Pengungkapan kasus korupsi memakan
waktu tidak sebentar. Kejaksaan Agung amat hati-hati untuk menyatakan sebuah
kasus korupsi layak dilimpahkan ke pengadilan. Bahkan sampai harus mempreteli
mobil sitaan.
===================
Kejaksaan
Agung (Kejakgung) belum merasa yakin adanya korupsi meski telah menyatakan
adanya dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan16 mobil listrik di
era Menteri BUMN Dahlan Iskan. Setelah
menyita enam mobil yang telah dihibahkan ke enam perguruan tinggi, Kejakgung
membongkar salah satu mobil sitaan untuk memastikan kesesuaian spesifikasi
dengan proposal yang diajukan tersangka Dasep Ahmadi.
Seolah
berkejaran dengan waktu, target penyitaan barang bukti belum selesai, Kejakgung
sudah mengambil langkah membongkar mobil sitaan pada 2 September lalu. Kejakgung
menargetkan penyitaan mobil listrik di enam perguruan tinggi tuntas September
ini. Saat ini, tinggal satu mobil listrik di Institut Teknologi Bandung yang
belum disita penyidik.
Terakhir,
31 Agustus lalu, Kejagung menyita mobil listrik dari Universitas Indonesia.
Sebelumnya, penyidik telah menyita mobil listrik karya Dasep Ahmadi (PT Sarimas
Ahmadi Pratama) yang berada di Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta),
Universitas Brawijaya (Malang), Unversitas Airlangga (Surabaya) dan Universitas
Riau (Pekanbaru).
“Hari
ini kami minta pendapat ahli terkait kondisi mobil yang telah dikerjakan PT Sarimas
Ahmadi Pratama (SAP) dan tersangka Dasep,” ujar Kasubdit Penyidikan Tindak
Pidana Khusus Kejakgung, Sarjono Turin, di Jakarta, Rabu (2/9/2015).
Turin
menambahkan pemeriksaan salah satu mobil untuk mengetahui apakah mobil tersebut
sudah sesuai dengan spesifikasi yang tertuang di dalam proposal yang diajukan
Dasep. Karenanya jaksa meminta pendapat ahli yang independen dari kalangan
kampus (Institut Teknologi 10 November Surabaya) agar menunjukkan apakah
kualitas hasil pekerjaan ini mempunyai safety yang baik, sebagaimana yang diharapkan.
“Apakah
karya ini sudah sesuai dan bisa dioperasikan sesuai peruntukan awalnya, yaitu
untuk mobilisasi kegiatan APEC di Bali,” jelas Turin sembari melihat tim ahli
yang sedang melakukan pembongkaran mobil listrik di belakang area Gedung Bundar
Kejakgung.
“Jadi
kami mau melihat objektivitas apakah mobil ini sudah sesuai dengan spesifikasi
yang tertuang di dalam kontrak.”
Alasan
lain pemeriksaan ini agar jaksa tidak mau dituduh mengkriminalisasi sang
peneliti tersebut. “Jadi kami tidak mau, sebagaimana isu yang berkembang di
luar, kami menyidik dan mengkriminalisasi suatu hal yang sifatnya penelitian.
Inilah kami lihat, pekerjaan ini penelitian ataukah kontrak pengadaan,” urai
dia.
Dibongkarnya
seluruh mesin kendaraan itu, kata Turin, untuk melihat kondisi mobil yang sesungguhnya
sekaligus ahli menunjukkan apakah kualitas hasil pekerjaan ini mempunyai safety
yang sangat baik.
“Sebagaimana
yang diharapkan, apakah karya ini sudah sesuai dan bisa dioperasikan sesuai
peruntukan awalnya, yaitu untuk mobilisasi kegiatan APEC 2013 di Bali,” tandas
Turin yang kini menjabat sebagai Kepala Kejari Jaksel.
Dengan
kelengkapan hasil analisis para ahli dari ITS atas kondisi mobil itu, Turin
memperkirakan pelimpahan berkas perkara dugaan korupsi pengadaan 16 mobil
listrik atas nama tersangka Dasep Ahmadi dapat dilakukan Kejaksaan Agung pada September
ini.
Sampai
saat ini Kejagung baru menetapkan dua orang tersangka dalam perkara dugaan korupsi
pengadaan 16 mobil listrik tersebut. Mereka adalah Direktur Utama PT Sarimas
Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi, dan bekas Kepala Bidang Program Kemitraan dan
Bina Lingkungan Tanggung Jawab Kementerian BUMN, Agus Suherman.
Dasep
merupakan rekanan dari pihak swasta yang ditunjuk Dahlan Iskan untuk menggarap
proyek mobil listrik. Sementara Agus adalah pejabat pembuat komitmen saat
proyek tersebut berlangsung.
Dahlan
yang menjabat sebagai Menteri BUMN saat proyek mobil listrik digagas sampai
sekarang baru satu kali diperiksa sebagai saksi oleh Kejakgung.
Turin
mengatakan, belasan mobil tersebut tidak mendapat izin jalan dari Kementerian
Perhubungan lantaran tidak lolos sejumlah persyaratan. Selain tidak layak
jalan, pengadaan mobil-mobil listrik itu dianggap telah melanggar hak merek
dagang dari Agen Tunggal Pemegang Merk atau ATPM. Dalam hal ini, kata Turin,
mobil listrik yang dibuat Dasep telah memanipulasi merek Toyota dengan jenis
mobil Alphard. (*)
Boks:
Penerima Tidak Satu Suara
Ihwal
kasus dugaan penyimpangan dalam pengadaan 16 unit mobil listrik di Kementerian
BUMN yang menyeret nama seorang inovator penemu mobil listrik, Dasep Ahmadi,
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek dan Dikti), Mohamad
Nasir, menilai kasus ini murni peyelewengan anggaran dan bukan untuk keperluan
riset. "Jadi bukan dia menciptakan inovasi terus dia dikenakan hukuman.
Namun, karena tidak memenuhi kontrak yang telah diberikan,” kata Nasir belum
lama ini.
Dia
menjelaskan dalam kesepakatan awal Dasep menyanggupi pembuatan 11 mobil
listrik. Namun, dalam perjalanannya yang jadi hanya enam mobil. Sebab itu, Dasep
terjerat hukum, di sana ada unsur melanggar perjanjian yang telah disepakati.
Dengan demikian, hal itu membuat penegak hukum menjadikan dirinya sebagai
tersangka.
Sementara
itu pihak UGM mengakui sebagai salah satu kampus yang menerima mobil listrik
itu. Mobil itu bukan jarang dipakai, melainkan tak pernah sekalipun dipakai
alias cuma menjadi pajangan di kampus.
"Saya
menyampaikan bahwa UGM belum pernah memakai mobil tersebut untuk keperluan apa
pun," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat UGM, Wijayanti, seperti
dilansir VIVA.co.id.
Wijayanti
menerangkan, UGM belum pernah menggunakan mobil itu karena proses administrasi
belum tuntas. Dokumen tentang mobil itu belum pernah diterima UGM sejak
diserahterimakan oleh PT Pertamina. "Sejak serah terima, dokumen serah
terima dibawa kembali ke Jakarta dan kami sampai sekarang belum menerima
dokumennya. Karena proses
administrasi yang belum selesai itu, kami belum berani menggunakan mobil
tersebut," katanya.
Lain
lagi suara Universitas Brawijaya (UB). UB membantah bila hibah mobil listrik
sekelas MPV yang memiliki panjang 4,90 meter, lebar 1,85 meter, tinggi 1,90
meter, dengan kecepatan putaran 8.000 rpm dan tenaga 135 Kw dari PT Pertamina itu
tanpa diikuti sebuah kerjasama. “Ya pasti lah mas, ada kerjasama. Saat itu
memang saya yang menerima langsung,” ucap Rektor Universitas Brawijaya (UB) M.
Bisri saat dikonfirmasi.
Bisri
memastikan adanya dokumen kerjasama dalam pemberian mobil hibah tersebut. Karena
untuk kepentingan pendidikan, katanya, hibah mobil Prototype B2421XTW yang didesain
mirip Toyota Alpard itu diserahkan kepada Fakultas Teknik. “Kami berikan ke Teknik
untuk kepentingan pendidikan,” ujar Bisri.
“Kalau
masalah hukumnya, kami tidak tahu. Yang jelas bagi UB sangat terbantu, salah
satunya untuk keperluan riset,” tegasnya.
Suara
sedikit sumbang datang dari Universitas Airlangga. Dr Bagus Ani Putra, Ketua
Pusat Informasi dan Humas Universitas Airlangga, mengklarifikasi pemberitaan
terkait penyitaan mobil listrik oleh penyidik Kejakgung. "Universitas
Airlangga tidak pernah menerima bantuan pemerintah yang berkaitan dengan mobil
listrik," kata Bagus sebagaimana dilansir tribunnews.com.
Bagus
mengatakan pihak universitas telah memastikan hal tersebut secara internal.
"Sudah kami cek ke seluruh bagian universitas, tidak ada yang menerima
bantuan mobil listrik dari pemerintah itu," katanya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar