ad

Senin, 22 Februari 2016

Ratusan Gading Gajah Gagal Menyelundup



Permintaan pasar gading gajah dan cula badak lumayan tinggi. Penyelundupan pun terus marak buat memenuhi permintaan pasar. Keberadaan kedua satwa ini jadi semakin terancam.
===============
Kadang orang begitu tergila-gila mengoleksi barang-barang langka dari hewan-hewan yang dilindungi. Apa pun dilakukan demi memburu kesenangan. Peluang ini lalu ditangkap oleh para penyelundup dengan segala cara. Namun ibarat kata sepandai-pandai tupai melompat akhirnya terpeleset juga. Seorang warga Zambia, Afrika, berinisial YJ berupaya menyelundupkan 163 gading gajah dan dua cula badak ke Indonesia lewat Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Gading itu dibawa oleh YJ dari Zambia melalui Hongkong.
Belum sampai sempat keluar dari area Bandara, YJ tertangka petugas kemudian di Terminal 2D saat membawa dua cula badak dan 163 gading gajah yang telah diolah tanpa pemberitahuan. Rencananya, benda tersebut akan diukir dan dijadikan hiasan meja dan dijual seharga Rp 600 juta.
Kepala Kantor Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta, Dwijo, mengatakan, penyelundupan tersebut dilakukan demi mencari keuntungan. “Mereka melakukan ini demi keuntungan semata, kami berhasil mencegahnya karena kami terus melakukan koordinasi terkait Convention on Internasional Trade in Endangered Species of Wild Fauna dan Flora (Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Satwa dan Tumbuhan Liar yang Terancam Punah), karena satwa liar kita semakin terancam punah,” terangnya.
Bukan kali ini saja Petugas Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta menyita gading gajah dan cula badak. Sebelumnya, FL --seorang warga negara Tiongkok yang datang dari Abu Dhabi-- telah lebih dulu ditangkap petugas Bea dan Cukai karena kedapatan membawa lima koli gading gajah seberat 109,15 kilogram.
Barang-barang yang gagal diselundupkan itu kemudian disita oleh pihak yang berwenang. Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menjelaskan penyitaan gading gajah dan cula badak ini merupakan komitmen Pemerintah Indonesia untuk menghentikan dan menindak perdagangan bagian hewan yang dilindungi dan terancam punah.
"Cula dan gading kita tahu, populasi gajah dan badak menurun. Dengan penangkapan ini, kami kirim pesan ke luar negeri. Kalau ada kerja sama dengan negara asal, kita akan kembalikan untuk berantas sindikat di sana," kata Heru saat gelar barang sitaan Bea Cukai di Bandara Soetta, Tangerang, Selasa (16/2). Heru menambahkan penyelundup cula badak dan gading gajah sebagai bagian dari jaringan internasional. "Ini jaringan internasional," jelasnya.

Rincian cula dan gading gajah yang disita pihak Bea dan Cukai meliputi lima koli gading gajah asal Abu Dhabi senilai Rp 3,27 miliar dan 163 gading gajah dan 2 cula badak senilai Rp 600 juta.
Selain barang terlarang dari satwa yang dilindungi, pihak berwenang juga sempat menyita empat buah tengkorak manusia yang dikirim dari Indonesia, tepatnya dari Bali, ke Amerika Serikat dan Australia. Nilai dari tengkorak itu belum dapat ditaksir. Namun, umur dari tengkorak tersebut diperkirakan sudah mencapai 50 tahun lebih.
Dalam dua bulan terakhir, Bea Cukai Soekarno Hatta kembali menangani 19 kasus penyelundupan mulai dari tengkorak manusia, alat bantu seks hingga gading gajah. "Mayoritas upaya penyelundupan ini dilakukan dengan modus barang bawaan penumpang melalui terminal kedatangan internasional dan beberapa kasus lainnya dilakukan melalui Kantor Tukar Pos Udara (KTPU) Soekarno-Hatta serta gudang ekspor," ucap Heru Pambudi.
Awen Supranata, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta, mengatakan, pedagangan ilegal di bidang satwa liar dan tumbuhan alam yang dilindungi dari tahun ke tahun cenderung semakin meningkat. “Ini karena barang-barang tersebut memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi,” ujarnya.
Benar gading gajah punya nilai ekonomis tinggi. Penyeleundupan pun tidak hanya lewat Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Agustus 2015 lalu misalkan, gading gajah seberat 262 kilogram diamankan oleh petugas bea cukai Swiss dari tiga orang warga Tiongkok di Zurich.
Gading-gading gajah tersebut dibawa dalam delapan buah koper oleh ketiga warga Tiongkok. Mereka diamankan dalam perjalanan dari Dar Es Salaam Tanzania menuju Beijing Tiongkok melalui Zurich. Saat ditemukan, gading-gading tersebut telah berbentuk potongan-potongan besar dan hendak dimasukkan ke dalam bagasi.
Menurut keterangan pihak bea cukai Swiss pada Selasa (4/8/2015), penemuan gading gajah tersebut terjadi awal Juli 2015 lalu. Selain gading gajah, dikabarkan CNN, dalam koper yang sama, pihak bea cukai juga menemukan satu kilogram taring dan cakar singa. Di pasar gelap, gading gajah saat ini ditaksir memiliki nilai hingga 412 ribu dolar AS. (BN)


Boks:
Asia Pasar Terbesar Cula Badak

Tahun 2014 lalu perburuan liar badak di Afrika cukup marak. Harga cula badak di pasar gelap kini jauh lebih tinggi daripada emas, dengan permintaan terbesar datang dari Vietnam.
Seperti digambarkan http://www.dw.com belum lama ini, pemburu liar dari desa-desa termiskin di Mozambik menyusup ke Afrika Selatan, lengkap dengan senjata. Mereka datang untuk berburu badak. Uang yang mereka hasilkan dari hanya satu badak cukup untuk memberi makan keluarga selama berbulan-bulan. Imbalan yang setimpal dengan risikonya.
Antara 1990 dan 2007 pemburu liar membunuh rata-rata 14 badak per tahun di Afrika Selatan. Tahun 2013 dan 2014 jumlahnya lebih dari seribu. Sudah ribuan badak dibunuh demi cula mereka di Afrika Selatan, untuk kemudian dijual di Asia.
Hanya perlu 48 jam untuk mengirim cula badak dari Afrika Selatan ke Asia. Banyak pembeli kaya di Asia yang gemar memamerkan kekayaan dengan cula badak dan gading gajah. Di Vietnam, yang menjadi pasar terbesar, kaum elit bahkan suka mencampur serbuk cula badak ke dalam minuman.
Satu kilogram cula badak dihargai 50.000 Euro di pasar gelap. Sebagai perbandingan, sekilo emas nilainya sekitar 31.000 Euro. "Orang harus dikasih tahu kalau hewan ini dibunuh dengan cara keji, dan perburuan ini ilegal," ujar Brit Reichelt-Zolho dari World Wildlife Fund (WWF).
Pelham Jones, ketua Asosiasi Pemilik Badak Pribadi di Afrika Selatan, yakin bahwa legalisasi perdagangan cula badak dapat mengurangi masalah perburuan liar. "Menurut kami faktor ilegalnya itu yang justru menarik," katanya. "Kalau cula bisa dibeli secara legal, tentu akan mengurangi pembelian ilegal, juga harganya."
Pemilik pribadi seperti Jones harus mendaftarkan setiap cula dari badak yang terbunuh dan bahkan memberi sampel DNA hewan tersebut. "Uang bisa didapatkan dari perlindungan hewan dengan strategi politik yang baik dan perdagangan yang diatur," timpalnya.
Namun Brit Reichelt-Zolho berpikir berbeda. "WWF menentang legalisasi perdagangan cula badak. Kami bertanya: mengapa ini baru diajukan sekarang dan tidak lebih dulu, ketika harganya belum semahal sekarang? Pasti ada motivasi laba di baliknya." Dan kalau pemilik pribadi tidak takut lagi untuk membeli, populasi badak akan semakin terancam, tegas sang pakar WWF.
Warga kaya Eropa dan Amerika Utara dapat secara legal berburu badak di Afrika Selatan selama bersedia membayar. Biaya yang harus dikeluarkan untuk lisensi memberi pemasukan besar bagi banyak negara Afrika, yang kemudian digunakan untuk konservasi. Bagi pemburu legal, sengaja dipilih hewan yang sudah tua. Hewan-hewan ini tidak dapat bereproduksi lagi dan kerap meresahkan kawanannya. Ketika mereka dibunuh, hewan yang lebih muda dapat dengan mudah bereproduksi.

Menurut WWF, dalam beberapa tahun terakhir semakin banyak pemburu legal palsu yang bermunculan. Mereka tidak berburu demi kesenangan, tapi untuk menyelundupkan cula badak ke Asia. Sejak tahun 2012 Afrika Selatan berhenti mengeluarkan lisensi baru bagi pemburu Asia dan Eropa Timur setelah sejumlah skandal mencuat.
Maraknya perburuan badak adalah "isu pembangunan yang tidak bisa dipecahkan dengan kampanye anti-perburuan liar dan hukuman berat saja," menurut Reichelt-Zolho. Untuk menghentikannya, negara-negara Afrika butuh strategi pembangunan berkelanjutan dan sistem ekonomi yang meningkatkan standar hidup masyarakat. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar