Permintaan pasar gading gajah dan cula badak lumayan tinggi. Penyelundupan pun terus marak buat memenuhi permintaan pasar. Keberadaan kedua satwa ini jadi semakin terancam.
===============
Kadang orang begitu tergila-gila mengoleksi
barang-barang langka dari hewan-hewan yang dilindungi. Apa pun dilakukan demi
memburu kesenangan. Peluang ini lalu ditangkap oleh para penyelundup dengan
segala cara. Namun ibarat kata sepandai-pandai tupai melompat akhirnya
terpeleset juga. Seorang warga Zambia, Afrika, berinisial YJ berupaya
menyelundupkan 163 gading gajah dan dua cula badak ke Indonesia lewat Bandara
Soekarno-Hatta, Tangerang. Gading itu dibawa oleh YJ dari Zambia melalui
Hongkong.
Belum sampai sempat keluar dari area Bandara,
YJ tertangka petugas kemudian di Terminal 2D saat membawa dua cula badak dan
163 gading gajah yang telah diolah tanpa pemberitahuan. Rencananya, benda
tersebut akan diukir dan dijadikan hiasan meja dan dijual seharga Rp 600 juta.
Kepala Kantor Bea dan Cukai Bandara
Soekarno-Hatta, Dwijo, mengatakan, penyelundupan tersebut dilakukan demi
mencari keuntungan. “Mereka melakukan ini demi keuntungan semata, kami berhasil
mencegahnya karena kami terus melakukan koordinasi terkait Convention on
Internasional Trade in Endangered Species of Wild Fauna dan Flora (Konvensi
Perdagangan Internasional Spesies Satwa dan Tumbuhan Liar yang Terancam Punah),
karena satwa liar kita semakin terancam punah,” terangnya.
Bukan kali ini saja Petugas Bea dan Cukai
Bandara Soekarno-Hatta menyita gading gajah dan cula badak. Sebelumnya, FL --seorang
warga negara Tiongkok yang datang dari Abu Dhabi-- telah lebih dulu ditangkap
petugas Bea dan Cukai karena kedapatan membawa lima koli gading gajah seberat
109,15 kilogram.
Barang-barang yang gagal diselundupkan itu
kemudian disita oleh pihak yang berwenang. Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi
menjelaskan penyitaan gading gajah dan cula badak ini merupakan komitmen
Pemerintah Indonesia untuk menghentikan dan menindak perdagangan bagian hewan
yang dilindungi dan terancam punah.
"Cula dan gading kita tahu, populasi
gajah dan badak menurun. Dengan penangkapan ini, kami kirim pesan ke luar
negeri. Kalau ada kerja sama dengan negara asal, kita akan kembalikan untuk
berantas sindikat di sana," kata Heru saat gelar barang sitaan Bea Cukai di
Bandara Soetta, Tangerang, Selasa (16/2). Heru menambahkan penyelundup cula
badak dan gading gajah sebagai bagian dari jaringan internasional. "Ini
jaringan internasional," jelasnya.
Rincian cula dan gading gajah yang disita
pihak Bea dan Cukai meliputi lima koli gading gajah asal Abu Dhabi senilai Rp
3,27 miliar dan 163 gading gajah dan 2 cula badak senilai Rp 600 juta.
Selain barang terlarang dari satwa yang
dilindungi, pihak berwenang juga sempat menyita empat buah tengkorak manusia
yang dikirim dari Indonesia, tepatnya dari Bali, ke Amerika Serikat dan
Australia. Nilai dari tengkorak itu belum dapat ditaksir. Namun, umur dari
tengkorak tersebut diperkirakan sudah mencapai 50 tahun lebih.
Dalam dua bulan terakhir, Bea Cukai Soekarno
Hatta kembali menangani 19 kasus penyelundupan mulai dari tengkorak manusia,
alat bantu seks hingga gading gajah. "Mayoritas upaya penyelundupan ini
dilakukan dengan modus barang bawaan penumpang melalui terminal kedatangan
internasional dan beberapa kasus lainnya dilakukan melalui Kantor Tukar Pos
Udara (KTPU) Soekarno-Hatta serta gudang ekspor," ucap Heru Pambudi.
Awen Supranata, Kepala Balai Konservasi Sumber
Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta, mengatakan, pedagangan ilegal di bidang satwa
liar dan tumbuhan alam yang dilindungi dari tahun ke tahun cenderung semakin
meningkat. “Ini karena barang-barang tersebut memiliki nilai ekonomi yang cukup
tinggi,” ujarnya.
Benar gading gajah punya nilai ekonomis
tinggi. Penyeleundupan pun tidak hanya lewat Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Agustus 2015 lalu misalkan, gading gajah seberat 262 kilogram diamankan oleh
petugas bea cukai Swiss dari tiga orang warga Tiongkok di Zurich.
Gading-gading gajah tersebut dibawa dalam
delapan buah koper oleh ketiga warga Tiongkok. Mereka diamankan dalam
perjalanan dari Dar Es Salaam Tanzania menuju Beijing Tiongkok melalui Zurich. Saat
ditemukan, gading-gading tersebut telah berbentuk potongan-potongan besar dan
hendak dimasukkan ke dalam bagasi.
Menurut keterangan pihak bea cukai Swiss pada
Selasa (4/8/2015), penemuan gading gajah tersebut terjadi awal Juli 2015 lalu. Selain
gading gajah, dikabarkan CNN, dalam koper yang sama, pihak bea cukai
juga menemukan satu kilogram taring dan cakar singa. Di pasar gelap, gading
gajah saat ini ditaksir memiliki nilai hingga 412 ribu dolar AS. (BN)
Boks:
Asia Pasar Terbesar Cula Badak
Tahun 2014 lalu perburuan liar badak di Afrika
cukup marak. Harga cula badak di pasar gelap kini jauh lebih tinggi daripada
emas, dengan permintaan terbesar datang dari Vietnam.
Seperti digambarkan http://www.dw.com belum lama ini, pemburu liar
dari desa-desa termiskin di Mozambik menyusup ke Afrika Selatan, lengkap dengan
senjata. Mereka datang untuk berburu badak. Uang yang mereka hasilkan dari
hanya satu badak cukup untuk memberi makan keluarga selama berbulan-bulan.
Imbalan yang setimpal dengan risikonya.
Antara 1990 dan 2007 pemburu liar membunuh
rata-rata 14 badak per tahun di Afrika Selatan. Tahun 2013 dan 2014 jumlahnya
lebih dari seribu. Sudah ribuan badak dibunuh demi cula mereka di Afrika
Selatan, untuk kemudian dijual di Asia.
Hanya perlu 48 jam untuk mengirim cula badak
dari Afrika Selatan ke Asia. Banyak pembeli kaya di Asia yang gemar memamerkan
kekayaan dengan cula badak dan gading gajah. Di Vietnam, yang menjadi pasar
terbesar, kaum elit bahkan suka mencampur serbuk cula badak ke dalam minuman.
Satu kilogram cula badak dihargai 50.000 Euro
di pasar gelap. Sebagai perbandingan, sekilo emas nilainya sekitar 31.000 Euro.
"Orang harus dikasih tahu kalau hewan ini dibunuh dengan cara keji, dan
perburuan ini ilegal," ujar Brit Reichelt-Zolho dari World Wildlife Fund
(WWF).
Pelham Jones, ketua Asosiasi Pemilik Badak
Pribadi di Afrika Selatan, yakin bahwa legalisasi perdagangan cula badak dapat
mengurangi masalah perburuan liar. "Menurut kami faktor ilegalnya itu yang
justru menarik," katanya. "Kalau cula bisa dibeli secara legal, tentu
akan mengurangi pembelian ilegal, juga harganya."
Pemilik pribadi seperti Jones harus
mendaftarkan setiap cula dari badak yang terbunuh dan bahkan memberi sampel DNA
hewan tersebut. "Uang bisa didapatkan dari perlindungan hewan dengan
strategi politik yang baik dan perdagangan yang diatur," timpalnya.
Namun Brit Reichelt-Zolho berpikir berbeda.
"WWF menentang legalisasi perdagangan cula badak. Kami bertanya: mengapa
ini baru diajukan sekarang dan tidak lebih dulu, ketika harganya belum semahal
sekarang? Pasti ada motivasi laba di baliknya." Dan kalau pemilik pribadi
tidak takut lagi untuk membeli, populasi badak akan semakin terancam, tegas
sang pakar WWF.
Warga kaya Eropa dan Amerika Utara dapat secara
legal berburu badak di Afrika Selatan selama bersedia membayar. Biaya yang
harus dikeluarkan untuk lisensi memberi pemasukan besar bagi banyak negara
Afrika, yang kemudian digunakan untuk konservasi. Bagi pemburu legal, sengaja
dipilih hewan yang sudah tua. Hewan-hewan ini tidak dapat bereproduksi lagi dan
kerap meresahkan kawanannya. Ketika mereka dibunuh, hewan yang lebih muda dapat
dengan mudah bereproduksi.
Menurut WWF, dalam beberapa tahun terakhir
semakin banyak pemburu legal palsu yang bermunculan. Mereka tidak berburu demi
kesenangan, tapi untuk menyelundupkan cula badak ke Asia. Sejak tahun 2012
Afrika Selatan berhenti mengeluarkan lisensi baru bagi pemburu Asia dan Eropa
Timur setelah sejumlah skandal mencuat.
Maraknya perburuan badak adalah "isu
pembangunan yang tidak bisa dipecahkan dengan kampanye anti-perburuan liar dan
hukuman berat saja," menurut Reichelt-Zolho. Untuk menghentikannya,
negara-negara Afrika butuh strategi pembangunan berkelanjutan dan sistem
ekonomi yang meningkatkan standar hidup masyarakat. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar