Masyarakat Rengat mulai geram akibat ulah sejumlah pembalakan liar yang terus beraktivitas di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau hingga merusak kawasan hutan negara yang berimbas kepada kesengsaraan masyarakat.
"Kami akan telusuri dan melaporkan tindakan perusak hutan tersebut jika suda lengkap datanya," kata Gandamora DPP Indenpenden Pembawa Suara Pemberantasan Korupsi Kolusi Kriminal-ekonomi (IPSPK3) RI di Rengat, seperti dikutip dari Antara, Senin (21/7).
Gandamora mengatakan, akibat pembalakan liar dan usaha bermoduskan pembukaan lahan perkebunan sawit di sejumlah tempat di Kabupaten Indragiri Hulu akan merugikan daerah dan merusak lingkungan yang berdampak kepada kesengsaraan masyarakat.
Karena itu diharapkan pembalakan liar (pencurian kayu) yang merusak dan merubah fungsi hutan negara itu masuk kerugian negara, pelakunya perlu dikenakan pidana korupsi sehingga daerah ini dapat bebas dari pengusaha ilegal tersebut.
"Contohnya, lahan hutan negara seluas 1.400 hektar masuk pada dua wilayah (Desa Anak Talang dan Desa Kepayang Sari), Kecamatan Batangcenaku Kabupaten Indragiri Hulu ingin dijadikan kebun kelapa sawit oleh masyarakat desa bermitera dengan PT Tasma Puja (PJ) jelas merugikan daerah," sebutnya.
Menurut Ganda, aparat hukum harus memberikan tindakan tegas terhadap pelaku, karena pihak hakim pengadilan dan Kejaksaan mengaitkan itu masalah teknis dan administratif, seharusnya tidak, karena jelas ada harta negara yang dirampas dan indikasi ingin dihilangkan dan dirubah fungsi.
"Kalau status hutan negara (HPT, HTI dan hutan yang dilindungi) tentu harus ada persetujuan Menhut terlebih dahulu, aneh saja, saat sekarang ini masih ada perusahaan yang dibiarkan membabat kawasan hutan yang dilindungi, namun terkesan terjadinya pembiaran tanpa ada suatu tindakan tegas dari instansi yang berwenang," ulasnya.
Dijelaskannya, semua kayu di hutan negara adalah aset negara, sehingga ketika itu diambil dengan tidak sah, merusak atau menduduki serta merubah fungsi maka kasusnya harus ditangani pidana korupsi.
"Saya berharap, keinginan sekelompok orang untuk merubah dari hutan negara menjadi perkebunan rakyat dalam program pengurusan RT/RW ingin dijadikan plasma, jangan dikabulkan oleh Menhut," harapnya.
Masyarakat Peduli Rakyat Berwawasan Nasional (MPR Ber-Nas) Hatta Munir menilai, jika program pembangunan pembukaan kebun kelapa sawit itu untuk kepentingan rakyat banyak tidak ada salahnya pemerintah membantu penyelesaiannya, baik dokumen administrasinya maupun keamanannya.
"Jika terlihat adanya kepentingan sekelompok orang lebih baik digagalkan saja," ucapnya. (www.merdeka.com)
"Kami akan telusuri dan melaporkan tindakan perusak hutan tersebut jika suda lengkap datanya," kata Gandamora DPP Indenpenden Pembawa Suara Pemberantasan Korupsi Kolusi Kriminal-ekonomi (IPSPK3) RI di Rengat, seperti dikutip dari Antara, Senin (21/7).
Gandamora mengatakan, akibat pembalakan liar dan usaha bermoduskan pembukaan lahan perkebunan sawit di sejumlah tempat di Kabupaten Indragiri Hulu akan merugikan daerah dan merusak lingkungan yang berdampak kepada kesengsaraan masyarakat.
Karena itu diharapkan pembalakan liar (pencurian kayu) yang merusak dan merubah fungsi hutan negara itu masuk kerugian negara, pelakunya perlu dikenakan pidana korupsi sehingga daerah ini dapat bebas dari pengusaha ilegal tersebut.
"Contohnya, lahan hutan negara seluas 1.400 hektar masuk pada dua wilayah (Desa Anak Talang dan Desa Kepayang Sari), Kecamatan Batangcenaku Kabupaten Indragiri Hulu ingin dijadikan kebun kelapa sawit oleh masyarakat desa bermitera dengan PT Tasma Puja (PJ) jelas merugikan daerah," sebutnya.
Menurut Ganda, aparat hukum harus memberikan tindakan tegas terhadap pelaku, karena pihak hakim pengadilan dan Kejaksaan mengaitkan itu masalah teknis dan administratif, seharusnya tidak, karena jelas ada harta negara yang dirampas dan indikasi ingin dihilangkan dan dirubah fungsi.
"Kalau status hutan negara (HPT, HTI dan hutan yang dilindungi) tentu harus ada persetujuan Menhut terlebih dahulu, aneh saja, saat sekarang ini masih ada perusahaan yang dibiarkan membabat kawasan hutan yang dilindungi, namun terkesan terjadinya pembiaran tanpa ada suatu tindakan tegas dari instansi yang berwenang," ulasnya.
Dijelaskannya, semua kayu di hutan negara adalah aset negara, sehingga ketika itu diambil dengan tidak sah, merusak atau menduduki serta merubah fungsi maka kasusnya harus ditangani pidana korupsi.
"Saya berharap, keinginan sekelompok orang untuk merubah dari hutan negara menjadi perkebunan rakyat dalam program pengurusan RT/RW ingin dijadikan plasma, jangan dikabulkan oleh Menhut," harapnya.
Masyarakat Peduli Rakyat Berwawasan Nasional (MPR Ber-Nas) Hatta Munir menilai, jika program pembangunan pembukaan kebun kelapa sawit itu untuk kepentingan rakyat banyak tidak ada salahnya pemerintah membantu penyelesaiannya, baik dokumen administrasinya maupun keamanannya.
"Jika terlihat adanya kepentingan sekelompok orang lebih baik digagalkan saja," ucapnya. (www.merdeka.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar