ad

Senin, 01 Februari 2016

Memulai Perang Narkoba dari Kampung Kubur




Narkoba terus menggerogoti sendi-sendi kemanusiaan dan kemasyarakatan. Sedikitnya 4 juta orang menjadi korban narkoba dan sekitar 12 ribu di antaranya mati saban tahun. Saatnya perang melawan mafia narkoba.
================

Perlawanan bandar narkoba telah menunjukkan kebrutalan kepada petugas ketika akan memutus mata rantai barang haram itu. Peristiwa penggerebekan markas Oma Yola di kawasan Berlan, Matraman, Jakarta Timur, yang menewaskan Bripka Taufik dan seorang informan memperlihatkan gelagat kebrutalan itu. Demikian pula peristiwa di Sumatera Utara, seorang anggota personel Satres Narkoba Polresta Medan tertembak, dan seorang terkena lemparan batu saat melakukan penggrebekan salah satu rumah terduga tempat peredaran narkoba di Desa Pematang Johar, Dusun Sukaria, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Diliserdang. Ini salah satu pertanda dimulainya “perang terbuka” terhadap bandar narkoba.

Bahkan bandar narkoba kini berlindung di balik masyarakat untuk melindungi diri untuk melakukan perlawanan terhadap aparat penegak hukum. Masyarakat selalu dijadikan tameng ketika terjadi penggrebekan oleh aparat keamanan. Keberanian bandar narkoba melakukan perlawanan juga menunjukkan bahwa kelompoknya sudah kuat. Jaringannya sudah luas, bahkan sudah memiliki senjata api dan “pasukan”. Ini benar-benar tantangan berat bagi aparat penegak hukum dalam melakukan penumpasan dan menangkap para bandar narkoba. Perlawanan ini juga menunjukkan peredaran narkoba sudah sampai pada titik kritis.

Di tengah situasi kritis itu, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia, Komisaris Jenderal Budi Waseso, menyatakan seluruh lapisan masyarakat harus perang narkoba. Apalagi, Presiden Joko Widodo menyampaikan Indonesia darurat narkoba.

"Bila Bapak Presiden Joko Widodo menyampaikan Indonesia darurat narkoba. Maka, kita perang narkoba, semua unsur harus beri perlawanan kepada bandar narkoba," ujarnya saat mengunjungi Kampung Kubur, Medan Petisah, Sumatera Utara, Rabu (20/1).

Dia menambahkan pihaknya sangat berterima kasih kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang punya keinginan melakukan perlawanan terhadap bandar narkoba.

"Kemarin ada kejadian personel Polresta Medan terluka dan tertembak karena ada perlawanan dari bandar narkoba. Kenapa bandar narkoba melakukan perlawanan saat penggerebekan berlangsung? Karena mereka merasa ruang geraknya menyempit karena aparat kepolisian melakukan penggerebekan," ujarnya.
Kepala BNN, Komjen Budi Waseso bersama Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Ngadino dan Plt Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi berkunjung di Kampung Kubur. Kedatangan pejabat itu disambut para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kota Medan serta Kapolresta Medan, Kombes Pol Mardiaz Kusin Dwihananto.

Usai berkeliling kampung, Budi Waseso berbincang-bincang bersama masyarakat sembari berikan penjelasan tentang bahaya narkoba. Dan warga Kampung Kubur pun bertekad membersihkan perkampungannya dari aktivitas peredaran dan pemakaian narkoba.

Komjen Budi Waseso menegaskan, maraknya peredaran narkotika di Indonesia telah mengancam masa depan generasi penerus bangsa. Sudah sepatutnya pula bandar narkoba ditindak tegas. Ironinya, Sumatera Utara menduduki ranking ketiga seluruh Indonesia atas luasnya peredaran narkoba. Patut diwaspadai karena saat ini bandar dan mafia narkoba sedang membentuk pangsa pasar baru. Ada operasi regenerasi pangsa pasar yang dibiayai mafia narkotika dengan sasarannya anak-anak mulai tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Bahkan sepak terjang mafia narkoba tidak lagi mudah dilacak. Hal ini tampak pada terungkapnya kasus tindak pidana narkotika yang selalu berkaitan erat dengan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang merupakan sarana dalam mengaburkan hasil keuntungan dari bisnis Narkotika. Pertengahan Januari 2016 lalu, bekerjasama dengan PPAT dan jajaran Dirjen Lapas khususnya Lapas Cipinang, Lapas Nusakambangan, dan Lapas Medaeng Sidoarjo, BNN berhasil mengungkap kasus TPPU dengan menangkap seorang tersangka berinisial GP (pria/57tahun) dengan total aset yang disita sekitar Rp 17 miliar. Tersangka ditangkap di rumahnya di Perumahan Tebing Indah Permai No.10-11 A, Kelurahan Bandar Utama, Tebing Tinggi, Sumatera Utara.

Penangkapan GP terkait dengan peredaran gelap narkotika di daerah Surabaya, Jakarta, Cilacap, Tebing Tinggi, dan beberapa daerah lainnya. GP yang pernah dipenjara karena kasus narkotika pada tahun 2000 sampai dengan 2010 ini diketahui memiliki keterkaitan dengan jaringan peredaran gelap narkotika dengan tersangka Pony Chandra (Napi Lapas Cipinang dengan vonis 20 tahun kasus Narkotika dan 6 tahun kasus TPPU), Sodikin (Napi Lapas Medaeng Sidoarjo dengan vonis seumur hidup kasus Narkotika dan 5 tahun kasus TPPU), Amir Mukhlis als Sinyo (Napi Lapas Nusakambangan dengan vonis 20 tahun penjara), Boski als Surya Bahadur Tamang als David (WN Nepal, Napi Nusakambangan dengan vonis 20 tahun penjara kasus Narkotika dan 10 tahun kasus TPPU), dan Ananta Lianggara als Alung als Alvin Jayadi (Napi Lapas Narkotika  Cipinang dengan vonis 20 tahun penjara). 

Dari pola dan skenario yang dilakukan para mafia narkoba ini, jelas mereka telah melakukan perencanaan secara massif dan terstruktur untuk “membunuh” generasi muda melalui narkoba. Ini lebih berbahaya dan dahsyat dibanding dengan bom teroris. Kalau teroris korbannya langsung mati, sedang narkoba membuat korbannya mati perlahan. Negara juga dirugikan lantaran generasinya rusak secara mental-spiritual. Kalau anak-anak sekolah dasar hingga perguruan tinggi sebagai sasaran utama, maka situsai ini benar-benar darurat narkoba. Perlu langkah-langkah strategis dan terencana untuk melawan mafia.

Aparat penegak hukum tidak boleh kalah dalam memberantas peredaran narkoba dan menindak tegas bandar ataupun masyarakat yang menghalang-halangi. Perlawanan para bandar narkoba harus dihadapi. Kalau harus ditembak mati, lakukan. Perlu kesadaran bersama dalam memberantas peredaran dan pengunaan narkoba. Masyarakat harus ikut membantu aparat penegak hukum dan menjadi mata terlinganya polisi dan BNN. Karena para bandar narkoba sudah bersatu, maka seluruh elemen masyarakat dan aparat penegak hukum juga bersatu untuk melakukan perlawanan.

Tindakan tegas aparat penegak hukum harus konsisten. Harus secara terus-menerus melakukan penggrebekan di daerah-daerah yang diduga sebagai basis peredaran narkoba. Jangan beri ruang gerak sedikitpun bagi pengedar dan bandar. Apalagi bandar narkoba yang selalu membawa-bawa nama aparat sebagai tameng buat melindungi kegiatannya. Bukan zamannya lagi, semua harus ditumpas habis tanpa pandang bulu. Sehingga mata rantai peredaran narkoba itu benar-benar terputus.

Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari 98) mendukung langkah tegas Polri  berperang melawan jaringan narkoba seperti dalam penembakan bandar narkoba Rico di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat, pada hari Jumat (22/1). "Negara, khususnya Polri, jangan mau kalah perang melawan narkoba. Sebab narkoba sama bahayanya dengan terorisme, apalagi ini ada kabar gembong narkobanya malah danai aksi teroris," ujar Ketua Dewan Presidium Jari 98 Willy Prakarsa, Kamis (21/1).

Willy menyerukan kepada penegak hukum yang bertugas agar tidak ragu menggunakan senjata api untuk melawan bandar narkoba. Sebab, saat ini para bandar narkoba semakin ganas dan berani melawan petugas yang mengusik bisnis haramnya. Sebab itu, terang dia, apapun dilakukan bandar narkoba agar bisnisnya langgeng.

"Demi penegakan hukum, polisi harus tegas. Anggota polisi juga tidak usah ragu-ragu gunakan senjata api. Bila perlu tembak mati ditempat jika mereka lakukan perlawanan. Dalam keadaan terancam, polisi diperbolehkan untuk melumpuhkan dengan senjata api. Jadi jangan takut HAM," ungkapnya.

Yang juga tidak kalah penting, warga masyarakat harus mampu menjadi polisi bagi dirinya sendiri dan lingkungan. Karena polisi yang baik adalah masyarakat itu sendiri. Jadi perang terhadap bandar narkoba tidak musti angkat senjata, tapi tindakan pencegahan dan melindungi keluarganya dari pengaruh penggunaan narkoba. (BN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar