Korupsi memang cukup mustahil hanya dilakukan seorang diri alias pelaku
tunggal. Tindakan korupsi selalu melibatkan dan menyeret banyak orang.
Setelah
menyeret tiga orang tersangka, penyidik kasus tindak pidana pencucian uang
(TPPU) terkait korupsi yang dilakukan oleh PT TPPI dalam penjualan kondesat
milik SKK Migas (dulu BP Migas) segera membidik satu orang tersangka lagi. Begitulah
hasil koordinasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan penyidik Direktorat
Tindak Pidana EKonomi Khusus (Tipeksus) Bareskrim Polri baru-baru ini. Sayangnya,
Bareskrim belum mau terbuka ihwal siapa dan dari instansi mana sosok tersangka
baru kasus yang merugikan Negara sekitar Rp1,2 triliun itu.
"Ada
perkembangan baru dari BPK saat kami (penyidik) koordinasi, rupanya tidak hanya
tiga tersangka. Karena menurut pemeriksaan mereka (BPK), ada (pelaku) yang
lain," ujar Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Victor Edison
Simanjuntak kepada pers di Mabes Polri, pertengahan pekan lalu.
Penyidik,
lanjut Victor, terus berkoordinasi dengan BPK terkait temuan informasi tentang pelaku
baru itu. "Sekarang mereka (penyidik dan BPK) sedang bekerja, kita tunggu
saja perkembangannya," ujar Victor.
Terkait
siapa orang yang berpotensi menjadi tersangka baru yang dimaksud, Victor belum
mau mengungkapkannya. Dia juga bungkam ketika ditanya dari unsur mana orang
yang dibidik menjadi tersangka baru tersebut, apakah pejabat pemerintahan atau
unsur swasta. Victor melanjutkan, informasi terkait adanya pelaku lain itu
tidak mesti diusut saat ini dan disatukan ke dalam berkas yang sama dengan tiga
tersangka sebelumnya. Bisa saja, pelaku lain ini akan dibuatkan berkas baru.
"Kita
fokuskan dulu pemberkasan yang ada saat ini, yaitu berkas perkara korupsi
dengan tiga tersangka. Mungkin baru kita usut pelaku yang lain. Supaya kita tak
dikira main-main dalam kasus ini," tutur Victor.
Berkas
perkara untuk tiga tersangka pertama itu sendiri menunggu hasil audit kerugian
negara dari BPK. Jika sudah ada hasil audit, berkas itu segera dilimpahkan ke
Kejaksaan Agung. Bareskrim mengusut perkara dugaan korupsi lewat penjualan
kondensat. Dugaan Korupsi itu melibatkan PT TPPI, BP Migas (sekarang berubah
menjadi SKK Migas) dan Kementerian ESDM.
Penyidik
menemukan sejumlah dugaan tindak pidana, yakni penunjukan langsung PT TPPI oleh
BP Migas untuk menjual kondensat. Penyidik menemukan pula bahwa kendati kontrak
kerjasama BP Migas dengan PT TPPI ditanda-tangani Maret 2009, namun PT TPPI
sudah menerima kondensat dari BP Migas sejak Januari 2009 untuk dijual.
Selain
itu, PT TPPI juga diduga tidak menyerahkan hasil penjualan kondensat ke kas
negara. Penyidik menduga TPPI menjadi mitra penjualan kondensat BP Migas tanpa
dipayungi kontrak. Setelah satu tahun jual beli berjalan, BP Migas malah
menunjuk perusahaan itu secara langsung dengan menyalahi prosedur.
Selain
itu, diketahui pula TPPI berada dalam kondisi keuangan tidak sehat pada kala
itu. Karenanya, perusahaan tersebut tidak layak dijadikan mitra dan gagal
membayar utangnya sehingga terjadi kerugian negara. Dan penyidik pun telah
menetapkan tiga orang tersangka, masing-masing mantan Kepala BP Migas Raden
Priyono, Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, dan pemilik lama PT TPPI Honggo
Wendratmo.
Jemput paksa
Mengenai
tersangka Raden Priyono, dua pekan lalu Penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes
Polri kembali mengagendakan kembali pemeriksaan terhadap Raden Priyono sebagai
tersangka. "Dijadwalkan hari ini RP (Raden Priyono) diperiksa," kata
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigadir Jenderal Viktor Simanjuntak,
Kamis (13/8).
Meski
surat pemanggilan sudah dilayangkan, ketika itu Viktor mengaku belum
mendapatkan konfirmasi apakah Priyono akan datang atau tidak.
Viktor
mengancam akan menjemput paksa Priyono jika memang dia tak juga memenuhi
panggilan penyidik untuk hadiri di Bareskrim Polri.
"Bisa
upaya paksa, kami tidak main-main," ujarnya.
Panggilan
terhadap Raden Priyono pada pertengahan Agustus itu merupakan panggilan ketiga.
Pada panggilan pertama, Selasa (28/7) Priyono tidak memenuhi panggilan penyidik
dengan alasan masih mudik Lebaran.
Kemudian
panggilan kedua pun dilayangkan untuk jadwal pemeriksaan Rabu (5/8) pekan pertama
Agustus. Kali ini, Priyono memenuhi panggilan penyidik tapi tidak menjalani
pemeriksaan.
Pemeriksaan
terhadap Priyono saat itu urung dilakukan lantaran yang bersangkutan mengaku
menderita penyakit wasir, tidak bisa duduk berlama-lama.
Dalam
kasus ini, selain Priyono, penyidik telah menetapkan dua tersangka lain,
masing-masing bekas Deputi Finansial BP Migas Djoko Harsono dan pemilik lama PT
Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), Honggo Wendratno.
Tentang
tersangka Honggo Wendratmo, Mabes Polri mengancam akan memasukkan pemilik lama
PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Honggo Wendratno dalam daftar
pencarian orang (DPO). Tersangka kasus korupsi kondensat ini akan dimasukkan
dalam daftar buron jika hingga persidangan dia tak juga pulang ke Indonesia.
Brigadir
Jenderal Victor Simanjuntak menjelaskan bahwa penyidik Bareskrim Polri terus
berupaya semaksimal mungkin untuk memulangkan Honggo yang kini berada di
Singapura itu. "Kami akan proses DPO, terus red notice. Kemungkinan
itu bisa saja kalau saat persidangan dia tidak juga hadir," kata Victor di
Mabes Polri, awal Agustus lalu.
Walau
begitu, langkah memasukkan tersangka ke daftar DPO tidak bisa serta-merta
dilakukan. Victor menerangkan, tersangka baru dapat dimasukkan ke dalam DPO
setelah dua kali tidak menghadiri persidangan.
Victor
menilai ketidak-hadiran Honggo dalam persidangan nanti tidak menjadi masalah.
Proses peradilan menurutnya bisa saja dilakukan secara in absentia. Artinya,
pemeriksaan di pengadilan dilangsungkan tanpa kehadiran terdakwa. Hal ini
diatur dalam Pasal 196 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Saat
ini penyidik mesti bertandang ke Singapura untuk memeriksa Honggo. Meski tidak
bisa kembali ke Indonesia, Victor menyebut tersangka kooperatif selama
pemeriksaan.
"Pemeriksaan
yang lalu banyak menjelaskan, termasuk bagaimana saham dia. Dijelaskan, kalau
itu dibeli siapapun, utang-utangnya bisa dibayar," kata Victor.
Kendati
demikian, Victor memastikan proses pidana tetap berjalan. Hanya saja, yang
menjadi masalah adalah hakim mungkin mempertimbangkan untuk meringankan hukuman
Honggo.
Pelimpahan
berkas perkara korupsi kondensat ini ke Kejaksaan masih menunggu perhitungan
BPK. "Bukan korupsi namanya kalau tidak ada kerugian negara. Jadi saya
putuskan, besok (Jumat, 21/8) berkas korupsi mereka saya serahkan ke Kejaksaan
sambil menunggu kerugian negara yang disusulkan," tegas Brigjen Victor
kepada pers, Kamis (20/8).
Sebelumnya,
Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, sulitnya membawa pulang
tersangka ini akan dibicarakan dengan Kepolisian Singapura dalam forum
ASEANAPOL ke-35 yang berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta, awal Agustus lalu.
"Ini kan kedekatan kita, komunikasi dalam kerjasama," ujar Badrotin
di sela-sela forum tersebut, Selasa (4/8).
Namun
begitu, kata Badrotin, Polri menghormati sistem hukum yang berlaku di negara
lain, termasuk Singapura. "Negara kan punya sistem hukum
masing-masing," katanya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar