ILMU
pengetahuan, dalam proses perkembangannya, tidak pernah terlepas dari aktivitas
penelitian. Cukup mustahil kiranya ilmu pengetahuan dapat berkembang tanpa
adanya kegiatan penelitian dengan segenap bentuk da metodologinya. Melalui
penelitian akan mampu ditemukan atau dibangun teori baru dan pengguguran teori
lama, serta hal-hal baru lainnya. tanpa adanya pembaruan dan penemuan baru,
ilmu pengetahuan akan mengalami kemandekan. Pernyataan-pernyataan tersebut
tidak hanya berlaku bagi disiplin ilmu yang tergolong eksak namun juga
non-eksak, bahkan ilmu-ilmu humaniora.
Perkembangan suatu disiplin ilmu sangat dipengaruhi oleh hakekat
apa yang dijaki, cara mendapatkan pengetahuan yang benar dan nilai kegunaan
ilmu yang bersangkutan. Ketiga faktor tersebut dapat menjadi penghambat dan
juga pendorong perkembangan ke arah kemajuan ilmu pengetahuan. Bagi disiplin ilmu
eksakta atau disiplin yang cenderung ke arah penerapan praktis, faktor-faktor
tersebut dapat secara jelas diidentifikasi dan dicarikan jalan keluarnya
bilamana menjadi penghambat.
Sedangkan bagi disiplin non-eksakta dan humaniora atau disiplin
ilmu murni lainnya dirasakan sangat sulit mengidentifikasi ketiga faktor
tersebut. Sehingga, dalam perkembangannya dapat dikatakan sangat jauh
tertinggal dibandingkan kemajuan bidang pengetahuan eksakta (hal ini terlihat
menyolok di negara berkembang seperti Indonesia).
***
KRIMINOLOGI, disiplin
ilmu yang memiliki bidang kajian kejahatan dan permasalahannya, sebagai salah
satu cabang ilmu pengetahuan non-eksakta sampai sekarang masih bergelut dengan
hakekat bidang kajian itu sendiri. Terutama dalam masyarakat kita, disiplin
tersebut sangat jauh tertinggal lantaran masih saja bergelut dengan relativitas
konsepsi kejahatan (kriminal) dalam menghadapi kemajemukan masyarakat. Dan,
selanjutnya, menghambat proses pencarian pengetahuan yang benar serta kegunaan
yang diharapkan nyaris tidak terpenuhi.
Sebagaimana kita lihat dalam publikasi hasil-hasil penelitian
–baik lewat terbitan berkala maupun kalangan terbatas—masih relatif minim
kajian permasalahan kejahatan sebagai obyek penelitian. Kalau toh muncul hasil
penelitian kejahatan masih tetap berkisar pada kejahatan konvensional dan
kejahatan tradisional yang lain. Misalkan kajian perspektif kriminologi
terhadap peristiwa bencana alam, penyalahgunaan wewenang para pengelola
perusahaan swasta, kejahatan akademik pada kasus plagiat skripsi.
Masalah-masalah tersebut belum banyak dijamah para kriminolog
atau praktisi yang berkompeten pada masalah kriminal dalam arti seluas-luasnya.
Banyak di antara mereka keasyikan dengan pembahasan kejahatan kekerasan,
korupsi yang selalu melibatkan pegawai negeri sipil, atau kenakalan anak yang
diteropong dari konsepsi Barat. Mengapa bisa demikian, penelitian kriminal
masyarakat ita masih jauh tertinggal dari kemajuan bidang lain. Rupanya banyak
kendala yang dihadapi dalam upaya mengejar ketertinggalan perkembangan
penelitian dengan obyek studi kriminal.
***
SAMPAI sekarang hakekat
dasar kejahatan masih terlampau didominasi dan mengacu pada rumusan-rumusan
hukum positif. Dengan demikian, dalam penelitian masalah kriminal timbul
kesulitan yang meliputi adanya masalah sanksi/hukuman dari hukum pidana yang
ada, banyak data berada di tangan petugas (polisi, jaksa, pengadilan dan
instansi sejenis lainnya) yang tidak mudah ditembus serta ketergantungan
penelitian kriminal terhadap hukum pidana.
Akses sanksi dari hukum pidana menyebabkan bahan penelitian
tertutup bagi orang yang ingin meneliti masalah kriminal. Adanya sanksi
mengakibatkan orang atau tepatnya responden merasa takut memberikan fakta
sebenarnya atas masalah yang hendak diteliti. Mungkinkah seorang responden sudi
menjawab pertanyaan seputar kejahatan yang pernah dilakukan? Menghadapi hal
ini, peneltiti mesti berhati-hati dalam mempergunakan metode yang tepat buat
mencari data yang valid.
Begitu banyaknya data berada di tangan aparat penegak hukum-keadilan
yang sering diklasifikasikan rahasia atau terbatas dengan alasan untuk
melindungi hak-hak orang yang terlibat dalam perkara itu dan perlu tindak
lanjut dari segi keamanan, sulitlah kita untuk memperoleh data yang
bersangkutan. Andaikata berhasil mendapatkan data haruslah melewati beberapa
pintu birokrasi yang amat ketat dan tidak jarang dijadikan ajang kecurigaan. Di
sinilah peneliti mesti pandai-pandai berdalih agar data yang diperlukan dapat
sampai ke tangan.
Kemudian ketergantungan penelitian kriminal pada hukum pidana
membawa efek kekaburan permasalahan yang akan diteliti. Masalah kriminal yang
erat kaitannya dengan tafsiran hukum pidana menjadi sangat luas tergantung
siapa yang menafsirkan. Dengan demikian akan lebih banyak ditentukan oleh
aparat penegak hukum-keadilan yang berhubungan dengan politik dan kebijakan
kriminal yang diterapkan.
Acapkali permasalahan yang dirumuskan peneliti tidak sejalan
dengan politik dan kebijakan kriminal yang ada, akibatnya rancangan penelitian
yang dibuat tidak sinkron dengan data lapangan yang tersedia. Ketidak-sinkronan
antara rancangan dan data lapangan yang ada memang merupakan masalah yang biasa
muncul dalam penelitian sosial namun kalau terlalu jauh melenceng jelas akan
menghasilkan pengetahuan yang jauh dari kebenaran dan sulit
dipertanggung-jawabkan.
***
KENDALA penelitian
kriminal selanjutnya adalah bias atau prasangka yang ada pada diri peneliti.
Haris disadari bahwa masalah kriminal yang diteliti merupakan masalah yang
dianggap “tidak baik” oleh sebagian besar warga masyarakat. ada suatu akibat
“tidak baik”, kecenderungan sementara yang hidup sebagian besar warga
masyarakat –baik peneliti maupunawam—akan mencari sebab dari hal yang “tidak
baik” tersebut. Akankah demikian selamanya? Sangat riskan bila ada seorang ahli
berasumsi bahwa penyalah-gunaan wewenang (korupsi) disebabkan semakin
meningkatnya kesejahteraan rakyat. Asumsi yang ada cenderung melihat bahwa
korupsi sebagai akibat adanya gejala kerusakan mental yang mendera sejumlah
oknum pejabat.
Biasanya prasangkapeneliti dipengaruhi oleh pandangan hidupnya. Pandangan
hidup ini terkadang, bahkan sering, membawa seorang peneliti kriminal cenderung
bertindak sebagai “pembaharu sosial atau kepenjaraan”, bukan sebagai penelitian
yang berada di luar obyek. Sehingga, apa yang disimpulkan pun cenderung
bersifat praktis ibarat obat yang diberikan seorang dokter buat penyembuhan
seorang pasien. Padahal, selama manusia masih bermasyarakat maka selama itu pula
kejahatan akan senantiasa ada.
Disadari bahwa penyelesaian masalah kejahatan menyangkut aspek
keberadaan manusia secara menyeluruh. Hal ini mengakibatkan para peneliti sulit
mengambil keputusan atau kesimpulan sesuai dengan prosedur yang harus
dilakukan, karena dapat merampas hak orang lain sebagai warga masyarakat. Mau
tidak mau penelitian kriminal berurusan dengan pikiran dan gagasan yang
bersifat humanitary seperti
pembentukan sistem hukum yang cocok untuk masyarakat tertentu, atau pembentukan
sistem kepenjaraan yang manusiawi.
***
SEBAGAIMANA kita
ketahui dalam perkembangan dunia penelitian masyarakat kita masih menghadapi
permasalahan kekurangan dana dan tenaga peneliti ahli. Banyak penelitian
masyarakat –terutama penelitian sosial—bernaung di bawah panji lembaga
pendidikan. Sedangkan dana penelitian dari lembaga pendidikan sangat terbatas
jumlahnya sehingga jarang yang sudi terjun ke dunia penelitian. Akibatnya
terjadi kekurangan tenaga peneliti dan waktu penelitian relatif sempit.
Upaya pemecahan masalah ini dilakukan melalui jalinan kerjasama
dengan sponsor, baik swasta maupun pemerintah. Tapi langkah ini dapat
mengundang bahaya bagi penelitian kriminal, lantaran desakan sponsor terhadap
masalah yang harus diteliti maka peneliti sulit berdiri netral atau membuat
kesimpulan yang andal dan mampu mendorong orang lain untuk lebih mengembangkan
daya-pikirnya. Tidak sedikit permasalahan yang diajukan para sponsor merupakan
permasalahan yang sebenarnya kurang memberi kontribusi bagi perkembangan suatu
disiplin ilmu, diadakan semata-mata buat pengisi kekosongan penelitian. Dan
praktis diisplin ilmu yang bersangkutan mengalami kemandekan.
Bahaya lain dari kerjasama dengan sponsor adalah
ketidak-sanggupan penelitian kriminal memisahkan diri dari keinginannya sebagai
“pembaharu sosial atau kepenjaraan’. Ketidak-sanggupan ini akan mengakibatkan
munculnya kecenderungan peneliti memberikan kesimpulan praktis dan generalisasi
yang berlebihan. Kendati tidak bisa
diingkari bahwa penelitian kriminal harus berhadapan dengan masalah pengurangan
angka kriminal dan penyempurnaan pembinaan terpidana dan bekas terpindana dalam
masyarakat luas. Harus ke mana sebenarnya arah penelitian kriminal. Demi
kemajuan disiplin ilmu ataukah melayani kepentingan sponsir?
Saat ini kejahatan dan kriminal telah berkembang sangat modern
seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Pemecahan permasalahan kriminal
tidak dapat dibebankan ke pundak praktisi penegak hukum-keadilan, telah saatnya
ilmuwan kriminal yang ilmu terkait lainnya memberikan kontribusinya melalui
hasil-hasil penelitian yang obyektif, sahih, valid dan andal. Dengan begitu
ilmu akan berkembang dan masyarakat merasakan kemanfaatannya. Semoga. (Budi Nugroho)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar