ad

Senin, 29 Juli 2013

Ironi Kehidupan Religi dan Prostitusi di Pasar Tanah Abang


Tumpah ruah pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Kebon Jati, Tanah Abang, Jakarta, Rabu (17/7/2013). Jika selama ini PKL mengeluhkan tidak ada akses menuju Blok G, sehingga enggan direlokasi, dari gambar terlihat keberadaan mereka lah yang justru menghambat akses, utamanya bagi pejalan kaki. | ESTU SURYOWATI


Tanah Abang bukan sekadar pasar, ia adalah kehidupan. Tanah Abang memiliki denyut dan nafas yang berbeda dari kebanyakan pasar di ibukota. Ironi hadir ketika kehidupan religi tercermin di sana, tetapi dunia esek-esek pun diam-diam terus menggeliat dibekingi para oknum.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, Jumat (19/7/2013), puluhan pedagang, karyawan PD Pasar Jaya, warga sekitar, dan semua umat Muslim laki-laki tumpah ruah memadati masjid di lantai 4 Blok G, Tanah Abang. Mereka menjalankan kewajiban sebagai umat Muslim, mendirikan sholat Jumat.

Kondisi serupa terlihat pada hari biasanya. Masjid yang terletak di samping kantor PD Pasar Jaya itu tak pernah sepi. Saat Dzuhur, dan Ashar, puluhan pedagang kembali menghentikan aktivitasnya sejenak, untuk sujud menghadap Allah. Tak jauh beda dari masjid-masjid yang ada di perkantoran.

Pada bulan Ramadhan, utamanya setelah Dzuhur, banyak yang beristirahat barang satu-dua jam. Beberapa orang terdengar mendengkur.

Jumat siang itu, terlihat hanya satu orang yang membaca Al Quran. Jika tak ingin terlalu jauh naik ke Lt.4, para pedagang sembahyang di mushala yang terletak di Lt.1 Blok G, Tanah Abang.

Musholla ini terletak bersebelahan dengan kamar mandi/WC. Meski kecil, tempat ini pun selalu ramai dikunjungi umat Muslim yang hendak beribadah. Musholla ini beralaskan papan berukuran 2,5 x 1,2 meter. Satu papan terletak di depan toilet wanita, dan satu lagi terdapat di depan toilet pria.

"Kalau hari-hari biasa, ada lah 50 orang yang ke sini. Ganti-gantian begitu," ujar Wahyu (43), penjaga toilet dan musholla, kepada Kompas.com, Kamis (18/7/2013).


ESTU SURYOWATI Musholla portable depan toilet Lt.1, Blok G, Tanah Abang, Jakarta, Kamis (18/7/2013). Terlihat seorang pria keluar dari toilet hendak melaksanakan sholat Dzuhur.

Bermutasi


Tanah Abang yang terlihat religius bukanlah fenomena Ramadhan sesaat. Warga yang juga pedagang asli Tanah Abang, Ali Jawaz (50), mengatakan, sekitar 40 tahun silam Tanah Abang terkenal agamis, banyak ustaz tinggal di kawasan ini.

Seiring perkembanganan jaman, terlebih lagi lanjut Ali, pasca dibangunnya jalan layang non-tol, geliat kehidupan religi Tanah Abang pudar. Salah satu indikatornya, yakni mulai menjamurnya penjaja seks komersial (PSK) di sana. Kondisi ini semakin liar, setelah Blok G direnovasi pada 2004. Sejak saat itu, blok ini terkenal sebagai blok mati. Baik pedagang maupun pembeli enggan menyambangi.

Hal senada disampaikan pedagang lain, Abdul Muis (61). Pria asal Pekalongan ini mengatakan tak hanya PSK yang membuat risih. Keberadaan preman dan pencopet pun membuat pembeli dan pelanggan enggan.

Sekitar tiga tahun silam, blok G masih sangat ramai, namun banyak pembeli menjadi korban jambret dan copet. Praktis, pembeli tak mau belanja di blok G. Razia Satpol PP terhadap PSK jelang Ramadhan sekitar dua pekan lalu, menyisakan pekerjaan rumah PD Pasar Jaya. Para PSK berlarian naik ke atas blok G, berlindung di balik preman-preman yang mendiami kios-kios pedagang yang kosong.

"Saya agak marah juga (soal itu), jadi mereka (penjaja seks komersial) begitu diserbu di luar, mereka naik ke sini. Begitu saya ke sini, pedagang komplain, balai-balainya dimasuki," ujar Kepala PD Pasar Jaya Area Pusat 1 Pasar Tanah Abang Blok G, Warimin.

"Itulah mangkanya, yang lebih parah saya yang jadi beban. Saya ketua masjid di blok G. Di bawah mesjid buat PSK-PSK. Hadits-nya juga ada kan, apa tuh, kalau kita dagang atau rumah 40 meter dari tempat maksiat kena sialnya," kata Ali ditemui secara terpisah.

Kendali preman

Blok G Tanah Abang bukan tak memiliki petugas keamanan. Meski demikian, Warimin mengakui personilnya masih minim. Keamanan Blok G dikelola oleh swasta secara outsourcing (alih daya). Tiga orang berjaga selama 24 jam, bergantian dengan tiga orang di hari berikutnya, dan demikian seterusnya.

Sementara itu, Ali heran dengan urusan keamanan di Blok G Tanah Abang. Bukan soal jumlah personilnya yang sedikit, melainkan siapa yang mengurusi. Ia pun dilematis karena mengenal betul preman-preman yang dipekerjakan sebagai tenaga alih daya keamanan.

"(Sekarang) yang ngurus orang-orang yang enggak bertanggung jawab, jadi bukan karyawan PD," lanjut Ali.

Jalan cerita penataan Tanah Abang oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, bakal menjadi episode panjang. Ali pun berujar Pemprov memiliki banyak PR jika ingin membereskan kawasan niaga ini, terutama terkait preman. Pasalnya, mereka berada di belakang kedigdayaan para PKL. Para oknum pun melindungi PSK yang membuat pembeli dan pedagang tak betah.

"Emang dipikir mereka (PSK) nggak setor? Ada yang narik itu. Tanah Abang ini sudah di bawah titik nadir. Soalnya semua berkepentingan. Semua makan duit dari PKL, dari jablai," tutur Ali.

"Biar mereka (Pemprov) melek. Saya pingin biar Tanah Abang ditata bener. Udah maksiatnya, premannya juga. (Tanah Abang) Udah kaya benang kusut," ungkapnya lagi.(megapolitan.kompas.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar