Gedung Kejaksaan Agung (ari saputra/detikcom)
Meski harus tekor karena dana dari negara cekak, jaksa terus mengungkap kasus-kasus korupsi di pedalaman Kaliantan Timur (Kaltim). Berbagai cara disiasati untuk bersidang di ibukota provinsi untuk menghemat biaya seperti menginap di rumah mertua."Ini rekor Pak. Hanya dalam 4 bulan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sangatta mengeluarkan 7 surat perintah penyidikan perkara korupsi," ujar seorang jaksa di Kejari Sangatta seperti dikutip detikcom dari website Kejari Sangatta, Selasa (5/8/2014).
Kejari Sangatta merupakan kejari Kutai Timur, Kaltim. Kabupaten Kutai Timur merupakan salah satu wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten Kutai pada 1999. Sarana transportasi tercepat menuju kabupaten ini lewat udara dengan bandar udara perintis milik PT Kalim Prima Coal.
Kasus korupsi dengan tersangka Sukarni Joyo adalah perkara ketujuh. Empat perkara lainnya merupakan sisa penyelidikan tahun sebelumnya. Tiga perkara baru merupakan hasil penyelidikan intelijen. Sementara dari penyidikan polisi, Kejari Sangatta menerima 2 berkas kasus.
Melonjaknya perkara korupsi yang ditangani Kejari Sangatta itu berbuah apresiasi masyakarat Kutai Timur. Tetapi di sisi lain, ternyata menimbulkan 'kecemasan' bagi jaksa-jaksa yang ditunjuk sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU). Apa pasal?
"Ternyata para jaksa takut 'tekor' karena mengingat dana anggaran penanganan perkara korupsi sangat terbatas," kisahnya.
Dalam setahun, tiap kejari di Indonesia diberi anggaran penanganan perkara 3 kasus. Per kasus hanya diberikan anggaran Rp 27 juta yang digunakan untuk biaya pelimpahan berkas, proses sidang, mendatangkan saksi, mendatangkan saksi ahli sampai eksekusi. Cukup?
"Pasti tidak cukup," tuturnya
Itu yang menjadi kecemasan para jaksa yang ditunjuk sebagai JPU. Karena berdasarkan pengalaman, 2 perkara korupsi dari Kejari Sangatta yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Samarinda, anggaran tersebut tidak cukup. Apalagi sekarang tidak ada lagi honor sidang buat jaksa pasca remunerasi.
"Meski mereka 'kecemasan' kehabisan uang anggaran, mereka tidak pernah berpikir demo. Apalagi mengajak mogok kerja. Meniru hal yang pernah dilakukan beberapa hakim yang menuntut kenaikan gaji beberapa waktu lalu," kisahnya.
Padahal tugas jaksa lebih berat. Kalau hakim hanya butuh energi menyidangkan, sedangkan jaksa disamping menyidangkan harus berkewajiban mendatangkan saksi, barang bukti sampai eksekusi.
Benarkah tidak cukup? Mari kita hitung. Pertama untuk menghadirkan saksi yang tidak mau hadir karena tidak ada biaya. Seperti saat JPU harus menghadirkan mantan Kepala Desa Sepakat, Kecamatan Sandaran.
Untuk datang ke Samarinda, ia harus menyeberang 3 jam dengan speed boat sewaan -- karena tidak ada speed boat reguler -- pulang pergi ditambah biaya BBM-nya saja Rp 8 juta. Belum ongkosnya dari pelabuhan ke pengadilan.
Apalagi kalau sidang mendapat giliran terakhir sampai jam 23.00 WITA. Para saksi akan minta menginap. JPU pernah memohon kepada hakim supaya keterangan saksi dibacakan, tapi ditolak hakim. Untuk perjalanan darat, uang rental mobil dan bensin Rp 1,5 juta, uang menginap di hotel Rp 550 ribu dan uang makan 4 jaksa Rp 425 ribu.
Itu yang menjadi kecemasan para jaksa yang ditunjuk sebagai JPU. Karena berdasarkan pengalaman, 2 perkara korupsi dari Kejari Sangatta yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Samarinda, anggaran tersebut tidak cukup. Apalagi sekarang tidak ada lagi honor sidang buat jaksa pasca remunerasi.
"Meski mereka 'kecemasan' kehabisan uang anggaran, mereka tidak pernah berpikir demo. Apalagi mengajak mogok kerja. Meniru hal yang pernah dilakukan beberapa hakim yang menuntut kenaikan gaji beberapa waktu lalu," kisahnya.
Padahal tugas jaksa lebih berat. Kalau hakim hanya butuh energi menyidangkan, sedangkan jaksa disamping menyidangkan harus berkewajiban mendatangkan saksi, barang bukti sampai eksekusi.
Benarkah tidak cukup? Mari kita hitung. Pertama untuk menghadirkan saksi yang tidak mau hadir karena tidak ada biaya. Seperti saat JPU harus menghadirkan mantan Kepala Desa Sepakat, Kecamatan Sandaran.
Untuk datang ke Samarinda, ia harus menyeberang 3 jam dengan speed boat sewaan -- karena tidak ada speed boat reguler -- pulang pergi ditambah biaya BBM-nya saja Rp 8 juta. Belum ongkosnya dari pelabuhan ke pengadilan.
Apalagi kalau sidang mendapat giliran terakhir sampai jam 23.00 WITA. Para saksi akan minta menginap. JPU pernah memohon kepada hakim supaya keterangan saksi dibacakan, tapi ditolak hakim. Untuk perjalanan darat, uang rental mobil dan bensin Rp 1,5 juta, uang menginap di hotel Rp 550 ribu dan uang makan 4 jaksa Rp 425 ribu.
"Pasti tidak itu cukup. Terutama makan sehari plus setengah hari, berarti 5 kali makan kali 4 orang. Ini Kaltim, Bung. Makan paling murah Rp 20 ribu. Minum sudah nggak ada lagi Rp 5 ribu. Lebih mahal dibanding Jawa. Tapi itulah memang anggaran yang tersedia," ujarnya.
Untuk menyiasatinya, tim kejaksaan memilih menginap di sebuah rumah mertua salah satu JPU. Lantas biaya carter mobil ditiadakan dengan menggunakan mobil dinas sehingga hanya biaya hanya untuk beli bensin. Masalah selesai?
"Tapi ini pun belakangan tidak luput dari masalah. Adanya ketentuan pelat merah harus isi pertamax, memusingkan juga," pungkasnya.
"Itulah risiko terlalu bersemangat melakukan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. Ingin prestasi dan mau kerja ekstra ternyata juga dihantui keterbatasan dana. Kalau tidak bisa berhemat malah tekor. Singkat kata, hidup adalah pilihan. Pilih rekor atau tekor?" pungkasnya. (dari: news.detik.com)
Untuk menyiasatinya, tim kejaksaan memilih menginap di sebuah rumah mertua salah satu JPU. Lantas biaya carter mobil ditiadakan dengan menggunakan mobil dinas sehingga hanya biaya hanya untuk beli bensin. Masalah selesai?
"Tapi ini pun belakangan tidak luput dari masalah. Adanya ketentuan pelat merah harus isi pertamax, memusingkan juga," pungkasnya.
"Itulah risiko terlalu bersemangat melakukan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. Ingin prestasi dan mau kerja ekstra ternyata juga dihantui keterbatasan dana. Kalau tidak bisa berhemat malah tekor. Singkat kata, hidup adalah pilihan. Pilih rekor atau tekor?" pungkasnya. (dari: news.detik.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar