Oleh Tifatul Sembiring
Menteri Komunikasi dan
Informatika RI
Pengantar
Bangsa-bangsa
di dunia sekarang sedang dihadapkan pada sebuah tata kehidupan baru dalam era
globalisasi. Globalisasi telah mampu mengubah ritme interaksi antar umat
manusia di berbagai belahan penjuru bumi dengan tanpa sekat, jarak, ruang dan
waktu. Semua kejadian di berbagai sudut bumi akan dengan mudah diakses oleh
siapapun. Kondisi ini disadari atau tidak akan berimplikasi pada tata nilai,
moral dan akhlak umat manusia. Globalisasi dengan berbagai implikasi adalah
sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari.
Sebagai
sebuah bangsa yang besar, bangsa Indonesia perlu mengeliminir setiap dampak
negatif yang mungkin ditimbulkan dari proses globalisasi. Dampak yang sangat
nyata dari proses globalisasi bagi keutuhan dan integritas bangsa adalah mulai
memudarnya semangat kebersamaan, semangat persaudaraan dan kekeluargaan,
menipisnya tata nilai, moral dan akhak, serta berbagai efek negatif lain yang
setiap saat bisa saja muncul akibat proses akulturasi antar bangsa. Implikasi
tersebut kalau tidak dihindari akan berakibat pada disharmoni antar komunitas
bangsa yang bisa menjadi pemicu terjadinya disintegrasi bangsa.
Integrasi Bangsa
Integrasi
nasional yang merupakan cita-cita bersama lahir dari konsensus nasional dengan
mengintegrasikan seluruh masyarakat Indonesia yang sangat plural. Pluralitas
suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) bersatu dalam satu kesatuan
integrasi sosial, berjanji bersama untuk hidup dalam satu bangsa, dengan
harapan agar dapat meraih suatu kesejahteraan bersama. Integrasi sosial yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah interaksi antar individu yang berhubungan
dengan komunikasi simbolik, penyesuaian timbal balik, kerja sama dan pola
adaptasi satu sama lain terhadap lingkungan yang lebih baik.
Namun
juga tidak dapat dipungkiri, dalam realita kehidupan masyarakat sehari-hari,
pluralitas etnik, agama, dan budaya yang berkembang tidak hanya menawarkan
harmonisasi sosila yang baik, juga sedikit banyak menjadi masalah tersendiri
dalam kehidupan kebangsaan. Pluralitas masyarakat belum sepenuhnya mampu
menjadi kekuatan perekat bangsa. Juga seringkali muncul menjadi ancaman serius
bagi runtuhnya integrasi sosial di tengah masyarakat. Konflik sosial karena
sentimen etnik dan agama sudah terbiasa terjadi dalam interaksi atar umat
beragama bahkan seringkali melahirkan banyak korban.
Integrasi
nasional yang kuat tentu saja tidaj semata-mata memperhatikan aspek sosial,
bagaimana komunitas berinteraksi dan melakukan kerja sama, tetapi harus juga
memperhatikan semua aspek kehidupan masyarakat. Setidaknya integrasi nasional
akan berhasil dengan baik jika terbangun tiga aspek modernisasi secara
signifikan dan berimbang, yakni pembinaan bangsa (nation building), pembinaan negara (state builkding) dan pembangunan ekonomi.
Aspek
pembangunan sosial yang berhubungan dengan relasi sosial dan kepercayaan
masyarakat dengan elit juga sangat mendasar. Membangun ikatan sosial warga
negara untuk terus mewujudkan komitmen bersama menjaga keutuham bangsa dan
mendorong kemajuan yang lebih baik. Saatnya mengakhiri dikotomi-dikotomi yang
muncul di tengah masyarakat, perbedaan antara jawa-luar jawa, militer-sipil,
suku asli dan pendatang, indonesia asli dan keturunan, kaya dan miskin, serta
dikotomi lainnya yang bisa merusak relasi sosial antar sesama. Karena sebagai
warga Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam membangun kondisi
bangsa yang lebih baik di masa depan.
Perbedaan
yang ada di tengah masyarakat harus dijadikan sebagai rahmat, mengelola
berbagai perbedaan, dan berupaya secara bersungguh-sungguh dalam membangun
hubungan yang lebih baik. Saatnya menumbuhkan kesadaran bersama, bahwa kita
semua sebagai warga negara adalah saudara dari ibu pertiwi tercinta. Tugas kita
adalah menjaga dan memelihara negeri tempat di mana kita hidup berdampingan
dengan saudara sebangsa. Kita semua bersaudara, maka perlu saling menjaga
saudaranya masing-masing. Setiap masalah muncul, perlu dibicarakan secara baik
agar tidak melahirkan masalah baru yang bisa lebih rumit penyelesaiannya.
Perlu
agenda bersama dalam menyelesaikan problem sosial yang muncul khususnya konflik
dan kekerasan sosial yang sering terjadi. Berupaya memahami situasi yang
terjadi dan bertindak secara benar, lebih baik mencegah terjadinya konflik
sosial dan upaya perdamaian secara berkelanjutan. Semua pihak harus terlibat
dalam penyelesaian masalah yang terjadi, membedah akar masalahnya, mencari
solusi yang tepat agar bisa diterima oleh semua kelompok masyaraka. Selain
pemerintah, tokoh agama maupun tokoh masyarakat bisa menjadi mediator, konselor
maupun rekonsiliator. Melakukan diskusi dengan pihak yang terkait dengan
konflik. Mendapatkan data yang akurat, soal kebenaran masalah yang terjadi.
Penguatan
integrasi nasional sangat penting untuk terus dilaksanakan khususnya dalam
upaya membangun harmonisasi sosial dan perdamaian di tengah masyarakat. Agar
agenda lainnya juga bisa berjalan secara baik, integrasi sosial tentu bukanlah
penyatuan berbagai budaya dan identitas ke dalam satu kultur dan budaya baru,
yang menghilangkan budaya aslinya. Tetapi lebih menguatkan rasa kebersamaan
dalam suatu wilayah tentu di mana mereka tinggal, melepaskan simbol-simbol
primordial yang lebih sempit.
Integrasi
sosial yang harus terbangun bukan paksaan penguasa atau dibentuk oleh kelompok
tertentu untuk kepentingan yang lebih sempit. Tetapi integrasi sosial yang
alamiah berasal dari grass root. Kekuatan yang menjadi perekatnya juga ada
dalam masyarakat, bisa norma, saling percaya, networking, dan berbagai
persamaan dengan menggunakan pendekatan kultural. Nilai-nilai yang bisa
menguatkan integrasi sosial harus mulai disosialisasikan sejak kecil,
internalisasi nilai-nilai dasar ini sudah harus terbentuk dalam keluarga sejak
dini. Karena norma sosial dan adat istiadat merupakan unsur yang mendasar yang
mengatur perilaku masyarakat dalam berpikir dan bertindak, norma sosial juga
memberikan pedoman untuk setiap individu dalam bersosialisasi dalam masyarakat.
Integrasi
dan ketahanan sosial yang baik di tengah masyarakat, juga akan mampu menghadirkan
kondisi solidaritas sosial yang kuat. Karena setiap individu menyadari bahwa
sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri harus terbangun hubungan
simbolis mutualistik dalam kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya, solidaritas
sosial yang terbangun dengan baik, secara perlahan dan pasti, akan membangun
integrasi sosial, integrasi nasional banhkan integrasi yang lebih universal
adalah integrasi kemanusiaan yang lebih universal.
Untuk
itu, agenda penguatan integrasi sosial yang kuat di tengah masyarakat tetap
memperhatikan dua pendekatan yang mendasar, yaitu faktor struktural dan
kultural. Faktor struktural mencakup peran dan konsistensi pemerintah dalam
membangun kondisi kehidupan masyarakat yang lebih baik, mendorong kehidupan
yang lebih harmonis dan lebih memberikan keadilan kepada semua pihak.
Memberikan akses ekonomi, politik, dan sosial budaya tanpa kesuali kepada
seluruh masyarakat. Sedangkan faktor kultural mencakup kesadaran masyarakat
untuk saling menghormati dan mneghargai satu sama lainnya. Membangun sikap
adaptasi masyarakat pada kultur yang berbeda, agar bisa mengurangi
ketegangan-ketegangan yang timbul dalam kehidupan bersama.
Penguatan
integrasi sosial dan upaya membangun persaudaraan sesama warga negara juga
harus diperkuat dan lebih menyentuh pada aspek kekuasaan, yang kemudian lebih
populer dengan integrasi politik. Adanya hubungan yang baik antara masyarakat
denga elit politik, terintegrasi dengan berbagai kebijakan yang menguatkan
harmonisasi sosial. Kebijakan sosial dan politik dalam mendorong tumbuhnya
suasana damai dan harmonis di tengah masyarakat sangat penting artinya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bangunan
integrasi sosial yang dirawat oleh masyarakat tentu akan dilanjutkan dan
diperkuat dengan berbagai langkah konkret pemerintah. Karena urgensi integrasi
sosial bagi suatu bangsa sangat mendasar. Bahaya integrasi sosial lebih
dahsyat, karena bisa menghancurkan suatu peradaban dan menghilangkan jejak
sebagai sebuah kelompok atau identitas masyarakat tertentu.
Suatu
hal lagi yang tidak bisa dilupakan oleh semua pihak termasuk pemerintah untuk
terus memberikan apresiasi kepada organisasi masyarakat ataupun aktivis sosial
yang selama ini bekerja dalam agenda penguatan integrasi sosial dan upaya
pembangunan perdamaian. Ikhtiar mereka menjadi relawan sosial, mediator
berbagai konflik dan kekerasan sosial di tengah masyarakat serta program
pemberdayaan, telah memberikan pencerahan dalam kehidupan masyarakat.
Media Massa dalam
Mengawal NKRI
Media
massa memiliki peran yang penting dan strategis dalam menjaga dan
mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai NKRI. Dalam era
kebebasan pers seperti sekarang ini, media bisa berimplikasi positif maupun
negatif. Kesadaran untuk menomorsatukan kepentingan bangsa dan negara dari para
pelaku media dalam setiap tugas jurnalistiknya akan sangat berpengaruh terhadap
perjalanan harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks inilah
ada rambu-rambu yang perlu menjadi pegangan bagi pelaku media massa, antara lain:
Pertama, bahwa dalam menciptakan sebuah
integrasi sosial yang utuh yang tercermin dari pola relasi sosial yang harmonis
namun dinamis, peran media tidak bisa dihindari. Media massa bisa berperan
positif dan negatif. Media massa dapat menjadi faktor yang menggerakkan potensi
bangsa untuk hidup damai dan bersaudara tetapi di lain pihak media massa dapat
berperan aktif dalam terjadinya disharmoni antar komunitas bangsa melalui
pemberitaan yang tendensius dan provokatif. Pada konteks inilah pentingnya kesadaran
dari para pelaku media massa untuk tidak mengorbankan kepentingan bangsa dan
negara demi kepentingan yang lain, dengan kata lain pemberiataan yang
disampaikan tetap dalam kerangka menjaga keutuhan bangsa dan negara sebagaimana
asas dari penyiaran itu sendiri seperti yang tercanum dalam UU Penyiaran.
Kedua, komersialisasi media sering
menjadi hantu dalam setiap tugas jurnalistiknya. Merujuk pernyataan Joseph
Pulitzer, ketika komersialisme telah menjadi tujuan utama dalam industri media,
maka saat itu media kehilangan kekuatan moral. Bila komersialisasi menjadi
tujuan utama pelaku media, maka obyektivitas media dalam setiap peiputan dan
pemberitaan menjadi tidak terjaga. Kualitas berita akan selalu mengiringi
kepentingan bisnisnya. Negara dan bangsa akan dikorbankan untuk meraih sensasi
bisnis yang lebih besar.
Di
sisi lain, inisiatif damai yang berlangsung di masyarakat justru sepi
pemberitaan sehingga tidak heran jika berkembang sinisme publik bahwa di media
berlaku sebuah prinsip blood is news
atau bad news is a good news. Di sini
persoalannya bukan lagi sekedar akurasi, objektivitas dan netralitas media,
namun lebih dari itu, sejauh mana media berkomitmen untuk menjadikan perdamaian
dan integrasi sosial sebagai prinsip yang mengarahkan kerja peliputan dan
pemberitaan.
Ketiga, dibutuhkan sinergisitas yang
konstruktif antara media massa, dewan pers, komisi penyiaran, pemerintah dan
juga masyarakat untuk terus mengkampanyekan setiap pemberitaan dan ekspos media
yang edukatif, objektif, damai dan berorientasi pada peningkatan penguatan
ketahanan sosial dalam rangka memperkuat jati diri dan identitas negara
Indonesia. Peran masyarakat dalam mengendalikan konten penyiaran dapat
dilakukan dengan cara memberikan masukan kepada komisi penyiaran sebagai
institusi atau koasi negara yang diberikan kewenangan untuk mengontrol konten
penyiaran.
Keempat, visi dan misi pers dalam turut
memelihara idealisme dan perjuangan bangsa serta mencerdaskan bangsa harus
senantiasa menjadi pedoman dalam keja jurnalistiknya. Pers harus mampu menjaga
integrasi bangsa dan keutuhan NKRI dengan memelihara wawasan kebangsaan,
mengahragai pluralitas, menyemarakkan demokrasi, dan mewujudkan kesejahteraan
rakyat. Manifestasinya adalah kerja jurnalistik menonjolkan hal-hal yang
merekatkan persatuan, menghormati perbedaam mengintensifkan dialog, mendorong
kreativitas, tidak memberi tempat pada hal-hal yang memicu disintegrasi bangsa
serta kemampuan pers untuk tidak memuat berita dan informasi yang dewasa ini
masih sering dijumpai yaitu berita atau informasi yang menyesatkan.
Apabila
semua pelaku jurnalistik mampu menjalankan tugasnya secara profesional, dan
mengedepankan pertimbangan etik moral untuk kepentingan bangsa dan negara, hal
tersebut akan menjadi sumbangsi terbesar dunia pers bagi harmonisasi kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar