Ilustrasi
Anggota Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh menilai, MA selama ini terkesan tertutup dalam mengusut setiap laporan dugaan praktik mafia peradilan. ”MA tidak boleh permisif. Kalau ada indikasi putusan yang beraroma suap harus diusut,” ujar Imam kepada KORAN SINDO kemarin. Menurutnya, MA bisa melakukan tindakan tegas kepada pelaku yang terbukti terlibat dalam mafia kasus.
KY juga akan berupaya melakukan pemantauan, baik langsung maupun dengan memanfaatkan jaringan yang dimiliki. Imam mengatakan harus ada kerja sama antara KY dan MA agar peradilan bisa bersih dari mafia kasus. Dengan pola pencegahan dan pemantauan yang dilakukan KY, ditambah pemberian sanksi yang tegas kepada yang oknum hakim yang terlibat, maka persoalan mafia kasus diyakini bisa diberantas. ”KY dan MA harus bersama-sama, kompak,” ujarnya.
Lebih jauh, KY juga meminta kesadaran para penegak hukum di lingkungan peradilan untuk tidak menerima tamu yang sedang berurusan dengan perkara dan kasusnya sedang disidangkan. Pasalnya, hal itu dinilai membuka peluang terjadinya suap-menyuap di lingkungan peradilan. Keterlibatan makelar kasus antara lain diduga terjadi dalam perkara sengketa kepemilikan saham Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang disidangkan di MA beberapa waktu lalu.
Hakim agung yang memutuskan perkara itu disebut-sebut menolak upaya peninjauan kembali (PK) kasus TPI yang diajukan PT Berkah Karya Bersama, karena diduga telah menerima uang Rp50 miliar. Uang tersebut dikabarkan berasal dari seorang kurator bernama Savitri Hariyani. Dugaan suap atas majelis hakim MA yang menangani PK TPI ini pun sempat ramai di media sosial.
Kala itu akun Twitter bernama Rangga Utomo mengunggah tulisan mengenai dugaan aliran uang hingga Rp50 miliar, agar PK yang diajukan PT Berkah Karya Bersama ditolak majelis hakim. Dalam kicauannya, dia menyebut perantara bernama Savitri telah memberikan uang untuk oknum majelis hakim yang menangani proses PK TPI. Direktur PT Berkah Karya Bersama Effendi Syahputra meminta KY untuk mendalami aktivitas Savitri Hariyani dalam perkara tersebut.
”KY kami minta mendalami sepak terjang kurator Savitri di sejumlah perkara di MA. Dia patut diduga melakukan tindak pidana pencucian uang,” kata Effendi di Jakarta kemarin. Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakir menilai mafia kasus sudah menjadi rahasia umum di dunia peradilan Tanah Air. Meski demikian, hal itu sulit diberantas karena orang-orang yang terlibat punya kepentingan yang saling berkaitan.
”Kepentingan ini yang membuat praktik itu sulit untuk dibongkar,” ucapnya. Mafia peradilan juga bahkan melibatkan oknum di MA sebagai lembaga peradilan tertinggi. Ini yang membuat pemberantasan sindikat mafia kasus sulit dilakukan. ”Harus bisa diungkap siapa di belakang mafia-mafia ini,” ujar Mudzakir.
Kondisi kadang bertambah sulit karena laporan terkait mafia kasus relatif kecil lantaran sistem hukum di Tanah Air yang belum melindungi pelapor yang berani mengungkap praktik mafia. Terlebih pihak yang melapor ikut terlibat dalam sebuah mafia kasus justru bisa diancam pidana.
”Orang yang merasa dikecewakan dengan mafia kasus ini bisa digunakan untuk membongkar. Tapi mereka harus juga dilindungi undang-undang terkait keterangan yang diberikan,” jelasnya. Mudzakir mengatakan, kewenangan yang dimiliki KY dalam mengawasi dan memantau perilaku hakim itu bisa menjadi pintu masuk dalam mengungkap ada tidaknya mafia kasus di persidangan.
Dengan catatan, KY harus lebih aktif mengusut setiap potensi praktik mafia di persidangan tersebut. ”KY jangan lebih pada legal formal menunggu laporan dan sebagainya. Kalau ini yang dilakukan, jangan harap persoalan mafia kasus akan tuntas,” ujarnya.(http://www.koran-sindo.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar