ad

Senin, 16 November 2015

Kejagung Lanjutkan Penyidikan Korupsi Jaringan




Kasus dugaan korupsi acapkali tidak berdiri sendiri. Ada kait-mengkait antar-kasus. Ketika satu kasus dianggap telah memiliki kekuatan hukum tetap, maka kasus terkait bisa berlanjut.

================


Kejaksaan Agung segera melanjutkan penyidikan perkara dugaan korupsi pada kerjasama pemanfaatan spektrum 2,1 Ghz untuk jaringan 3G antara PT Indosat dan Indonesia Mega Media (IM2). Penyidik pidana khusus telah mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan Direktur Utama PT Indosat, Johnny Swandy Sjam, terkait kasus dugaan korupsi Penyelenggaraan Jaringan Frekuensi 2,1 Ghz/3G yang dinilai merugikan negara sebesar Rp 1,3 triliun itu.

Kepastian melanjutkan penyidikan perkara ini muncul setelah Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) kasus tersebut dari mantan Direktur Utama IM2 Indar Atmanto.

"Waktunya belum dapat dipastikan, tapi kami sudah agendakan pemanggilan tersangka. Tunggu audit BPKP, tim penyidik sudah koordinasi dengan BPKP, setelah itu baru kami periksa," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Maruli Hutagalung, di Kejaksaan Agung, Jakarta, akhir pekan lalu.

Maruli menjelaskan bahwa pemanggilan Johnny Swandy Sjam yang juga bekas Komisaris Utama PT Telkom Tbk tersebut setelah audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diterima oleh tim penyidik.

Dalam kasus ini penyidik --selain menetapkan Johnny Swandy Sjam-- juga menetapkan tersangka Dirut PT Indosat Tbk. (2009-2012), Hari Sasongko, namun hingga kini keduanya tidak dilakukan penahanan.


Sebagaimana diketahui, Indar diketahui telah divonis 8 tahun penjara dan ditahan di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Perkara ini bermula setelah Indar melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Indosat, induk usaha IM2, untuk penggunaan bersama frekuensi 2,1 GHz dalam menyediakan jaringan 3G. Kerja sama itu dinyatakan melanggar peraturan perundangan yang melarang penggunaan bersama frekuensi jaringan.

Pada 8 Juli 2013, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman kepada Indar selama 4 tahun penjara. Majelis hakim yang diketuai Antonius Widijantono Widiantoro juga menjatuhkan hukuman pidana uang pengganti kepada IM2 sebesar Rp1,3 triliun.

Vonis ini diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi Jakarta yaitu menambah hukuman Indar menjadi 8 tahun penjara dan menghapus pidana uang pengganti Rp1,3 triliun.

Perkara IM2 menjadi perhatian banyak pihak karena ada dua putusan kasasi yang tidak sinkron. Pertama, kerja sama Indosat dan anak usahanya tersebut dianggap merugikan negara senilai Rp1,3 triliun berdasarkan perhitungan BPKP.

Hal ini tertuang dalam putusan Kasasi Nomor 282K/PID.SUS/2014 tertanggal 10 Juli 2014, yang memutuskan Direktur Utama IM2 Indar Atmanto dijatuhi hukuman pidana selama delapan tahun penjara disertai dengan denda sebesar Rp300 juta dan kewajiban uang pengganti sebesar Rp1,358 triliun yang dibebankan kepada IM2 sebagai korporasi meskipun belum pernah dituntut di pengadilan.

Sedangkan putusan kasasi Nomor 263 K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014, isinya menolak kasasi yang diajukan Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi atas putusan PTUN perkara IM2.

Dalam putusan PTUN di tingkat pertama dan banding, PTUN memutuskan hasil perhitungan BPKP bahwa ada kerugian negara Rp1,3 triliun dalam perkara IM2 adalah tidak sah. Saat itu PTUN menyatakan audit kerugian negara oleh BPKP dalam kasus Indosat-IM2 tidak sah. BPKP dinilai tidak berwenang mengaudit badan hukum swasta, seperti Indosat dan IM2.

Berdasarkan UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, BPKP harusnya memeriksa internal instansi pemerintah, bukan badan usaha atau lembaga-lembaga swasta.

Dengan ditolaknya kasasi dari BPKP tersebut, secara otomatis putusan PTUN tingkat pertama dan banding yang memutuskan hasil perhitungan BPKP ada kerugian negara Rp 1,3 triliun, tidak berlaku lagi. (*)




Boks:

MA Tolak PK Indar Atmanto

Mahkamah Agung (MA) akhirnya menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Indosat Mega Media (IM2), Indar Atmanto. Putusan ini memperkuat vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan hukuman delapan tahun penjara dalam kasus korupsi penggunaan frekuensi 2,1 GHz/3G.

"Menolak permohonan kuasa pemohon Dodi Kadir atas termohon Indar Atmanto," demikian tulis putusan tersebut sebagaimana dilansir panitera MA, di Jakarta, Rabu (4/11).

Putusan tersebut diketok oleh Hakim Agung Mohammad Saleh yang juga Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, dengan anggota Majelis PK yang terdiri dari Abdul Latief dan Hakim Agung HM Syarifuddin. Vonis ini dibacakan pada 20 Oktober lalu dalam nomor perkara 77 PK/Pid.Sus/2015.

Menanggapi putusan MA tersebut, kuasa hukum Indar, Dodi Kadir, mengaku masih menunggu salinan putusan MA yang menolak permohonan PK kliennya. Dia mengaku belum mengetahui secara pasti apakah putusan tersebut ditolak seluruhnya atau hanya sebagian. Dirinya berjanji akan menentukan langkah hukum selanjutnya begitu salinan putusan diterima. "Jika benar PK ini ditolak, maka Kami akan terus mencari keadilan," tegasnya.

Dalam kasus IM2 ini, Indar Atmanto disangka melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang berbunyi barangsiapa melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang mengakibatkan kerugian negara, menurutnya, ini tidak tepat. Sebab, Indar ataupun perusahaan yang dipimpinnya tidak melakukan pelanggaran yang menyangkut usahanya di bidang telekomunikasi.

Dalam sidang pengajuan PK beberapa waktu lalu, Indar mengajukan adanya dua putusan MA yang saling bertentangan, novum berupa Hasil uji lapangan Balai Monitor, Kominfo, Surat Dirjen Postel tentang penetapan kode akses 814 kepada Indosat, dan inkracht-nya Putusan PTUN. Selain itu Indar juga mengajukan sejumlah kekhilafan hakim pada putusan pengadilan sebelumnya.

Menanggapi penolakan MA atas PK Indar Atmanto, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyatakan keprihatinan terhadap putusan tersebut. “Ada tiga hal yang ingin saya sampaikan terhadap keluarnya putusan penolakan PK itu,” kata Pria yang akrab disapa RA itu, di Jakarta, Kamis (5/11).

Dikatakannya, pertama, dirinya mengaku prihatin dengan keluarnya putusan tersebut. Kedua, sebagai pemerintah, dirinya berjanji semaksimal mungkin membantu mencari jalan keluar dari kasus ini.

“Terakhir, ini akan mengubah tata kelola dan bisnis di telekomunikasi kalau yang digunakan putusan terhadap Pak Indar,” dia menyesalkan.

Sementara itu, sekitar 16 Asosiasi di Industri telekomunikasi nasional mengeluarkan petisi yang isinya menyatakan keprihatinan terhadap putusan MA yang memberikan dampak sangat besar terhadap industri telekomunikasi, pelayanan masyarakat, serta perekonomian negara.

Juru bicara 16 Asosiasi yang juga Direktur Eksekutif Asosiasi penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Sutrisman menyatakan kerjasama antara IM2 dan Indosat yang diperkarakan telah dinyatakan oleh pemerintah sesuai secara regulasi.

“Adanya putusan MA dikhawatirkan semua kerjasama antara penyelenggara jaringan dan jasa yang serupa dikhawatirkan menjadi salah dan melanggar hukum,” katanya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar