I-Checkit/Foto: Ichsan Amin
AirAsia Indonesia memperkuat kerjasama dengan Organisasi Internasional Kepolisian (ICPO-INTERPOL) dengan cara sistem I-Checkit. Sistem tersebut, memungkinkan pelacakan pada keaslian paspor calon penumpang berdasarkan database dokumen perjalanan yang hilang maupun dicuri, yang dimiliki oleh INTERPOL.
Presiden Direktur AirAsia Indonesia, Sunu Widyatmoko mengatakan, sistem tersebut, merupakan terobosan baru dalam dunia penerbangan sebagai upaya meningkatkan sistem keamanan berama.
"Dengan sistem seperti ini kita berupaya meningkatkan rasa aman bagi seluruh penumpang. Kita ingin memastikan tak ada penumpang yang terbang menggunakan AirAsia tanpa dokumen sah. Kenapa ini penting, karena seringkali, pelaku kriminal menggunakan dokumen yang tidak asli. Jika ada indikasi kearah sana kita langsung terhubung dengan INTERPOL," ujar dia, dalam peluncuran sistem I-Checkit di Kantor Air Asia Tangerang bersama pimpinan National Central Bureau (NCB)-INTERPOL Indonesia serta Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), Kamis (4/12/2014).
Menurut Sunu, Air Asia dipilih, mengingat, maskapai tersebut, merupakan salah satu maskapai dengan penerbangan internasional yang beroperasi di enam negara Asia Pasifik.
"Kita beroperasi di enam negara Asia Pasifik, dengan penerbangan di 20 negara dan 200 bandara internasional. Sistem ini berjalan dengan proses 0,5 detik. Sehingga ketika dicek bisa langsung diketahu," ucap dia.
Dia menambahkan, dalam rangka mendukung program kemanan tersebut, pihaknya memberikan dukungan selain pemasangan sistem I-Checkit, Air Asia juga mengubah warna pesawat termasuk menambahkan logo INTETPOL pada satu pesawatnya berjenis AIRBUS.
"Dalam rangka mendukung program tersebut kita bahjkan mengubah satu pesawat kita dengan tulisan kampanye 'Turn Back Crime' sebagai bentuk keseriusan memerangi kejahatan lintas negara.
Di tempat yang sama, Sekretaris NCB-INTERPOL Indonesia, Brigjen Setyo Wasisto mengungkapkan, saat ini sudah ada 40 juta travel dokumen yang ilegal maupun hilang berkas. Dia bahkan menyebutkan, telah terbentuk jaringan pemalsuan dokumen perjalanan seperti paspor pada beberapa negara di Asia.
"Karena itu, menjadi pilihan tepat bagi komunitas maskapai untuk menerapkan sistem I-Checkin. Ke depan, perhotelan maupun perbankan bisa menerapkan hal yang sama," ujar dia.
Lebih lanjut dia menambahkan, indikasi maraknya pemalsuan dokumen terlihat ketika MH370 Malaysia Airlines diduga menggunakan dokumen palsu.
"Tidak hanya itu, kejadian di Indonesia, misalnya di Bali kita deteksi terdapat warga negara Perancis menggunakan dokumen ilegal. Makanya, peningkatan kerjasama terus dilakukan," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas POLRI, Brigjen Polisi Boy Rafli Amar mengatakan, pihaknya menyambut baik kerjasama kedua pihak. Kerjasama tersebut, kata dia menjadi tolak ukur bagi sektor swasta lain memerangi kejahatan internasional.
"Kejahatan internasional sydah menjadi isu global. Sehingga kampanye 'Turn Back Crime' harus terus dikampanyekan, mengingat Indonesia adalah negara yang strateggis. Karena itu diharapkan private sector terus memberikan bantuan dan dukungannya," pungkasnya.
Penerapan I-Checkit memungkinkan maskapai menarik data Stolend and Lost Travel Dokumen (SLTD) yang terdapat dalam database tanpa memiliki akses langsung ke dalamnya.
Sistem tersebut tidak akan menarik data pribadi yang dimiliki penumpang namun hanya meneliti jenis dan nomor dokumen perjalanan, serta kode negara yang akan dilacak dalam database SLTD.
Apabila nomor paspor penumpang menunjukkan adanya kecocokan pada dokumen hilang atau ilegal, maka penumpang tersebut menjadi wewenang INTERPOL yang secara bersamaan juga membeukan notifilkasi kepada semua biro INTERPOL di seluruh dunia.
(http://ekbis.sindonews.com/)
Presiden Direktur AirAsia Indonesia, Sunu Widyatmoko mengatakan, sistem tersebut, merupakan terobosan baru dalam dunia penerbangan sebagai upaya meningkatkan sistem keamanan berama.
"Dengan sistem seperti ini kita berupaya meningkatkan rasa aman bagi seluruh penumpang. Kita ingin memastikan tak ada penumpang yang terbang menggunakan AirAsia tanpa dokumen sah. Kenapa ini penting, karena seringkali, pelaku kriminal menggunakan dokumen yang tidak asli. Jika ada indikasi kearah sana kita langsung terhubung dengan INTERPOL," ujar dia, dalam peluncuran sistem I-Checkit di Kantor Air Asia Tangerang bersama pimpinan National Central Bureau (NCB)-INTERPOL Indonesia serta Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), Kamis (4/12/2014).
Menurut Sunu, Air Asia dipilih, mengingat, maskapai tersebut, merupakan salah satu maskapai dengan penerbangan internasional yang beroperasi di enam negara Asia Pasifik.
"Kita beroperasi di enam negara Asia Pasifik, dengan penerbangan di 20 negara dan 200 bandara internasional. Sistem ini berjalan dengan proses 0,5 detik. Sehingga ketika dicek bisa langsung diketahu," ucap dia.
Dia menambahkan, dalam rangka mendukung program kemanan tersebut, pihaknya memberikan dukungan selain pemasangan sistem I-Checkit, Air Asia juga mengubah warna pesawat termasuk menambahkan logo INTETPOL pada satu pesawatnya berjenis AIRBUS.
"Dalam rangka mendukung program tersebut kita bahjkan mengubah satu pesawat kita dengan tulisan kampanye 'Turn Back Crime' sebagai bentuk keseriusan memerangi kejahatan lintas negara.
Di tempat yang sama, Sekretaris NCB-INTERPOL Indonesia, Brigjen Setyo Wasisto mengungkapkan, saat ini sudah ada 40 juta travel dokumen yang ilegal maupun hilang berkas. Dia bahkan menyebutkan, telah terbentuk jaringan pemalsuan dokumen perjalanan seperti paspor pada beberapa negara di Asia.
"Karena itu, menjadi pilihan tepat bagi komunitas maskapai untuk menerapkan sistem I-Checkin. Ke depan, perhotelan maupun perbankan bisa menerapkan hal yang sama," ujar dia.
Lebih lanjut dia menambahkan, indikasi maraknya pemalsuan dokumen terlihat ketika MH370 Malaysia Airlines diduga menggunakan dokumen palsu.
"Tidak hanya itu, kejadian di Indonesia, misalnya di Bali kita deteksi terdapat warga negara Perancis menggunakan dokumen ilegal. Makanya, peningkatan kerjasama terus dilakukan," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas POLRI, Brigjen Polisi Boy Rafli Amar mengatakan, pihaknya menyambut baik kerjasama kedua pihak. Kerjasama tersebut, kata dia menjadi tolak ukur bagi sektor swasta lain memerangi kejahatan internasional.
"Kejahatan internasional sydah menjadi isu global. Sehingga kampanye 'Turn Back Crime' harus terus dikampanyekan, mengingat Indonesia adalah negara yang strateggis. Karena itu diharapkan private sector terus memberikan bantuan dan dukungannya," pungkasnya.
Penerapan I-Checkit memungkinkan maskapai menarik data Stolend and Lost Travel Dokumen (SLTD) yang terdapat dalam database tanpa memiliki akses langsung ke dalamnya.
Sistem tersebut tidak akan menarik data pribadi yang dimiliki penumpang namun hanya meneliti jenis dan nomor dokumen perjalanan, serta kode negara yang akan dilacak dalam database SLTD.
Apabila nomor paspor penumpang menunjukkan adanya kecocokan pada dokumen hilang atau ilegal, maka penumpang tersebut menjadi wewenang INTERPOL yang secara bersamaan juga membeukan notifilkasi kepada semua biro INTERPOL di seluruh dunia.
(http://ekbis.sindonews.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar