ad

Senin, 21 September 2015

Penahanan Narkoba Berujung Sandera


Menyandera, acapkali dijadikan media untuk menuntut sebuah kepentingan kelompok. Bisa untuk meminta pembebasan teman yang ditahan polisi, bisa pula minta tebusan sejumlah uang.  
===========

Bermula dari tanggal 9 September 2015, dua Warga Negara Indonesia (WNI), Sudirman dan Badar, menebang kayu di Kampung Skofro, Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua, yang berbatasan langsung dengan wilayah Papua Nugini. Tiba-tiba sekelompok orang yang mengaku dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyerang dan menembak warga setempat. Kemudian Sudirman dan Badar langsung disandera.

Keduanya kemudian dibawa ke Skouwtiau, Vanimo, Papua Nugini. Karena lokasi penyanderaan tak lagi berada di wilayah Indonesia, Komando Daerah Militer (Kodam) TNI mengontak Konsulat Jenderal RI di Vanimo dan meminta bantuan pemegang otoritas Vanimo serta tentara Papua Nugini untuk membebaskan dua WNI yang disandera tersebut.

"Jadi kan tanggal 9 September aksi gerakan separatis OPM atau gerakan separatis Papua bersenjata telah menembak mati satu penebang kayu di Kampung Skofro, Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom. Dari kasus itu dikembangkan ternyata yang kena ada empat orang yang bekerja di situ, satu mati, satu melapor ke Polres dan dua orang tidak diketahui. Pada tanggal 11 September ternyata dua orang itu dibawa ke daerah Skowtiau, itu wilayah PNG," kata Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen Endang Sondik kepada pers awal pekan lalu.

Mayjen Endang Sondik mengungkapkan pelaku penyanderaan bernegosiasi dengan cara menukarkan dua sandera tersebut dengan rekan mereka yang ditahan di Markas Polres Keerom, Papua. Dua rekannya ditahan oleh aparat Kepolisian lantaran tersangkut kasus narkoba.

"Hari ini (14/9/2015 - red) ketika pihak Papua Nugini bernegosiasi, mereka meminta pembebasan dua rekannya di Polres Keerom. Padahal, kasus ganja itu sudah lama, tahun 2012. Makanya di tahun itu, kelompok separatis menyerang Polsek setempat, itu yang dikenal dengan tragedi Abepura berdarah," kata Mayjen Endang dalam keterangannya kepada pers awal pekan lalu.

Dia menjelaskan, dua rekan mereka yang ditahan itu tidak termasuk pimpinan OPM. Namun mereka meminta untuk dibebaskan. Hingga kini, Mabes TNI masih berkoordinasi dengan Kodam Cendrawasih. "Masih belum ada perkembangan yang berarti, kami monitor dari Kodam Cendrawasih," kata Endang Sondik.

Endang mengatakan, TNI sudah meminta tentara PNG membebaskan kedua sandera tersebut dengan mengutamakan keselamatan mereka. Namun hingga kini belum ada pernyataan dari kelompok yang menyandera kedua WNI tersebut.

Pemerintah tegas tidak akan membarter dua orang WNI yang disandera OPM di Papua Nugini. Menko Polhukham Luhut Binsar Panjaitan menegaskan, pemerintah tidak akan melakukan barter dengan OPM. "Sama sekali tidak ada rencana barter," tegas Luhut di Jakarta, Rabu (16/9).

Luhut juga menyatakan, pemerintah telah menyiapkan langkah khusus apabila tidak tercapai kesepakatan antara pemerintah Papua Nugini dan OPM penyandera. "Kami siapkan langkah-langkah. Tidak akan barter. Rencana paling buruk pun kami siapkan. Ini semua demi kedaulatan bangsa," tegas Luhut.

Luhut Panjaitan mengakui negosiasi militer Papua Nugini dengan Organisasi Papua Merdeka yang menyandera WNI berlangsung alot. "Mengenai OPM, terakhir berita negosiasi masih tertunda antara tentara PNG dan yang menyandera," katanya.

Luhut mengatakan negosiasi berjalan alot karena ada sejumlah permintaan dari OPM yang tidak bisa dipenuhi Pemerintah Indonesia. Tapi dia enggan merinci permintaan yang diajukan OPM. "Ada permintaan mereka yang tidak bisa kami penuhi dan kami tidak pernah mau kompromi terhadap masalah penyanderaan," katanya.

Pasukan Kodam Cendrawasih pun siap mendukung apapun keputusan Pemerintah. Saat ini pasukan Kodam Cendrawasih bersiaga menunggu perintah lanjut "Kami masih memonitor proses upaya yang dilakukan pemerintah dengan PNG (Papua Nugini)," jelas Kapendam XVII/Cendrawasih Letkol Teguh Puji Rahardjo, Rabu (16/9).

Dijelaskan Teguh, pihaknya belum mengetahui seperti apa perkembangan terbaru negosiasi antara pemerintah dan OPM yang melakukan penyanderaan dua orang WNI di wilayah Skouwtiau, Papua Nugini.

"Kami semua standby saja di perbatasan. Kami semua selama ini terus berlatih, berlatih dan berlatih. Artinya siap dengan segala kemungkinan. Apapun perintah dari pemerintah, sebagai prajurit kami siap menjalankan perintah apapun," jelas Teguh.

"Mudah-mudahan proses pembicaraan pemerintah dengan PNG bisa baik-baik," imbuh Teguh.

TNI, lanjut Teguh, terus berkoordinasi dengan angkatan bersenjata PNG dan pemerintah setempat melalui Konsulat RI dan Atase Pertahanan (athan) di Vanimo, Papua Nugini.

Menurut Teguh, pihaknya terus memantau melalui Konsulat Indonesia yang ada di Vanimo. Dia mengatakan Konsulat Indonesia di Vanimo dan TNI di Papua Nugini bekerja sama dengan tentara Papua Nugini melakukan komunikasi dengan kelompok gerilya perbatasan itu. "Agar sandera dibebaskan, Konsulat Indonesia minta kami tidak buat gaduh," katanya.

Teguh mengatakan tidak membuat gaduh artinya TNI diminta tidak mengeluarkan pernyataan atau tuduhan-tuduhan sembarangan agar komunikasi kelompok gerilya itu dengan pihak Indonesia dan tentara Papua Nugini dapat berjalan lancar.

Pemerintah Indonesia terus membangun komunikasi dan koordinasi dengan Pemerintah Papua Nugini untuk membebaskan kedua sandera tersebut. Guna membantu penyelamatan sandera, pihak tentara PNG sudah menyiapkan kekuatan besar dari Port Moresby, Ibu Kota PNG.

"Pihak Army PNG sendiri menurut Konsulat PNG, sudah mempersiapkan kekuatan yang cukup besar didatangkan dari Port Moresby untuk membantu pihak Army PNG yang ada di Vanimo," kata Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw, usai melakukan pertemuan dengan Kosulat Negara Papua Nugini untuk Provinsi Papua, Mr. Jack Aly, Selasa (15/9).

Pertemuan digelar tertutup. Pembahasan dalam pertemuan tersebut terkait koordinasi pembebasan dua sandera yang ditahan OPM di Papua Nugini.

Langkah ini dilakukan mengingat lokasi penyanderaan berada di negara tetangga. Sehingga kewenangan penuh tindakan ada di tangan Pemerintah PNG. Saat ini semua pihak masih menunggu upaya pihak Army PNG yang melakukan negosiasi dengan kelompok Jefri Pagawak.

Selain upaya dari pihak Army PNG, sebelumnya Polda Papua telah mengutus tiga orang tokoh adat untuk bertemu pimpinan Kelompok Sipil Bersenjata (KSB), Jefri Pagawak, di Bewani, PNG, untuk melakukan negosiasi agar kedua WNI yang disandera itu segera dibebaskan. (*)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar