Kasus dugaan korupsi acapkali tidak berdiri sendiri. Ada kait-mengkait
antar-kasus. Ketika satu kasus dianggap telah memiliki kekuatan hukum tetap, maka
kasus terkait bisa berlanjut.
================
Kejaksaan
Agung segera melanjutkan penyidikan perkara dugaan korupsi pada kerjasama
pemanfaatan spektrum 2,1 Ghz untuk jaringan 3G antara PT Indosat dan Indonesia
Mega Media (IM2). Penyidik pidana khusus telah mengagendakan pemeriksaan
terhadap mantan Direktur Utama PT Indosat, Johnny Swandy Sjam, terkait kasus
dugaan korupsi Penyelenggaraan Jaringan Frekuensi 2,1 Ghz/3G yang dinilai merugikan negara sebesar Rp
1,3 triliun itu.
Kepastian
melanjutkan penyidikan perkara ini muncul setelah Mahkamah Agung (MA) menolak
Peninjauan Kembali (PK) kasus tersebut dari mantan Direktur Utama IM2 Indar
Atmanto.
"Waktunya
belum dapat dipastikan, tapi kami sudah agendakan pemanggilan tersangka. Tunggu
audit BPKP, tim penyidik sudah koordinasi dengan BPKP, setelah itu baru kami periksa," kata Direktur
Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Maruli Hutagalung,
di Kejaksaan Agung, Jakarta, akhir pekan lalu.
Maruli
menjelaskan bahwa pemanggilan Johnny Swandy Sjam yang juga bekas Komisaris
Utama PT Telkom Tbk tersebut setelah
audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diterima oleh tim
penyidik.
Dalam
kasus ini penyidik --selain menetapkan Johnny Swandy Sjam-- juga menetapkan tersangka
Dirut PT Indosat Tbk. (2009-2012), Hari Sasongko, namun hingga kini keduanya
tidak dilakukan penahanan.
Sebagaimana
diketahui, Indar diketahui telah divonis 8 tahun penjara dan ditahan di Lapas
Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Perkara
ini bermula setelah Indar melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Indosat,
induk usaha IM2, untuk penggunaan bersama frekuensi 2,1 GHz dalam menyediakan
jaringan 3G. Kerja sama itu dinyatakan melanggar peraturan perundangan yang
melarang penggunaan bersama frekuensi jaringan.
Pada
8 Juli 2013, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman kepada Indar selama
4 tahun penjara. Majelis hakim yang diketuai Antonius Widijantono Widiantoro
juga menjatuhkan hukuman pidana uang pengganti kepada IM2 sebesar Rp1,3
triliun.
Vonis
ini diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi Jakarta yaitu menambah hukuman Indar
menjadi 8 tahun penjara dan menghapus pidana uang pengganti Rp1,3 triliun.
Perkara
IM2 menjadi perhatian banyak pihak karena ada dua putusan kasasi yang tidak
sinkron. Pertama, kerja sama Indosat dan anak usahanya tersebut dianggap
merugikan negara senilai Rp1,3 triliun berdasarkan perhitungan BPKP.
Hal
ini tertuang dalam putusan Kasasi Nomor 282K/PID.SUS/2014 tertanggal 10 Juli
2014, yang memutuskan Direktur Utama IM2 Indar Atmanto dijatuhi hukuman pidana
selama delapan tahun penjara disertai dengan denda sebesar Rp300 juta dan kewajiban
uang pengganti sebesar Rp1,358 triliun yang dibebankan kepada IM2 sebagai
korporasi meskipun belum pernah dituntut di pengadilan.
Sedangkan
putusan kasasi Nomor 263 K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014, isinya menolak
kasasi yang diajukan Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi atas putusan PTUN
perkara IM2.
Dalam
putusan PTUN di tingkat pertama dan banding, PTUN memutuskan hasil perhitungan
BPKP bahwa ada kerugian negara Rp1,3 triliun dalam perkara IM2 adalah tidak
sah. Saat itu PTUN menyatakan audit kerugian negara oleh BPKP dalam kasus
Indosat-IM2 tidak sah. BPKP dinilai tidak berwenang mengaudit badan hukum
swasta, seperti Indosat dan IM2.
Berdasarkan
UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, BPKP harusnya
memeriksa internal instansi pemerintah, bukan badan usaha atau lembaga-lembaga
swasta.
Dengan
ditolaknya kasasi dari BPKP tersebut, secara otomatis putusan PTUN tingkat pertama
dan banding yang memutuskan hasil perhitungan BPKP ada kerugian negara Rp 1,3
triliun, tidak berlaku lagi. (*)
Boks:
MA Tolak PK Indar Atmanto
Mahkamah
Agung (MA) akhirnya menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan mantan
Direktur Utama (Dirut) PT Indosat Mega Media (IM2), Indar Atmanto. Putusan ini
memperkuat vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan hukuman delapan tahun
penjara dalam kasus korupsi penggunaan frekuensi 2,1 GHz/3G.
"Menolak
permohonan kuasa pemohon Dodi Kadir atas termohon Indar Atmanto," demikian
tulis putusan tersebut sebagaimana dilansir panitera MA, di Jakarta, Rabu
(4/11).
Putusan
tersebut diketok oleh Hakim Agung Mohammad Saleh yang juga Wakil Ketua MA
Bidang Yudisial, dengan anggota Majelis PK yang terdiri dari Abdul Latief dan
Hakim Agung HM Syarifuddin. Vonis ini dibacakan pada 20 Oktober lalu dalam
nomor perkara 77 PK/Pid.Sus/2015.
Menanggapi
putusan MA tersebut, kuasa hukum Indar, Dodi Kadir, mengaku masih menunggu
salinan putusan MA yang menolak permohonan PK kliennya. Dia mengaku belum
mengetahui secara pasti apakah putusan tersebut ditolak seluruhnya atau hanya
sebagian. Dirinya berjanji akan menentukan langkah hukum selanjutnya begitu
salinan putusan diterima. "Jika benar PK ini ditolak, maka Kami akan terus
mencari keadilan," tegasnya.
Dalam
kasus IM2 ini, Indar Atmanto disangka melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-undang
Nomor 31 tahun 1999 yang berbunyi barangsiapa melawan hukum, memperkaya diri
sendiri, orang lain, atau korporasi yang mengakibatkan kerugian negara,
menurutnya, ini tidak tepat. Sebab, Indar ataupun perusahaan yang dipimpinnya
tidak melakukan pelanggaran yang menyangkut usahanya di bidang telekomunikasi.
Dalam
sidang pengajuan PK beberapa waktu lalu, Indar mengajukan adanya dua putusan MA
yang saling bertentangan, novum berupa Hasil uji lapangan Balai Monitor,
Kominfo, Surat Dirjen Postel tentang penetapan kode akses 814 kepada Indosat,
dan inkracht-nya Putusan PTUN. Selain itu Indar juga mengajukan sejumlah
kekhilafan hakim pada putusan pengadilan sebelumnya.
Menanggapi
penolakan MA atas PK Indar Atmanto, Menteri Komunikasi dan Informatika
(Menkominfo) Rudiantara menyatakan keprihatinan terhadap putusan tersebut. “Ada
tiga hal yang ingin saya sampaikan terhadap keluarnya putusan penolakan PK
itu,” kata Pria yang akrab disapa RA itu, di Jakarta, Kamis (5/11).
Dikatakannya,
pertama, dirinya mengaku prihatin dengan keluarnya putusan tersebut. Kedua,
sebagai pemerintah, dirinya berjanji semaksimal mungkin membantu mencari jalan
keluar dari kasus ini.
“Terakhir,
ini akan mengubah tata kelola dan bisnis di telekomunikasi kalau yang digunakan
putusan terhadap Pak Indar,” dia menyesalkan.
Sementara
itu, sekitar 16 Asosiasi di Industri telekomunikasi nasional mengeluarkan
petisi yang isinya menyatakan keprihatinan terhadap putusan MA yang memberikan
dampak sangat besar terhadap industri telekomunikasi, pelayanan masyarakat,
serta perekonomian negara.
Juru
bicara 16 Asosiasi yang juga Direktur Eksekutif Asosiasi penyelenggara
Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Sutrisman menyatakan kerjasama antara
IM2 dan Indosat yang diperkarakan telah dinyatakan oleh pemerintah sesuai
secara regulasi.
“Adanya
putusan MA dikhawatirkan semua kerjasama antara penyelenggara jaringan dan jasa
yang serupa dikhawatirkan menjadi salah dan melanggar hukum,” katanya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar