa-satwa itu. Semua murni kepedulian mereka meningkatkan pengetahuan warga soal kehidupan binatang.
“Di dekat kelurahan kami banyak sekolah. Setiap libur atau hari sekolah banyak siswa datang. Mereka belajar dan meneliti serta studi sekolah. Murni hanya buat pendidikan.”
Wildlife Crime Unit (WCU) angkat bicara. Irma Hermawati, Legal Advisor WCU, Kamis (17/3/16), mengatakan, saatnya pemilik satwa dilindungi diproses hukum hingga ke pengadilan. “Jangan sebatas penyerahan, kecuali pemilik datang menyerahkan sukarela,” katanya.
Dia mengatakan, jika bicara hukum ekonomi, semua terjadi karena banyak permintaan. Jadi, harus ada keseriusan menuntaskan kasus sampai meja hijau, bukan hanya penyitaan.
Selama ini, pemilik menyerahkan, tanpa ada proses hukum. Satwa sitaan masuk pusat rehabilitasi atau BKSDA. Pemilik tidak bertanggungjawab. “Ini akan terus terjadi, tak ada efek jera.”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar