Ketua Komisi Kejaksaan RI Halius Hosen
Jaksa Agung H.M Prasetyo nampaknya gagal untuk menindak oknum jaksa 'nakal', meski remunerasi dan tunjangan para jaksa se-Indonesia dinaikkan. Sebab itu Komisi Kejaksaan RI (KKRI) berharap Prasetyo mampu membenahi Kejaksaan demi mengembalikan marwah kejaksaan untuk lebih bersih.
Menurut Ketua KKRI Halius Hosen, dari pantauan KKRI, ada oknum jaksa fungsional berinisial W yang bertugas di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) diduga menerima gratifikasi untuk merenovasi bangunan rumah yang total nilainya sebesar Rp.270 juta.
"Ada laporan pengaduan, bahwa ada oknum jaksa fugsional berinisial W, menerima gratifikasi untuk renovasi rumah, kalau ditotal uangnya sekitar Rp270 juta," ujar Alius dalam keterangannya di Jakarta, Senin (2/3).
Dijelaskan dia, pemberian itu dari Warga Negara Taiwan Wi Ji Peng dengan nama pribuminya Rudi Salim. Rudi merupakan pihak berperkara dalam tindak pidana yang ditangani Kejati Jatim. KKRI pun telah menginvestigasi perkara dugaan suap itu dari laporan dari saksi mata.
"Benar kami sudah lakukan investigasi dan yang bersangkutan (Oknum Jaksa W) mengakui perbuatannya," ungkapnya.
Dijelaskan Halius, oknum jaksa W pun sudah mengakui mendapatkan hadiah dari Rudi Salim, namun dirinya membantah jika hal itu sebagai bentuk pemerasan.
"Bukti-bukti menunjukkan W bersalah. Dari bukti kwitansi, keterangan dari si pemberi maupun yang mengerjakan renovasi rumah tersebut," jelasnya.
Halius mengungkapkan, ihwal pemberian hadiah itu berawal bahwa W telah membantu meloloskan naturalisasi Rudi Salim yang sebelumnya pernah tersangkut kasus tindak pidana dan dipenjara selama satu tahun.
"Dalam UU sudah jelas jika ada warganegara asing yang terkena tindak pidana, seharusnya tidak lolos naturalisasinya," ucapnya.
Tak hanya di Kejati Jatim, Halius pun mengungkap di wilayah hukum Kejati Sumatera Barat juga ada oknum jaksa berinisial B yang menjabat sebagai Kasi Pidsus pada Kejaksaan Negeri Pulau Punjong diduga menerima gratifikasi uang sebesar Rp55 juta.
"Meski itu nilainya kecil, namun itu sudah melanggar. Kami punya bukti transfernya. Dan diakui oleh Kasi Pidsus berinisial B," ujarnya.
Dengan, adanya dugaan gratifikasi yang diterima oknum jaksa, Halius menilai bahwa reformasi birokrasi dan remunerasi tidak memberikan pengaruh positif di korps Adhyaksa tersebut.
"Padahal kami sering memberikan rekomendasi ke kejaksaan. Tentu pengawasan melekat saat ini sudah tidak kuat. Jaksa Tinggi pun sudah seperti macan ompong," terangnya.
Sebab itu dia, mendesak kepada Jaksa Agung untuk memberikan tindakan tegas berupa hukuman pidana bagi kedua oknum jaksa nakal tersebut.
"Jangan hanya memberikan sanksi UU kepegawaian saja. Tapi juga diberikan sanksi pidana yang tercantum dalam UU gratifikasi. Ini hal yang tidak boleh dibiarkan. Ini contoh kecil, saya pikir masih banyak kasus lainnya," tandas dia. (http://jaringnews.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar