ad

Jumat, 19 Juli 2013

Penanaman dan Penguatan Nilai-Nilai Pancasila melalui Pendidikan Karakter



Oleh Dr. Ivan Hanafi, MPd
Lektor Kepala Kemendiknas


Pentingnya Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang mengamanatkan Pancasila sebagai dasar negara dan panddangan hidup bangsa Indonesia. pancasila harus diimplementasikan ke dalam kehidupan nyata. Bagaimana dengan realitanya?

Saat ini bangsa Indonesia berada pada masa krisis multidimensi. Krisis moneter, ekonomi, dan politik menjalar pada krisis moral dan budaya. Masyarakat seakan kehilangan orientasi nilai. Societal terorism muncul dalam berbagai fenomena. Mosaik Indonesia retak dan meretas jahitan busana Indonesia. bangsa yang dahulu dikenal dengan keramahannya, sekarang menjadi krisis identitas. Krisis nilai-nilai luhur dalam budaya kita membuat identitas nasional dipertanyakan kredibilitasnya. Pancasila sebagai dasar negara dijadikan satire, secara sadar atau tidak mulai dilupakan fungsinya. Primordialisme kesukuan atau keagamaan tumbuh untuk saling menunjukkan eksistensi dan jati dirinya. Masyarakat mengalami dekadensi serta disintegrasi etika dan moral yang implikasinya terasa di berbagai aspek kehidupan.

Penanaman dan penguatan nilai pancasila dapat dilakukan melalui pendidikan pancasila. Pendidikan pancasila dapat menjadi forum untuk mentradisikan budaya dialog dan dialog budaya untuk mengantisipasi ekskulvisisme, primordialisme kesukuan dan keagamaan. Pancasila sebagai dasar negara bukan lagi alternatif, melainkan suatu imperatif bagi kelestarian NKRI. Fenomena keseharian menunjukkan perilaku masyarakat belum sejalan dengan karakter bangsa yang berdasarkan falsafah pancasila. Oleh karena itu, perlu revitalisasi pembangunan karakter bangsa. Karakter yang diharapkan ada di masyarakat sesuai dengan UU RI Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025 adalah tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergootong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Iptek berdasarkan pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pada pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 7 dari 9 potensi peserta didik dapat dikembangkan lebih dekat dengan karakter.

Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, budi pekerti, moral dan watak yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik untuk membuat keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam perilaku kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Jati diri merupakan fitrah ilahi yang ketika berinteraksi dengan lingkungan akan membentuk karakter. Karakter tersebut kemudian lah yang akan mempengaruhi perilaku yang muncul di masyarakat.

Pendidikan karakter dapat dimulai sejak seseorang berada di bangku TK/SD. Dari jenjang ke jenjang sejak TK/SD sampai ke Perguruan Tinggi pendidikan karakter dapat diintegrasikan dan dibiasakan. Karena pendidikan akademik dan pendidikan karakter sama-sama melalui tahap eksplorasi, penanaman, dan penguatan sehingga dapat dilakukan seiring sejalan.

Proses pembudayaan dan pemberdayaan dimulai dengan adanya nilai-nilai luhur, yaitu teori pendidikan, psikologi, nilai, sosial budaya, agama, pancasila, UUD 1945, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, ditambah pengalaman terbaik dan praktik nyata. Keseluruham nilai luhur kemudian berkembang dalam satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat yang di mana terdapat intervensi dan habituasi. Lingkungan ini juga membutuhkan perangkat pendukung berupa kebijakan, pedoman, sumber daya, lingkungan, sarana prasarana, kebersamaan, dan komitmen pemangku kepentingan untuk kemudian dapat menghasilkan perilaku yang berkarakter. Perilaku berkarakter merupakan perpaduan dari olah pikir (kecerdasan), olah hati (jujur dan tanggung jawab), olah raga (sehat dan bersih), serta olah rasa dan karsa (peduli dan kreatif).

Strategi mikro yang dapat diterapkan di satuan pendidikan adalah melalui integrasi pendidikan karakter ke dalam setiap mata pelajaran, pembiasaaan dalam kehidupan keseharian di satuan pendidikan, integrasi ke dalam kegiatan ekstrakurikuler, dan penerapan pembiasaan kehidupan keseharian di rumah sama dengan di satuan pendidikan.

Dari pilar keluarga, nilai-nilai luhur seperti jujur, bertanggung jawab, cerdas, sehat, bersih, peduli, dan kreatif dapat diintervensi dengan tujuan seluruh anggota keluarga memiliki persepsi, sikap, dan pola tindak yangsama dalam pengembangankarakter. Sedangkan habituasi di dalam keluarga bertujuan untuk menciptakan kebiasaan perilaku yang berkarakter dalam kehidupan sehari-hari. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan penegakkan tata tertib dan etiket atau budi pekerti di dalam keluarga, penguatan perilaku berkarakter, dan pembeajaran pada anak. Intervensi pihak sekolah kepada keluarga dapat dilakukan dengan pertemuan orang tua, kunjungan ke rumah, pengadaan buku penghubung, dan pelibatan orang tua dalam kegiatan sekolah. Sedangkan intervensi pemerintah ke dalam keluarga adalah berupa fasilitasi pemerintah untuk keluarga. Habituasi dapat dilakukan dengan pemberian keteladanan, penguatan oleh keluarga, dan komunikasi antar anggota keluarga.

Dari pilar sekolah, intervensi bertujuan membentuk karakter peserta didik melalui berbagai kegiatan sekolah. Habituasi bertujuan membeiasakan perilaku yang berkarakter di sekolah. Strategi yang dapat diterapkan adalah dengan intra dan kokurikuler secara terintegrasi pada semua mata pelajaran, ekstrakurikuler dengan berbagai kegiatan, dan menciptakan budaya sekolah yang mencerminkan karakter. Pemerintah dapat mendukung intervensi melalui kebijakan, pedoman, penguatan, dan pelatihan. Sedangkan habituasi dapat dilakukan melalui keteladanan dari semua warga sekolah, menciptakan budaya sekolah yang tertib, bersih, sehat, disiplin, dan indah serta menggalakkankembali berbagai tradisi yang membangun karakter.

Dari pilar masyarakat, intervensi nilai luhur bertujuan untuk membangun kerangka sistemik perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pendidikan karakter secara nasional dan menciptakan suasana kondusif dalam masyarakat yang mencerminkan kepekaan kesadaran kemauan dan tanggung jawab untuk membangun karakter utama. Habituasi bertujuan untuk menciptakan suasana yang kondusif dalam masyarakat yang mencerminkan koherensi pembangunan karakter secara nasional dan menumbuhkan keteladanan dalam masyarakat. Strategi dari pemerintah dapat dilakukan dengan pengembangan grand design pendidikan karakter, pencanangan nasional pendidikan karakter, dan pengembangan perangkat pendukung pendidikan karakter. Dalam masyarakat, strategi yang dapat dilakukan adalah pengembangan peranan komite sekolah, perintisan berbagai kegiatan kemasyarakatan, dan pelibatan semua komponen bangsa dalam pendidikan karakter.

Aktualita karakter utama sebagai hasil pendidikan di tingkat individu tercermin dari perilaku jujur, bertanggung jawab, cerdas, sehat dan bersih, peduli dan kreatif secara konsisten dalam berbagai konteks kehidupan. Sedangkan di tingkat masyarakat, bangsa, dan negara adalah dengan terciptanya kesadaran nasional karakter bangsa, keteladanan tokoh, situasi masyarakat semakin berkarakter, dan terwujudnya masyarakat yang berkarakter berdasarkan falsafah pancasila. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar