Tantangan Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla di bidang hukum sangat berat.
Apalagi saat ini terdapat 168 undang-undang (UU) saling bertabrakan atau tumpang tindih dan 600 peraturan daerah (perda) yang bertentangan dengan UU.
Silang sengkarut peraturan perundang-undangan tersebut membuat pemerintah bingung harus dimulai dari mana penegakan hukum dilakukan.
Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI), Ganjar Laksmana, penegakan hukum dimulai dari semua lini, tetapi yang utama dari kepolisian.
“Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi pertama-tama dimulai dari polisinya,” kata Ganjar dalam Dialog Kenegaraan bertema ‘Tantangan Pemerintahan Jokowi-JK” di Jakarta, Rabu (27/8).
Ganjar menjelaskan, isu utama dalam penegakan hukum adalah korupsi. Karena itu, prioritas pembenahan adalah polisi.
“Kenapa polisi? Karena pintu gerbang sistem peradilan atau justice system adalah kepolisian. Dia berada di gerbang paling depan dalam pemberantasan korupsi,” kata Ganjar.
Kalau prioritasnya polisi, lanjut Ganjar, pertanyaannya, mulainya dari mana? “Dari Polantas,” katanya.
Kenapa Polantas? Karena Polantas adalah wajah sesungguhnya polri yang mudah dilihat masyarakat. Kalau satu orang ditilang di jalan, seribu mata melihat peristiwa itu. Mereka menyaksikan proses penilangan.
“Berbeda kalau hakim atau jaksa nakal yang korupsi, mereka lakukan empat mata di ruangan tertutup. Tetapi Polantas tidak, lokasinya di jalan raya yang mudah dilihat ribuan mata. Maka, ketika Polantas memeras pengendara, orang akan dengan muda menilai polisi korupsi,” katanya.
Kalau Polantas diberesi, kata Ganjar, ada dua keuntungan yang didapat. Pertama, kemacetan bisa teratasi. Pengendara tidak berani mengendara kalau tidak punya surat izin mengemudi (SIM), karena polisi tidak bisa dibayar.
Kedua, kecelakaan akan berkurang. “Ini tantangan Jokowi dan JK untuk membenahi masalah hukum dengan dimulai dari Polantas,” katanya. [http://www.suarapembaruan.com/]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar