Penyadapan KPK bikin pelaku rasuah rajin bersiasat pakai sandi macam 'liqo', 'apel washington', atau 'ekor'. Rupanya pemakaian kode ini warisan tradisi era Orde Baru lho.
Bagi orang awam, rangkaian percakapan antara Yudi Widiana Adia dan Muhammad Kurniawan mungkin terkesan seperti dua orang yang sedang ngobrol sesudah mengikuti pengajian. Sayangnya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sudah kenyang memantau sandi-sandi rahasia semacam itu saat menyadap pelaku rasuah. Kedua nama tadi adalah kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang telah dicokok dan ditetapkan tersangka atas dugaan menerima suap untuk memuluskan proyek pembangunan jalan raya di Maluku.
Dalam percakapan hasil penyadapan KPK, Yudi dan Kurniawan menggunakan istilah-istilah, seperti "liqo" yang berarti "pertemuan" dan "juz" (bab dalam Al Quran). Begini percakapan mereka yang diungkap jaksa dalam persidangan pekan lalu.
IKLAN
"Semalam sdh liqo dengan asp, ya" kata Kurniawan melalui pesan singkat.
Pesan itu dibalas Yudi dengan, "Na'am, brp juz?"
Selanjutnya Kurniawan menjawab, "Sekitar 4 juz lebih campuran." Istilah '4 juz lebih campuran' itu ditafsirkan jaksa sebagai Rp4 miliar yang terdiri dari mata uang dolar AS dan rupiah.
Selanjutnya Kurniawan menjawab, "Sekitar 4 juz lebih campuran." Istilah '4 juz lebih campuran' itu ditafsirkan jaksa sebagai Rp4 miliar yang terdiri dari mata uang dolar AS dan rupiah.
Kurniawan, anggota DPRD Bekasi, menjadi makelar yang menghubungkan So Kok Seng alias Aseng, Komisaris perusahaan konstruksi PT Cahaya Mas Perkasa, kepada Yudi selaku Wakil Ketua Komisi V DPR yang membidangi kebijakan infrastruktur. Jaksa KPK menyatakan Yudi aktif meminta sogokan, mengingat pengaruhnya sebagai anggota legislatif, dalam rangka memenangkan perusahaan Aseng untuk tender pengadaan jalan di Maluku. Uang haram ini jumlahnya mencapai 7-8 persen dari total ongkos pelaksanaan proyek. Persisnya, sesuai dokumen KPK, nilainya sebesar Rp10,5 miliar baik dalam bentuk rupiah maupun dolar AS, yakni US$214.300 dan US$140.000.
Sandi yang dipakai Yudi dan Kurniawan terhitung tak terlalu rumit untuk dipecahkan penyidik KPK. Kemungkinan karena KPK telah terbiasa memantau percakapan yang sekilas tak terkesan aneh, mengingat kebiasaan koruptor di Tanah Air membicarakan tindak kejahatan dalam bahasa kode.
Sandi merupakan tradisi korup lama yang sudah mengakar sejak era Orde Baru. Sentralisasi pemerintahan ala Presiden Soeharto, baik di pemerintahan maupun ruang publik, membuat banyak orang memiliki keseragaman alam pikir. Tak perlu heran jika kemudian cara orang bertindak jahat juga jadi seragam, yakni bahaslah rasuah secara halus melalui kalimat metafor dan kode-kode khusus.
IKLAN
Kebiasaan korup ini sudah dicatat sejak lama dalam budaya populer. Tengok saja, film legendaris warkop DKI Chips yang pertama kali tayang 1984. Karakter Kasino selalu mengucapkan "jangkrik boss!" setiap kali melihat atasannya sedang main-main dengan perempuan selain istrinya. Artinya, itu tanda agar uang tutup mulut dari si bos melayang untuk Kasino.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menjelaskan tradisi Orde Baru itu masih tak berubah sampai sekarang di kalangan pelaku korupsi. Setelah kejatuhan Rezim Soeharto, korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) tidak lagi terpusat. Dengan kata lain kini siapapun dari lapisan manapun punya akses melakukan tindakan rasuah, tak lagi harus berada dalam struktur birokrasi. Menurut Adnan, dengan sistem yang berubah ditambah lagi munculnya KPK pada 2002—yang punya kewenangan khusus menyadap kasus-kasus KKN—para pelaku korupsi terpaksa beradu strategi dengan penyidik supaya praktik lancungnya tak ketahuan. Jalan keluar terbaik, menurut para koruptor, adalah kembali memakai sandi-sandi rahasia. Mulai dari buah-buahan, jajanan anak-anak, jenis kopi-kopian, nama penyanyi, hingga makanan tradisional. Walaupun KPK sudah terbiasa melacak percakapan rahasia, sandi tetaplah tak bisa langsung dipahami dalam sekali dengar.
"Saya kira [pemakaian sandi] salah satu cara untuk menghindari bukti, apalagi KPK punya kewenangan menyadap sehingga ketika mereka berkomunikasi mereka lebih banyak menggunakan istilah-instilah yang tidak ada hubungannya langsung dengan maksud utama dari komunikasi itu," kata Adnan Topan ketika dihubungi VICE Indonesia. "Dan itu menyulitkan penegak hukum mengkroscek yang telah terekam itu sebenarnya dimaksudkan untuk penyuapan misalnya."
IKLAN
Jadi, apa saja bahasa kode korupsi yang populer di Indonesia? Berikut rangkumannya oleh VICE Indonesia:
Apel Washington
Pemakaian sandi oleh pelaku korupsi mulai dikenal publik Indonesia, ketika jaksa KPK membuka rekaman percakapan antara Mindo Rosalina Manulang (Rosa) dan Angelina Sondakh (Angie), politikus Partai Demokrat.
"Nanti ibu ditel (ditelepon) sama orang kita ya?" Tapi apel Washington ya bu, 1 kilo dulu ya bu. Krn stock ku habis. Diusahakan sebelum selesai istirahat sdh ada." kata (Rosa) lewat pesan Blackberry Messenger.
Pesan itu kemudian dibalas oleh Angelina Sondakh (Angie) "Oke deh, tapi jangan lupa kekurangannya apel malang aja ya."
Pesan itu kemudian dibalas oleh Angelina Sondakh (Angie) "Oke deh, tapi jangan lupa kekurangannya apel malang aja ya."
Percakapan inilah yang akhirnya melejitkan istilah "Apel Malang" dan "Apel Washington" jadi sandi koruptor paling populer dari skandal megakorupsi Wisma Atlet Hambalang yang melibatkan politisi ternama dan berbagai instansi pemerintahan hingga partai politik.
Dalam kasus tersebut, bukan cuma istilah yang merujuk pada buah-buahan "Apel Malang" yang berarti rupiah, "Apel Washington" yang berarti dolar AS, "semangka" yang berarti permintaan dana. Masih dari kasus korupsi yang sama, sandi-sandi lain yang digunakan seperti kata "penyanyi" yang merujuk pada panggilan Mindo Rosalina Manulang yang sama seperti nama salah seorang penyanyi Indonesia, Rosa, dan "pelumas" yang berarti uang sebagai pelican.
Ketika Rosa bersaksi untuk Nazaruddin Syamsudin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi 16 Januari 2012, dia mengatakan Angelina Sondakh yang menciptakan istilah-istilah tersebut. "Istilah itu Angelina Sondakh yang bilang. Katanya biar tidak terlalu vulgar," tutur Rosa.
Ketika Rosa bersaksi untuk Nazaruddin Syamsudin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi 16 Januari 2012, dia mengatakan Angelina Sondakh yang menciptakan istilah-istilah tersebut. "Istilah itu Angelina Sondakh yang bilang. Katanya biar tidak terlalu vulgar," tutur Rosa.
Pempek Sampai Emas Batangan
Tentunya Angie bukan satu-satunya terpidana korupsi yang pandai menciptakan sandi. Akil Mochtar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, tak kalah piawai.
IKLAN
Akil disuap dalam kasus sengketa Pilkada Lebak, Banten yang melibatkan adik Gubernur Banten, Chaeri Wardana (Wawan). Saat itu, pengacara Wawan, Susi Tur Andayani menghubungi Akil perihal uang pembayaran. Akil menggunakan kata "ekor" yang artinya adalah "miliar" dalam percakapan tersebut. Gurita suap Akil, beserta sandi-sandinya, bukan cuma terkait kasus Lebak saja. Ada kasus Akil lain terkait sengketa Pilkada Kota Palembang yang melibatkan istilah "pempek" yang merupakan makanan khas Sumatra Selatan. Di kasus lain, Akil memakai istilah "tiga ton emas" yang merujuk pada "3 miliar rupiah" dalam kasus pengaturan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Istilah-istilah Akil disesuaikan simbol kedaerahan. Tujuannya agar suap dari daerah berbeda yang masuk kantongnya tidak tertukar. Leh uga, Kil!
Santri dan Pengajian
Penggunaan istilah khas Bahasa Arab dalam kasus suap seperti Yudi dan Kurniawan juga bukan barang baru. Dalam skandal korupsi anggaran dan pengadaan Al Quran di Kementerian Agama, para pelaku memakai sandi "santri", "imam", "murtad", "kiai" hingga "pengajian" yang masing-masing berarti "utusan", "pejabat-pejabat di Kemenag", "penyimpangan dari kesepakatan", "politikus di Senayan" dan "tender".
Berdasar telaah KPK, penggunaan sandi sangat lazim digunakan dalam berbagai kasus korupsi, ambil contoh kasus dugaan suap pembahasan anggaran proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan, kasus suap PON Riau 2012, kasus suap SKK Migas, dan banyak lagi lainnya. Hampir semua upaya suap melibatkan percakapan dalam bentuk kode-kode.
Wakil ketua KPK, Alexander Marwata saat mengisi seminar bulan ini, menjelaskan pola sandi-sandi yang digunakan para koruptor akan terus berubah. Karena itu penting bagi penyidik KPK dan aparat penegak hukum lainnya melatih sensitivitas percakapan yang sekilas tak mencurigakan. "Dengan maraknya operasi OTT yang kami lakukan, justru membuat koruptor semakin berhati-hati dalam berkomunikasi," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar