Banyak
pejabat atau pengusaha yang semula diperiksa KPK sebagai saksi berubah status
menjadi tersangka. Tak terkecuali Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho
dan isterinya Evi Susanti.
================
Setelah menjalani pemeriksaan selama 12 jam di KPK
sebagai saksi dalam kasus penyuapan hakim PTUN Medan dengan tersangka pengacara
M. Yagari Bhastara alias Gerry, akhirnya pada 27 Juli lalu status Gubernur
Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evi Susanti berubah menjadi
tersangka.
Dalam statusnya sebagai saksi dengan tersangka anak
buah OC Kaligis itu, Gatot telah menjalani dua kali pemeriksaan KPK, yakni pada
Rabu tanggal 22 Juli dan Senin tanggal 27 Juli. Sedangkan isterinya Evi Susanti
baru sekali diperiksa, pada hari Senin tanggal 27 Juli. Sebelumnya Gatot dan
isterinya dicegah ke luar negeri.
Kasus suap hakim PTUN Medan ini juga telah menyeret
pengacara kondang O.C. Kaligis sebagai tersangka. Tanggal 14 Juli lalu, KPK
menyatakan O.C. Kaligis sebagai tersangka yang kemudian ditindak-lanjuti dengan
penahanan di Rutan KPK Cabang Pomdam Guntur, Jakarta.
Dari perkembangan yang terus bergulir akhirnya membawa
Gatot sebagai tersangka. "Hasil ekspos (pada rapat pimpinan dan tim
lengkap) progres kasus OTT (operasi tangkap tangan) hakim TUN, maka KPK per
hari ini (Selasa; 28 Juli 2015 –red)
akan menerbitkan sprindik (surat perintah penyidikan) dengan menetapkan
Gubernur Sumut GPN dan ES (istri mudanya) sebagai tersangka," jelas
Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji, Selasa (28/7).
Menurut Indriyanto, penetapan ini berdasarkan dua alat
bukti yang sudah dimiliki lembaga antikorupsi tersebut. "Semua ini
berdasarkan pengembangan dan pendalaman dari pemeriksaan saksi-saksi yang ada,
juga perolehan alat bukti lainnya,"
terang dia.
Gatot dan Evy dijerat Pasal 6 Ayat 1 huruf a dan Pasal
5 ayat 1 huruf a atau huruf b dan atau pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun
1999 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2010 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1
KUHP.
Dimulai
kasus Bansos
Terbongkarnya suap di PTUN Medan dimulai dari kasus
Dana Bantuan Sosial dan Bantuan Daerah Bawahan (BDB) Provinsi Sumatera Utara
tahun anggaran 2012 dan 2013 yang menyeret mantan Kabiro Keuangan Provinsi Sumut
Ahmad Fuad Lubis. Kasus itu disidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Kasus ini sudah diputus bebas di Pengadilan Tinggi
Sumatera Utara. Berbekal putusan PT Sumut, Ahmad Fuad Lubis balik memperkarakan
Kepala Kejaksaan Tinggi atas kasus yang menyeretnya melalui jasa Pengacara M.
Yagari Bhastara alias Gerry dari kantor pengacara O.C. Kaligis.
Ahmad menggugat kewenangan penyelidikan Kejaksaan
Tinggi Sumatera Utara dalam perkara tersebut ke PTUN Medan. Perkara ini
dipegang langsung Ketua PTUN Tripeni Irianto Putro, Hakim Amir Fauzi dan Hakim
Dermawan Ginting. Hasilnya, Ahmad Fuad Lubis diputus menang dalam gugatan di
PTUN.
Rupa-rupanya, putusan Tripeni mencurigakan. Pada Kamis
(9/7), KPK pun melancarkan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Ketua PTUN
Medan Tripeni Irianto Putro, Hakim Amir Fauzi, hakim Dermawan Ginting, panitera
yang juga Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan dan pengacara M. Yagari Bhastara
Guntur. KPK menemukan uang sebesar 15 ribu dolar AS dan 6.000 dolar Singapura
yang diduga berasal dari Gerry sebagai uang suap kepada Ketua PTUN Medan, dua
hakim dan seorang panitera. Dari hasil pemeriksaan terhadap mereka diketahui
bahwa uang itu sebagai bagian dari komitmen uang suap sebesar 30 ribu dolar AS.
Tentang kasus ini, informasi lain menyebutkan bahwa gugatan
Pemprov Sumut ke PTUN Medan dibuat atas nama Kepala Biro Kuangan Ahmad Fuad
Lubis atas perintah Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho.
Disinyalir gugatan itu untuk menyelamatkan nasib Gatot
yang diduga tersangkut kasus dugaan korupsi APBD Sumut tahun 2011, 2012, dan
2013. Sejumlah pejabat Pemprov Sumut pun disebut-sebut ikut terlibat dalam
dugaan korupsi tersebut.
Untuk itu, Gatot dan koleganya menyewa jasa Otto
Cornelis Kaligis sebagai pengacara untuk menangani perkara tersebut. Dalam
proses gugatan itu, Pemprov Sumut kabarnya membutuhkan dana yang cukup banyak.
Termasuk dana yang dimaksudkan untuk mengkondisikan Hakim PTUN Medan agar
mengabulkan gugatan Pemprov Sumut.
Untuk memenuhi kebutuhan itu, dana dikumpulkan dari
sejumlah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dikoordinir oleh Tim
TAPD Pemprov Sumut. Sampai akhirnya gugatan Pemprov Sumut dikabulkan Hakim PTUN
Medan dengan Nomor: 25/G/2015/PTUN-Medan, yang diberikan kepada Kuasa Penggugat
(Pemprov Sumut) O.C. Kaligis, Rico Pandeirot, Julius Irwansyah, Yagari Bhastara,
Guntur, Anis Rifal, dan R. Andika.
Keterlibatan Gatot dan istrinya pun sebenarnya sudah
diendus KPK usai menangkap tangan tiga hakim PTUN Medan, satu panitera dan
seorang anak buah OC Kaligis. Tak sampai di situ, informasi pun mencuat kalau
inisiator penyuapan kepada hakim PTUN itu adalah Gatot.
Menyusul kemudian penyidik KPK langsung melakukan
penggeledahan di kantor Gatot usai menangkap tangan para tersangka. Usai
menggeledah, KPK juga melayangkan surat pencegahan ke luar negeri kepada Gatot.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan segera
memeriksa Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evi
Susanti dalam kapasitasnya sebagai tersangka.
"Sampai saat ini GPN (Gatot Pujo Nugroho) dan ES
(Evi Susanti) belum diperiksa sebagai tersangka. Kemungkinan pekan ini, kalau
tidak pekan depan," ujar pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua KPK, Johan Budi,
pertengahan pekan lalu.
Mengenai rencana penahanan terhadap keduanya, jelas
Johan, sangat tergantung alasan subyektif dan obyektif penyidik KPK. "Yang
harus segera kami lakukan adalah memeriksa yang bersangkutan sebagai tersangka.
Kalau menurut subjektivitas penyidik perlu penahanan maka segera dilakukan
penahanan," terangnya. (*)
Jubir
PKS: Itu Bukan Kasus PKS
Keberadaan dan sepak terjang Gatot Pujo Nugroho tentu
tidak bisa dilepaskan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) selaku partai
pengusung saat dirinya maju sebagai calon Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018.
Kendati begitu, status Gatot yang kini dijadikan tersangka kasus suap hakim
PTUN Medan tidak serta merta terkait dengan kelembagaan PKS.
PKS pun tampak sangat hati-hati menanggapi perkembangan
kasus yang menimpa salah seorang kadernya tersebut. "PKS mendukung
penegakan hukum. Tentu dengan cara profesional dan adil. Pengadilan nanti yang
akan memutuskan," ujar Juru Bicara DPP PKS Mardani Ali Sera tak lama
setelah KPK menyatakan status Gatot berubah dari saksi menjadi tersangka.
Menurut Mardani, kasus yang dialami Gatot sebenarnya
murni karena dia dalam kapasitasnya sebagai pejabat publik. Sebab itu, dia
meminta kepada pihak lain untuk tidak mengkait-kaitkan kasus Gatot dengan
partai PKS.
"Semua pejabat publik PKS kebijakannya lepas dari
semua jabatan struktural. Dan sekali lagi, itu bukan kasus PKS," tegas
Mardani.
Dia juga memastikan bahwa penetapan tersangka Gatot
tidak akan mempengaruhi langkah politik PKS di Pilkada, khususnya di Sumut
sebagai basis suara partai yang diketuai Anis Matta itu. "Masyarakat kian
cerdas. PKS kuat di kader yang mengakar di masyarakat," tukasnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar