Animo orang untuk meraih ijazah sarjana masih
tinggi. Banyak orang nekad pokoknya kuliah. Tidak peduli bagaimana status
kampus.
================
Syahdan. Sekitar 1200 wisudawan dari empat perguruan tinggi
swasta (PTS) tengah berbahagia. Hari itu (19/9), dengan seremoni wisuda di
Universitas Terbuka Convention Centre (UTCC), Pondok Cabe, Tangerang Selatan, mereka
resmi bergelar sarjana setelah menempuh pendidikan tinggi jarak jauh.
Namun tiba-tiba mereka terkaget-kaget ketika Ketua Tim
Evaluasi Kinerja Perguruan Tinggi Kementerian Ristek Dikti Prof. Dr. Supriadi
Rustad masuk dan menganggap wisuda yang diselenggarakan oleh empat perguruan
tinggi swasta (Sekolah Tinggi Teknologi [STT] Telematika, Sekolah Tinggi Ilmu
Tarbiyah [STIT], Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi [STIE] Ganesha, dan Sekolah Tinggi
Keguruan dan Ilmu Pendidikan [STKIP] Suluh Bangsa) dalam lingkup Yayasan
Aldiana itu ilegal.
“Dalam Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT), minimal ada
empat mafia pendidikan tinggi, salah satunya yang kami tangkap basah ini, ” jelas
Prof. Dr. Supriadi di sela-sela penyidikan terhadap pelaku wisuda illegal itu.
Menurut Supriadi, keempat mafia tersebut sudah dipetakannya
dan hari itu salah satu mafia tersebut terungkap. Dia menyebut angka 1.200
orang calon wisudawan yang tertangkap basah yang digarap mafia PTS yang
bernaung di bawah Yayasan Aldiana pimpinan Prof, DR Alimuddin Al Murtala,MM,M.MPd.
Supriyadi menyatakan pihaknya sudah melakukan pemanggilan
terhadap Ketua Yayasan Aldiana yang menyelenggarakan wisuda itu dan Ketua Yayasan
mengakui wisuda ini ilegal dan mahasiswanya diakui tidak melakukan proses
belajar yang benar. “Ini adalah surat pernyataan yang ditandatangani oleh
Alimuddin sebagai Ketua Yayasan,” katanya sambil menunjukkan surat pernyataan
di atas materai.
Surat pernyataan tersebut, jelas Supriyadi, intinya Yayasan tidak
akan memberikan ijazah kepada peserta wisuda, bersedia mengembalikan seluruh
biaya yang dikeluarkan oleh peserta, dan bersedia tidak mengulangi melanggar
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bersedia taat azas menuju
perguruan tinggi yang sehat. “Kami akan melakukan kajian, dalam satu pekan ke
depan akan keluar hasilnya. Yang jelas kasus ini sangat berat,’’ tuturnya.
Supriadi mengatakan para mahasiswa yang mengikuti wisuda
tersebut adalah korban dan mereka bukan mahasiswa benaran, tapi mahasiswa
abal-abal. “Tapi mereka dirugikan secara finansial,” tambahnya.
Sebab itu, dalam pernyataan kedua, Ketua Yayasan bersedia
mengembalikan dana yang sudah diterima. “Itu yang penting,” ujar Supriadi.
Sementara itu Sekretaris Pelaksana Kopertis III, Putut
Pujogiri, yang ikut hadir dalam kesempatan sidak tersebut mengatakan perguruan
tinggi harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang ada --UU No 12/2013
tentang perguruan tinggi, PP No 4/2014 tentang pengelolaan perguruan tinggi,
dan Permen No 49/2014 tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi yang
diperbaiki. Di ketiga peraturan tersebut sudah ada kaidah-kaidah hukum
perguruan tinggi yang harus melaksanakan pembelajaran kepada para mahasiswanya.
“Untuk Sarjana Strata 1 (S-1) minimal empat tahun,” terangnya.
Putut menegaskan pihaknya akan menyampaikan berbagai temuan
dalam kasus wisuda ilegal Yayasan Aldiana yang melibatkan empat perguruan
tinggi swasta itu kepada Menristek Dikti untuk memperoleh masukan-masukan.
Menurut Putut, jenis pelanggaran yang dilakukan oleh empat
perguruan tinggi swasta yang tergabung dalam Yayasan Aldiana itu adalah tidak melaporkan
kegiatannya kepada Kopertis, tidak melaporkan ke Pangkalan Data Perguruan Tinggi
(PDPT), dan melakukan pembelajaran kelas jauh yang setelah ditelusuri tidak ada
pembelajaran. “Jadi seperti jual beli ijazah saja,” tambahnya.
Animo masyarakat yang tinggi untuk mendapatkan ijazah, rupanya,
dimanfaatkan oleh sejumlah perguruan tinggi swasta untuk mengeruk keuntungan
finansial sebesar-besarnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar