ad

Tampilkan postingan dengan label MAHKAMAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MAHKAMAH. Tampilkan semua postingan

Jumat, 03 Juni 2016

KPK Periksa Enam Saksi Kasus Suap Hakim Tipikor Bengkulu

Ilustrasi (Okezone)

Ilustrasi (Okezone)
 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa enam saksi terkait kasus dugaan‎ suap hakim tindak pidana korupsi (tipikor) yang menangani perkara korupsi honor pembina RSUD M Yunus, Bengkulu.
Mereka adalah Nurman Soehardi dari pihak swasta; Panitera PN Tipikor Bengkulu, Zailani Syihab; PNS UPPP Kabupaten Bengkulu Tengah,‎ Febi Irwansyah; Ketua PN Tipikor Bengkulu, Encep Yuliadi; Hakim Tipikor PN Bengkulu,‎ Siti Insirah; ‎dan mantan Kabag Keuangan RSUD M Yunus Bengkulu,‎ Safri.
Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati menjelaskan‎, keenamnya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka
mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD M Yunus, Edi Santoni (ES). "Keenamnya diperiksa sebagai saksi dari tersangka ‎ES," kata Yuyuk, Kamis (2/6/2016).
Keenam saksi yang diperiksa diduga mengetahui banyak soal kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi honor pembina RSUD M Yunus. KPK sendiri telah menangkap lima orang dan semuanya dijadikan tersangka dalam kasus ini.
‎Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kepahiang, Bengkulu, Janner Purba; Hakim Ad Hoc, Toton; Panitera PN Bengkulu, Badarudin Bachsin; mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD M Yunus Bengkulu, Edi Santoni; serta mantan Kabag Keuangan RSUD M Yunus, Safri Safei.
Kelimanya sudah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di KPK pada dua hari lalu.
(http://news.okezone.com/)

Jumat, 27 Mei 2016

Sebagai Wakil Tuhan, Standarisasi Hakim Agung Harus Tinggi

Indonesia masih lemah dalam sistem reformasi peradilan.
Sebagai Wakil Tuhan, Standarisasi Hakim Agung Harus Tinggi
Diskusi Dialegtika Demokrasi dengan tema Lembaga Peradilan di Pusaran Korupsi
 Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP Arsul Sani dalam diskusi Dialegtika Demokrasi dengan tema "Lembaga Peradilan di Pusaran Korupsi" mengatakan, Indonesia masih lemah dalam sistem reformasi peradilan.
"Negara yang peradilannya jauh lebih baik itu Ukraina. Sebab disana reformasi peradilannya jauh lebih berhasil dibandingkan reformasi politiknya. Di Ukraina mereka benar-benar memperhatikan sistem peradilan," ujarnya di Media Center DPR RI, Kamis 26 Mei 2016.
Ia menjelaskan, saat ini yang kita alami di Indonesia upaya peradilan itu baru di bagian tertentu dilakukan oleh peradilan.
"Upaya peradilan itu bukan sama sekali tidak dilakukan, saya melihat bahwa di bagian tertentu dari cetak biru dilakukan oleh peradilan. Sistem administrasi bidang peradilannya oke, tapi reformasi baru sebatas administrasi terkait pelayanan publik. Dari sisi kultural belum berhasil di reformasi," ujar Politisi PPP ini.
Ia menjelaskan, di Mahkamah Agung  reformasi kultural sangat lemah sekali.
"Kalau kita di DPR sendiri, kita dilihat anggota DPR sebagai mahkamah yang memecat anggotanya sering terjadi. Hakim Agung yang ketahuan makan malam dengan orang yang akan disidangkan jarang kita lihat di non aktifkan. Itu yang belum kita lihat, malah dibela. Selama ini baru pindah kamar," ujarnya.
Ia berharap, memperbaiki kinerja Hakim Agung, perbaiki dari segi perilaku. Ia bahkan meminta dilakukan penilaian kinerjanya.
"Tentunya evakuasi ini dilakukan oleh yudisial, untuk menjaga martabat Kehakiman. Harus transparan dan indepensinya dikuatkan. Memperbaiki kinerja tentunya terkait standar etik yang lebih tinggi. Hakim Agung adalah wakil Tuhan, kalau kita cuma wakil rakyat," katanya.  (VIVA.co.id)