ad

Minggu, 17 Maret 2013

Yang Tersisa dari Penjara Kalisosok


Dindingnya mulai lusuh dan terkupas-kupas. Selain terlihat termakan usia, bangunan bersejarah itu sepertinya sengaja tidak dirawat. Sayang, saya hanya bisa melihat-lihat dari luar dan berfoto di depan pintu gerbannya.

Itulah penjara Kalisosok di Surabaya. Gedung penjara peninggalan Gubernur Jenderal Herman Williams Daendels ini masih berdiri kokoh. Beberapa menara pengawasnya pun masih tampak menjulang. Bagian depannya pun masih menyisakan kemegahan gaya arsitektur kolonial di zamannya. Bangunan bersejarah itu menempati sebuah lahan seluas 3,5 hektar.

Dari cerita seorang teman yang mengantarkan saya, penjara Kalisosok sempat dibongkar oleh tangan-tangan tidak bertanggung-jawab. “Sebuah perusahaan asal Jakarta mau mengubah peninggalan sejarah ini menjadi pusat perbelanjaan,” kata teman tadi.

Setelah saya telusuri di informasinya di internet, ternyata pada April 2010 lalu telah terjadi proses pembongkaran. Diduga proses pembongkaran itu adalah sebuah perusahaan yang berkantor di Sunter, Jakarta, namanya PT Fairco Jaya Dwipa. Pihak Pemkot Surabaya pun akhirnya turun tangan untuk menghentikan pembongkaran.

Padahal, di masa pemerintahan Wali Kota Surabaya, Soenarto Soemoprawiro, sempat keluar keputusan yang menetapkan Kalisosok sebagai cagar budaya. Namun, ada kabar pula yang menyebut bahwa penjara kuno ini sudah beralih-tangan melalui proses tukar-guling dengan PT. Fairco Jaya Dwipa.

***

Menurut catatan sejarah, Kalisosok mulai dibangun oleh Daendels pada masa awal kekuasannya, tepatnya tahun 1808, dengan biaya 8000 gulden. Daendels hanya membutuhkan waktu sembilan bulan untuk menyelesaikan proyek ini.

Sejak itu, seiring dengan pergantian rejim politik di Indonesia, penjara Kalisosok dikenal sebagai penjara paling menyeramkan di Indonesia. Banyak tokoh pergerakan Indonesia pernah merasakan kekejian kolonial di penjara ini.

HOS Tjokroaminoto, tokoh pendiri Sarekat Islam, disebut-sebut pernah mendekam di penjara Kalisosok. Bukan hanya Tjokroaminoto, tokoh pencipta lagu Indonesia Raya, Wage Rudolf Soepratman, juga pernah dipenjara di sini. Doel Arnowo, tokoh marhaenis dan pejuang rakyat Surabaya, juga pernah mendekam selama sembilan bulan di Kalisosok.

Pada saat perjuangan anti-fasisme, penjara Kalisosok juga menjadi saksi penangkapan para aktivis anti-fasis, yang tergabung dalam gerakan rakyat anti-fasis. Diantara tokoh anti-fasis yang tertangkap, antara lain: Pamudji, Sukayat, Sudarta, dan Asmunanto. Bahkan, tokoh utama gerakan anti-fasis saat itu, yaitu Amir Syarifuddin, juga ditangkap dan dipenjara di sini.

Ketika sekutu mendarat di Surabaya, Kalisosok juga pernah menjadi saksi sejarah keberanian rakyat Surabaya melawan pasukan Inggris. Pada 26 oktober 1965, pasukan Inggris dibawah pimpinan Kapten Shaw menyerbu penjara Kalisosok untuk membebaskan seorang perwira Belanda, Kolonel Huiyer.

Di jaman orde baru, penjara Kalisosok juga menjadi saksi kekejian rejim Soeharto terhadap tapol Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ormas-ormasnya. Banyak diantara mereka, sebelum dibuang ke pulau buru atau nusakambangan, harus mendekam dan mendapatkan penyiksaan di Kalisosok.

Orde baru juga menjadikan LP Kalisosok sebagai tempat pemenjaraan dan penindasan terhadap tapol asal Timor Leste. Bahkan, dua aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD), yang saat itu menentang rejim orde baru, juga mendekam dalam penjara Kalisosok, yaitu Coen Husein Pontoh dan Mohamad Soleh.

Penjara ini baru ditutup pada tahun 2000. Tetapi rencana penutupan penjara ini mendapat perlawanan para sipir. Tetapi perlawanan para sipir tidak bisa menghentikan rencana penutupan Kalisosok, dan pemindahan para tahanan ke area penjara baru yang menempati lahan seluas 17 hektare, sejauh 35 kilometer dari lokasi lama.

***

Seangker-angkernya penjara Kalisosok, seketat-ketatnya pengamanan oleh penjaga, tetapi ada juga tahanan yang berhasil meloloskan diri. Saya tidak punya data resmi mengenai berapa orang dan berapa kali kasus pelarian tahanan dari penjara Kalisosok.

Sejak tahun tahun 1968-1969, ada tujuh orang tahanan politik yang berhasil melarikan diri dari penjara berdinding tebal itu. Ketujuh tapol itu adalah Bardi Harsono, Kadarisman, Karmaji, Karyono, Kadis,Tahak, dan Sarman.

Pada tahun 1977, orang digemparkan oleh berita kaburnya sejumlah narapidana dari Kalisosok. Tahanan itu bernama Ronny Siswanto, Asmat, Raharjo dan Lukito. Tiga yang disebut belakangan berhasil ditangkap kembali. Namun, setelah diselidiki, bebasnya para napi itu tidak lepas dari kelihaian mereka menyuap petugas untuk mengurangi masa tahanan.

Penjara Kalisosok juga menyimpan cerita heroik. Kala itu, sekitar oktober 1945, ketika berita kemerdekaan berhasil menyelinap masuk penjara, para tahanan pun membentuk laskar bernama “Laskar Pendjara”. Pimpinan laskar ini adalah seorang tukang becak, namanya mayor Dollah. Sebagaimana ditulis Bung Tomo dalam bukunya, Kisah Perang 10 November, yang terbit tahun 1950, diceritakan bahwa pemberontakan dalam penjara ini berhasil menjebol tembok penjara sisi utara.

***

Begitu besar kisah sejarah yang tersimpan di penjara tua ini, membuat kita seharusnya berfikir untuk membuatnya lapuk dimakan usia, apalagi membiarkannya dibongkar untuk kepentingan modal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar