ad

Senin, 28 September 2015

Wisuda Tanpa Harus Kuliah


Animo orang untuk meraih ijazah sarjana masih tinggi. Banyak orang nekad pokoknya kuliah. Tidak peduli bagaimana status kampus. 

================

Syahdan. Sekitar 1200 wisudawan dari empat perguruan tinggi swasta (PTS) tengah berbahagia. Hari itu (19/9), dengan seremoni wisuda di Universitas Terbuka Convention Centre (UTCC), Pondok Cabe, Tangerang Selatan, mereka resmi bergelar sarjana setelah menempuh pendidikan tinggi jarak jauh.

Namun tiba-tiba mereka terkaget-kaget ketika Ketua Tim Evaluasi Kinerja Perguruan Tinggi Kementerian Ristek Dikti Prof. Dr. Supriadi Rustad masuk dan menganggap wisuda yang diselenggarakan oleh empat perguruan tinggi swasta (Sekolah Tinggi Teknologi [STT] Telematika, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah [STIT], Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi [STIE] Ganesha, dan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan [STKIP] Suluh Bangsa) dalam lingkup Yayasan Aldiana itu ilegal.

“Dalam Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT), minimal ada empat mafia pendidikan tinggi, salah satunya yang kami tangkap basah ini, ” jelas Prof. Dr. Supriadi di sela-sela penyidikan terhadap pelaku wisuda illegal itu.

Menurut Supriadi, keempat mafia tersebut sudah dipetakannya dan hari itu salah satu mafia tersebut terungkap. Dia menyebut angka 1.200 orang calon wisudawan yang tertangkap basah yang digarap mafia PTS yang bernaung di bawah Yayasan Aldiana pimpinan Prof, DR Alimuddin Al Murtala,MM,M.MPd.

Supriyadi menyatakan pihaknya sudah melakukan pemanggilan terhadap Ketua Yayasan Aldiana yang menyelenggarakan wisuda itu dan Ketua Yayasan mengakui wisuda ini ilegal dan mahasiswanya diakui tidak melakukan proses belajar yang benar. “Ini adalah surat pernyataan yang ditandatangani oleh Alimuddin sebagai Ketua Yayasan,” katanya sambil menunjukkan surat pernyataan di atas materai.

Surat pernyataan tersebut, jelas Supriyadi, intinya Yayasan tidak akan memberikan ijazah kepada peserta wisuda, bersedia mengembalikan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh peserta, dan bersedia tidak mengulangi melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bersedia taat azas menuju perguruan tinggi yang sehat. “Kami akan melakukan kajian, dalam satu pekan ke depan akan keluar hasilnya. Yang jelas kasus ini sangat berat,’’ tuturnya.
Supriadi mengatakan para mahasiswa yang mengikuti wisuda tersebut adalah korban dan mereka bukan mahasiswa benaran, tapi mahasiswa abal-abal. “Tapi mereka dirugikan secara finansial,” tambahnya.

Sebab itu, dalam pernyataan kedua, Ketua Yayasan bersedia mengembalikan dana yang sudah diterima. “Itu yang penting,” ujar Supriadi.

Sementara itu Sekretaris Pelaksana Kopertis III, Putut Pujogiri, yang ikut hadir dalam kesempatan sidak tersebut mengatakan perguruan tinggi harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang ada --UU No 12/2013 tentang perguruan tinggi, PP No 4/2014 tentang pengelolaan perguruan tinggi, dan Permen No 49/2014 tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi yang diperbaiki. Di ketiga peraturan tersebut sudah ada kaidah-kaidah hukum perguruan tinggi yang harus melaksanakan pembelajaran kepada para mahasiswanya. “Untuk Sarjana Strata 1 (S-1) minimal empat tahun,” terangnya.

Putut menegaskan pihaknya akan menyampaikan berbagai temuan dalam kasus wisuda ilegal Yayasan Aldiana yang melibatkan empat perguruan tinggi swasta itu kepada Menristek Dikti untuk memperoleh masukan-masukan.

Menurut Putut, jenis pelanggaran yang dilakukan oleh empat perguruan tinggi swasta yang tergabung dalam Yayasan Aldiana itu adalah tidak melaporkan kegiatannya kepada Kopertis, tidak melaporkan ke Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT), dan melakukan pembelajaran kelas jauh yang setelah ditelusuri tidak ada pembelajaran. “Jadi seperti jual beli ijazah saja,” tambahnya.

Animo masyarakat yang tinggi untuk mendapatkan ijazah, rupanya, dimanfaatkan oleh sejumlah perguruan tinggi swasta untuk mengeruk keuntungan finansial sebesar-besarnya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar