ad

Senin, 17 Agustus 2015

Yunani Hadapi Bencana Kemanusiaan




Bagai jatuh tertimpa tangga. Yunani yang kini dirundung kebangkrutan harus menerima ribuan pengungsi dari Suriah dan Afganistan. Pemerintah pusat dan lokal kewalahan.

==============

Situasi pengungsi di Pulau Kos, Yunani, mendekati bencana kemanusiaan. Ribuan orang pengungsi terpaksa dikurung di dalam stadion tanpa makanan dan minuman. Pemerintah Pulau Kos memperingatkan bahaya pertumpahan darah.

Walikota Pulau Kos, Yunani, Giorgos Kyritsis, sedang panik. Pasalnya, Pulau Kos yang indah dan menjadi favorit para turis itu sedang kebanjiran pengungsi dari Suriah, Afganistan dan wilayah konflik lainnya. Dalam sebuah surat kepada pemerintah pusat, ia mengeluhkan situasi di kamp-kamp pengungsian, dan betapa pemerintahannya kewalahan.

"Saya peringatkan, ancaman pertumpahan darah sangat nyata," tulisnya. Rusuh di Pulau Kos muncul ketika pengungsi berdemonstrasi meminta dokumen yang mengizinkan mereka berpergian ke Eropa daratan.

Beberapa pengungsi menyambangi markas kepolisian untuk mendaftarkan diri. Namun polisi memaksa pendaftaran dilakukan di dalam stadion. Ketika petugas yang datang cuma tiga orang dan membuat proses pendaftaran menjadi lambat, pengungsi mulai kehabisan sabar.

Yang kemudian dilakukan pemerintah lokal adalah menurunkan polisi antihuru-hara dan mengurung sekitar 2.500 orang pengungsi di sebuah stadion selama 24 jam. Mereka yang kebanyakan datang dari Suriah dan Afghanistan itu terpaksa berjejalan tanpa air dan makanan. Baru setelah 20 jam berlangsung, pemerintah mengirimkan enam toilet darurat buat pengungsi.

"Ini adalah untuk pertama kalinya kami melihat hal semacam ini terjadi di Yunani," kata Julia Kourafa, dari Médecins sans Frontières, sembari menambahkan, "Mereka dikurung di dalam stadion dan diawasi oleh polisi antihuru-hara. Kita berbicara mengenai nasib ibu, anak-anak dan kaum manula."

Ratusan migran berdatangan setiap hari ke Pulau Kos yang berdekatan dengan Turki itu. Tidak cuma pemeritah, organisasi bantuan dan penduduk yang mencoba membantu pun kewalahan. Situasi serupa terjadi di beberapa pulau lain di Yunani.

Kendati situasi mengenaskan di Pulau Kos, sebagian besar dari 1,6 juta pengungsi Suriah dan Afghanistan yang transit di Turki tetap berencana hijrah ke Yunani.

Mousa, bekas mahasiswa sastra Inggris, berniat berlayar ke Pulau Kos akhir Agustus nanti, katanya kepada Guardian. Niatnya tidak luruh bahkan setelah menyaksikan laporan mengenai kerusuhan di stadion dari televisi. Dia mengaku akan membeli paspor Uni Eropa palsu di Pulau Kos.

"Saya akan tetap pergi karena saya berencana tiba di Kos dan langung pergi ke airport, lalu terbang ke negara lain di Eropa. Jadi saya tidak harus berurusan dengan otoritas di Yunani," ujarnya.

Bantuan internasional

Menanggapi keluhan Walikota Pulau Kos, Perdana Menteri Yunani, Alexis Tsipras, langsung berteriak ke dunia internasional. Dia meminta negara-negara Eropa turut membantu dalam menangani puluhan ribu pengungsi yang datang dari Suriah, Afghanistan dan zona perang lainnya. Dia mengakui negaranya kekurangan uang sehingga tidak mampu sendirian menangani pengungsi.

Masuknya pengungsi telah menambahkan beban dan tekanan pada layanan Yunani pada saat warga negaranya sendiri tengah berjuang keras menghadapi kebijakan pemotongan nilai mata uang dan pemerintahnya sedang melakukan negosiasi dengan Uni Eropa dan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk pinjaman segar guna mencegah ekonomi kolaps.

"Muatan kapal migran yang datang setiap hari telah memicu krisis kemanusiaan dalam krisis ekonomi," katanya setelah pertemuan dengan para menteri sebagaimana dilansir Reuters akhir pekan lalu.

"Uni Eropa sedang diuji pada masalah Yunani. Ini telah merespon negatif di hadapan ekonomi. Itulah pandangan saya, saya berharap itu akan merespon positif di hadapan kemanusiaan," katanya lagi.

Komentar itu muncul karena badan pengungsi PBB (UNHCR) meminta Yunani untuk mengambil kontrol dari "kekacauan total" di pulau-pulau Mediterania, di mana ribuan migran telah mendarat. Sekitar 124.000 migran (pengungsi) telah tiba tahun ini melalui laut, banyak yang melalui Turki, demikian diungkapkan  Vincent Cochetel, direktur UNHCR untuk Eropa.

"Tingkat penderitaan yang telah kita lihat di pulau-pulau itu sudah tak tertahankan lagi. Orang-orang yang datang berpikir mereka berada di Uni Eropa. Apa yang kita lihat bukan sesuatu yang dapat diterima dalam hal standar pengobatan," kata Cochetel setelah mengunjungi pulau-pulau Yunani Lesbos, Kos dan Chios.

"Saya belum pernah melihat situasi seperti itu. Ini adalah Uni Eropa dan ini benar-benar memalukan," ia menambahkan. (*)



IOM Desak Bantuan Nyata Uni Eropa


Menanggapi krisis dan kerawanan sosial di Pulau Kos dan sekitarnya, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) melakukan kampanye meminta Uni Eropa untuk lebih memperhatikan nasib dan kesejahteraan para pengungsi yang tiba di Eropa.

Juru bicara IOM, Itayi Viriri, mengatakan, Uni Eropa bertanggung-jawab untuk menciptakan rasa aman dan sesuai jalur hukum bagi para pengungsi yang telah melakukan perjalanan berbahaya ke benua tersebut.

“Sebuah awal yang baik perlu koordinasi antara negara-negara anggota Uni Eropa untuk menangani pengungsi,” demikian Press Tv melaporkan seperti dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), akhir pekan lalu.

“Sejauh ini hanya Italia dan Yunani yang mengambil bagian dalam jumlah yang signifikan, dan negara-negara Uni Eropa lainnya harus mengambil lebih banyak pengungsi dan membuka saluran yang lebih aman dan jalur hukum migrasi,” kata Viriri.

Diperkirakan bahwa beberapa negara Eropa akan membutuhkan dalam jumlah yang berarti para pengungsi itu untuk mendukung perekonomian mereka selama beberapa dekade yang akan datang, paparnya.

“Namun mereka mengabaikan semua orang-orang berbadan sehat dan sebagian besar anak muda yang meninggalkan negara asal mereka dengan keinginan yang kuat, kemauan untuk bekerja dan menjadi bagian produktif dari masyarakat menemukan diri mereka, “ ujar Viriri.

Viriri menambahkan, IOM juga sangat peduli tentang risiko para pengungsi untuk melakukan perjalanan ke Uni Eropa, dan risiko tindakan kriminal penyelundupan manusia (dengan cara mengambil uang dari orang-orang yang putus asa) dan menyebabkan penderitaan serta kehilangan nyawa.

“Kita seharusnya peduli pada mereka yang menghadapi risiko kehilangan nyawa di laut dengan cara yang kita saksikan sekarang. Para pengungsi seharusnya tidak terpojok ke tingkat putus asa, “ tandasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar