Term Korupsi (Corruption) dalam Google Translation diartikan sebagai: Korupsi, Kecurangan, Perubahan, Pembusukan, Perbusukan. Dalam Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas: korupsi atau rasuah (bahas latin: Corruptio dari kata kerja Corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Dalam arti luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahah/pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Titik ujung korupsi adalah merubah performen negara menjadi negara kleptokrasi, yang arti harfiahnya Negara/ pemerintahan oleh para maling alias pencuri. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana memperkaya diri sendiri, orang lain atau koorporasi, dan merugikan keuangan negara, atau perekonomian negara.
Ada ungkapan bahasa Belanda: grotergeest, hoe groter beest, makin tinggi kepintarannya, makin besar kebinatangannya. Korupsi yang sedang terjadi di Negeri ini memang dilakukan orang pintar dan memiliki kekuasaan. Karenanya orang awam mengatakan bahwa korupsi yang terjadi di Indonesia ini nyaris sempurna.
Saya sebenarnya muak mendengar kata korupsi dan jijik melihat para koruptor. Saya muak karena semakin sering mendengar kata korupsi, malah semakin banyak terjadi peristiwa korupsi. Jadi, kata-kata korupsi ini sudah menjadi lagu murahan tidak bermakna untuk mencegah perbuatan korupsi. Saya juga jijik melihat para koruptor, karena sudah tertangkap masih sempat senyum, tertawa, menepuk dada dengan bangga membela diri, bahkan melambaikan tangan dengan senyum khas koruptor kepada publik.
Korupsi di Negara ini telah menjadi sebuah industri ilegal yang mesin industrinya dijalankan oleh para elit birokrasi, politisi dan cukong-cukongnya. Sementara itu upaya pemberantasannya tidak se-dahsyat Densus 88 dalam kasus teroris walaupun dengan jalan melanggar HAM. Belum lagi sangsi hukumnya juga terkesan ringan sehingga publikpun berseloroh: Para koruptor masih dengan leluasa menikmati hasil curiannya setelah keluar dari penjara dunia. Itu adalah fakta, belive or not it is the fackt.
B. KORUPTOR
Koruptor oh koruptor, engkau memalukan menjijikkan dan memuakkan. Engkau telah menggarong harta rakyat dalam kas negara, engkau telah membunuh rakyat perlahan tapi pasti. Engkau telah mebuat Dinasti dan kerajaan korupsi dalam lingkungan keluarga dan kolega.
Tubuhmu ganteng, cantik bagaikan Mr dan Mrs Universe, tapi prilakumu bukan manusia, engkau tega menari diatas bangkai rakyat sambil bersenandung: EGP Emang Gue Pikirin? Engkau telah menutup mata hatimu unruk menerima kebenaran. Engkau telah menulikan telingamu dari panggilan secara kejujuran dan keadilan. Engkau telah membutakan matamu dari pandangan kebaikan (hasanat). Engkau bagaikan hewan bahkan lebih sesat dari itu (QS. Al-A’raf: 179). Engkau telah menyalahgunakan ampunan Tuhan untuk memperkaya diri dari harta-harta haram. Engkau telah memuliakan setan dan menjadikan dia sebagai tuhanmu. Engkau sengaja dengan sadar menghina Tuhan sebagai Sang Khalik Pencipta Alam Semesta. Gelar terhormat didepan namamu: Haji, Ustadz, Kiyai, Prof, Ir, Drs, Tuan Guru dan lain sebagai ternyata hanya kedok belaka, bukan untuk pembentukan kepribadian yang bermartabat. Engkau necis, berpakaian rapi, parlente tapi penipu/pembohong. Engkau telah merusak martabat bangsa, memelaratkan rakyat kecil. Engkau juga termasuk biang meruntuhkan martabat dan peradaban ummat manusia dan menggantinya sistem hidup orang yang tidak mengenal kebenaran. Engkau telah bersahabat dengan prinsip hidup bathil: al-ghayah, tubarriru al-washilah, mencapai tujuan dengan menghalalkan segala cara. Karena perbuatan engkaulah negara menyebutnya sebagai “extra ordinary crime” kendatipun Negara belum melaksanakan hukuman atau pencegahan secara extra ordinary akhirnya engkau merasa betah menjadi koruptor di Negeri ini sambil menunggu mati.
Engkau bagaikan “Si Buta dari Gua Hantu”, menerkam, memangsa, menerjang, dan menggarong milik siapa saja, apa saja dan dimana saja. Dunia kehidupan ini sepertinya telah menjadi lorong kegelapan (black hole) yang menjanjikan penderitaan berlanjut hanya karena ulah perbuatanmu (koruptor). Engkau telah mengajarkan faham sesat pada publik, sehingga terbentuk permissive sosiety, masyarakat yang serba boleh. Engkau tidak pernah dan mau mendengar bait-bait lagunya Septi Sanustika dengan judul PKS= Papa Kini Sendiri, melantarkan anak istri, keluarga hanya karena ingin menikmati Hotel Prodeo di Rutan. Engkau memang benar-benar menolak dua budaya terpuji dalam hidup, yaitu: “Shame Culture”, dan “guilt Culture”. Budaya malu dan budaya merasa bersalah. Engkau pikir perbuatan korupsimu itu kalaupun lolos dalam jeratan KPK, dihadapan Tuhan lolos pula. Padahal cara berfikir seperti itu adalah corak berfikir orang rakus, culas dan pandir. Engkau tidak pernah mendengar Firman Allah dalam al-Qur’an surat Al-Zilzalah: 7-8 “Sekecil apapun perbuatan buruk dan baik, semua dilihat oleh Allah swt. Demikian dalam QS. Al-Takatsur: 8. Kemudian kamu akan diminta pertanggung-jawab oleh Allah atas segala nikmat dan karuniaNya. Engkau jangan berlagak pelon dengan dua ayat tersebut diatas, karena Ust, Kiyai dan para Da’i juga sering membahas kedua ayat tersebut lengkap dengan tafsir, pelajaran dan hikmah.
C. WHAT IS WRONG ?
Apa yang salah di Negeri sehingga korupsi meruak, rakyat meratap, korupsi menggurita publik tersiksa? Hemat saya ada yang salah (something wrong) di Negeri ini. Salah kita adalah mengabaikan kehadiran Tuhan/ Agama dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran Allah swt yang begitu mulia dalam kitab suciNya dan kitab para Nabi/RasulNya penuh dengan petunjuk dan bimbingan ternyata dihargai sebagai berita murahan. Sementara berita murahan menjadi lebih berharga, sehingga kitab-kitab agama telah menjadi tontonan dan pameran belaka, yang semestinya sebagai tuntunan. Ketika kita menjadikan kitab suci menjadi petunjuk dan bimbingan, maka disanalah terdapat petunjuk yang tegas jelas oleh Allah disebutkan dalam QS. Albaqarah: 257 “Allah pelindung orang-orang yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman) dan orang-orang kafir, pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya (iman) kepada kegelapan (kekafiran) mereka itulah penghuni neraka, dan mereka kekal didalamnya”. Jadi gerakan sadar beragama itu merupakan cara yang paling efektif untuk memberantas korupsi, disamping sadar berhukum / konstitusi.
Gerakan sadar beragam artinya masyarakat beragama diminta untuk mengamalkan ajaran agamanya dengan konsisten. Mempelajari menghayati, dan mengamalkan dalam kehidupan se-hari-hari baik utnuk kepentingan diri dan keluarga juga untuk publik. Karena beragama tidak butuh simbolik, tetapi otentik, yaitu satunya kata dengan perbuatan.
Kita harus bisa merubah Indonesia yang akhir-akhir dikenal sebagai “kampung maling” menjadi Rumah Keselamatan (Dar Al-salam). Caranya adalah kita menapaktilas Rasulullah saw dalam membangun masyarakat madani (Civilized Society) sebuah masyarakat beradab dan bermartabat dengan memulainya pembangunan akhlak/ moral/ etika masyarakat bangsa waktu itu. Sehingga masyarakat jahiliyah segera berubah menjadi masyarakat madani. Isyarat Nabi saw ini juga menjadi poros pembangunan bangsa oleh Bung Karno, yaitu membangun “Nation and Caracter Building”. Salah satu sisi penting dalam pembangunan ini adalah membentuk Departemen Agama RI dengan fokus gerakannya adalah membentuk masyarakat sadar beragama melalui berbagai instrumen. Hasilnya dapat dikatakan bagus karena generasi awal tidak pernah terlibat kasus korupsi. Bahkan Bung Hatta dalam Diary-nya pernah menulis niatnya untuk memiliki sepatu Bally, sepatu bermerk dari Jerman, sampai berhenti jadi Wakil Preidenpun sepatu itu tidak terbeli. Padahal kalu saja beliau menggunakan kekuasaannya jangankan satu pasang, seratus kontainerpun bisa. Kehidupan bersahaja memang menjadi pandangan beliau, termasuk Burhanuddin Harahap, Mr. Safruddin Prawira Negara, Mr. M. Natsir, Mr. Djoyohadikusuma, Mr. Kasman Singodimejo, KH Wahid Hasyim, KH Masykur dan lain-lain
Ini semua membuktikan bahwa mereka mengurus Negara untuk rakyat, bukan seperti sekarang ini, Negara untuk pribadi dan kolega. Beliau-beliau tersebut diatas tampaknya faham betul dengan kepemimpinan mereka sebagai Khalifah. Karena menjadi pemimpin sesungguhnya telah menyandang predikat mulia sebagai “Khalifah” dengan melaksanakan dua tugas utama: Yaitu: menjaga agama (hirasat al-din) dan mengatur dunia (Siyasat al-dun-ya).
Saya bermimpi, kalau saja 20% pemimpin seperti mereka, maka 80% nya akan tunduk dan tidak berani bermain api kekuasaan. Sehingga ekonomi kita menjadi baik, pendidikan kita menjadi berprestasi dan diperhitungkan dunia luar, serta sosial budaya menjadi lebih bermartabat.
D. PENUTUP
Clossing statement saya adalah hanya dengan kembali pada ajaran sajalah yang bisa memperbaiki keadaan Negeri yang sudah terlanjur rusak ini. Maka siapapun dengan jabatan apapun, ber-agama-lah secara otentik, jangan simbolik. Semoga kita bisa!. (http://athohirluth.lecture.ub.ac.id/2014/01/korupsi-oh-koruptor-sebuah-catatan-ringan/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar