ad

Sabtu, 31 Desember 2016

Ada Bangkai Pesut Mengambang di Sungai Mahakam, Pertanda Apakah?

Satu individu pesut mahakam (Orcaella brevirostris) yang hidup di Sungai Mahakam ditemukan mati. Melalui akun media sosial grup warga Samarinda, Kalimantan Timur, seorang netizen mengunggah foto yang memperlihatkan bangkai pesut yang sudah menguning, Rabu (28/12/2016). Dalam keterangannya, bangkai tersebut ditemukan pertama kali mengambang di pinggir sungai kawasan Samarinda seberang yang selanjutnya hanyut mengikuti arus Sungai Mahakam.

Kabar tersebut dibenarkan peneliti dan penasihat ilmiah dari Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI), Danielle Kreb. “Kematian itu benar, namun bangkainya telah hanyut ke hilir,” jelasnya Kamis (29/12/16).
Dijelaskan Danielle, dirinya sudah memerhatikan foto bangkai yang diunggah. Dari kondisinya, tampak ekor dan sirip samping kanan sudah tidak ada. Meski demikian, belum dapat dipastikan apakah benar pesut tersebut mati karena tersangkut renggek atau jaring nelayan di hulu Sungai Mahakam. “Ekor dan sirip satunya sudah tidak ada.”
Danielle menduga, kematian pesut tersebut berasal dari hulu, dan sudah mengalami pembusukan stadium 3 atau 4. Diprediksi, kematian pesut tersebut sudah empat hingga lima hari. “Pesut tidak mati di daerah Samarinda, tapi di kawasan hulu.”



Pesut mahakam yang nasibnya harus diperhatikan. Foto: akun Facebook RASI
Pesut mahakam yang nasibnya harus diperhatikan. Foto: akun Facebook RASI


Dalam penelitian RASI 1995 hingga 2012, ada berbagai ancaman yang membuat populasi pesut berkurang. Rata-rata, setiap tahun ditemukan sekitar empat pesut mati. Ancaman kematian tersebut mulai dari penurunan kualitas habitat, serta polusi suara dari frekuensi tinggi kapal yang melewati daerah inti. Kondisi ini makin lengkap dengan adanya kapal batubara operator kelautan yang bergerak dari hulu melalui habitat lumba-lumba.
Tidak hanya itu, degradasi anak-anak sungai yang dimanfaatkan perusahaan sebagai perlintasan alternatif untuk mengangkut batu bara, menjadi faktor penurunan kualitas hidup pesut. Padahal, anak-anak sungai menjadi tempat paling disukai pesut untuk berkembang biak. Perkebun sawit yang sampai ke rawa-rawa juga membuat tempat hidup pesut semakin sempit. Masalah semakin komplit ketika penangkapan ikan berlebihan dengan listrik, racun, dan rengge yang sejatinya bisa saja mengenai pesut kapan saja. Selain itu, banyaknya sampah di sungai berperan membuat habitat pesut berkurang.
Menurut Danielle, sepanjang 2016, ada lima pesut mahakam yang mati. Padahal, populasinya hanya berkisar 75 hingga 80 individu. Dengan kematian baru ini, ancaman kepunahan pesut Mahakam semakin terlihat. “Ancaman kepunahan semakin nyata, harus ditanggulangi dengan penyadaran masyarakat dan pembuatan zona pelestarian,” tandasnya.


Pesut yang ditemukan mati mengambang diSamarinda seberang daerah Sungai Keledang. Foto: Akun Facebook Rendra Bayu
Pesut yang ditemukan mati mengambang diSamarinda seberang daerah Sungai Keledang. Foto: Akun Facebook Rendra Bayu


Zona Pelestarian
Di tahun 2017, RASI berencana menindaklanjuti usulan tentang pembuatan zona pelestarian pesut di kawasan Kutai Kartanegara (Kukar). Untuk melancarkan rencana tersebut, RASI telah melakukan kampanye kesadaran masyarakat di beberapa zona inti kawasan habitat pesut, terutama untuk tidak membuang sampah di sungai. “Semoga di 2017, usulan pembuatan zona pelestarian habitat pesut terlaksana.”
Diungkapkan Daniella, rencana zonasi tersebut harus segera terwujud, lantaran angka kelahiran pesut kembali diperhitungkan. September 2016, ada tiga bayi pesut yang lahir. Kelahiran yang menjadi kabar bahagia, sebab populasi pesut mahakam  bertambah. “Namun dengan adanya kematian, jumlahnya tetap stabil.”
Angka kelahiran itu sangat berarti, sebab proses penambahan populasi terbilang cukup lama dengan habitat yang menunjang. “Biasanya, ada lima sampai enam bayi pesut yang lahir setiap tahun. Mereka hamil selama 14 bulan. Waktu menyusui 1,5 tahun, sehingga akumulasi untuk memiliki satu anak membutuhkan waktu antara 2 – 3 tahun. Sedangkan waktu perkawinan usia 8 hingga 9 tahun.”
Danielle berharap, usulan zonasi segera disetujui dan pesut-pesut mahakam tidak lagi terancam punah dan kehilangan habitatnya. “Semoga, semua sukses dan kita tetap konsisten menjaga keberadaannya,” pungkasnya. (http://www.mongabay.co.id/2016/12/30/ada-bangkai-pesut-mengambang-di-sungai-mahakam-pertanda-apakah/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar