ad

Senin, 07 September 2015

Rekening Gendut Belum Tentu Diproses



ISeperti menjawab sisi hitam mahar politik para calon kepala daerah kepada partai politik pengusung. Ketika sang calon sudah menjadi kepala daerah, mereka pun ajimumpung mengisi pundi-pundinya.  
=============

Jelang pilkada serentak akhir tahun 2015, kepemilikan rekening calon peserta pilkada kembali menjadi sorotan. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun akan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri rekening seluruh bakal calon kepala daerah yang bakal maju di Pilkada 2015.

Sementara itu Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jampidsus Kejagung Maruli Hutagalung memastikan pihaknya akan terus menelisik dan masih terus mengumpulkan alat bukti untuk mengungkap kasus “rekening gendut” milik delapan kepala daerah.

Sepanjang tahun 2014 lalu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendapati 54 rekening gendut milik kepala daerah, yang di dalamnya juga turut melibatkan keluarga. Informasi keuangan mencurigakan itu diperoleh dari database PPATK dan database kepemilikan rekening yang ada pada penyedia jasa keuangan baik bank maupun non-bank.

Dari hasil analisis, terdapat 26 bupati yang memiliki nilai rekening lebih dari Rp1 triliun dan 12 gubernur dengan kepemilikan duit di atas Rp100 miliar. Modus penyamaran data keuangan yang dilakukan oleh tiap kepala daerah terbilang beragam mulai dari membuat perusahaan fiktif sampai mengelabui data keuangan dengan mengaku memperoleh fee dari pihak swasta di luar negeri yang ternyata juga fiktif. Modus penyamaran rekening kepala daerah juga turut melibatkan keluarga. Tercatat ada satu istri gubernur dan seorang anak bupati yang kedapatan memiliki transaksi keuangan mencurigakan. Pihak keluarga biasanya dilibatkan untuk menebar uang di banyak rekening.

Dan berdasarkan pengusutan Kejaksaan Agung, ada delapan kepala daerah yang terindikasi memiliki “Rekening yang Mencurigakan” berdasarkan Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). LHA tersebut terkait rekening delapan kepala daerah dan mantan kepala daerah, yaitu seorang gubernur aktif, dua mantan gubernur, serta lima bupati dan mantan bupati.

Hingga kini Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Pidana Khusus Kejaksaan Agung masih mencari bukti dugaan rekening gendut delapan kepala daerah (gubernur dan bupati). Tim Satuan Tugas Khusus Penyelesaian dan Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgassus P3TPK) Kejaksaan Agung masih mengumpulkan alat bukti untuk mengungkap kasus "rekening gendut" milik delapan kepala daerah, termasuk Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

"Nur Alam masih pendalaman. Tunggu lah. Saya sudah panggil timnya, dia (tim) masih mencari alat bukti untuk memperkuat," kata Maruli Hutagalung, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung kepada wartawan, di Jakarta, belum lama.

Sedangkan untuk menelisik adanya aliran dana dari rekening orang nomor satu di Sulawesi Teggara itu ke perusahaan tambang Richcorp International Limited di Hongkong, Kejaksaan Agung telah mengirim surat kepada otoritas Hong Kong.

"Kami membuat pertanyaan, lalu dikirim ke Hongkong untuk mendapatkan jawaban, sudah ada jawabannya, nanti saja kita lihat. Jadi masih didalami," katanya.

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung tengah menyelidiki kasus dugaan rekening gendut pada delapan nama kepala daerah di Indonesia. Penyelidikan tersebut berdasarkan pada temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang terlihat mencurigakan dalam transaksi keuangan melalui rekening.

Sejumlah sumber menyebutkan kepala daerah yang ditengarai memiliki rekening tak wajar adalah Bupati Pulang Pisau Edy Pratowo, Bupati Bengkalis Herliyan Saleh, Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, Bupati Seruyan Sudarsono, Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang, Bupati Klungkung I Wayan Candra, dan Bupati Rejang Lebong Suherman.

Kepala Subbidang Penyidikan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Sarjono Turin menyebutkan, kasus rekening tak wajar milik Nur Alam kini masuk tahap penyelidikan.

Sarjono Turin juga mengungkapkan bahwa pihaknya akan mengusut temuan PPATK yang diserahkan ke Kejaksaan Agung. ”Salah satu yang sedang ditelusuri adalah Bupati Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Ada aliran dana cukup besar dan tidak seharusnya dimiliki kepala daerah setingkat itu,” ujar Sarjono. Sementara itu, berkas I Wayan Candra, Bupati Klungkung, Bali, periode 2003-2013, sampai pada tahap pra-penuntutan.

Bupati Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Edy Pratowo mengaku kaget dan menyatakan tidak tahu mengenai kecurigaan Kejaksaan Agung atas adanya rekening tidak wajar yang dimilikinya. ”Saya tidak merasa punya rekening gendut (tidak wajar) karena memang tidak ada,” kata Edy kepada pers beberapa waktu lalu.

Edy menambahkan, dirinya belum mendapatkan konfirmasi atau pemberitahuan dari Kejaksaan Agung terkait rekening gendut itu. ”Saya sampai sekarang belum tahu mana yang dimaksud rekening gendut Bupati Pulang Pisau karena tidak ada konfirmasi kepada saya. Saya nanti perlu mengonfirmasi ke Kejaksaan Agung,” ujarnya.

Achmad Amur, Bupati Pulang Pisau periode 2003-2008 dan 2008-2013, juga menyatakan tidak tahu mengenai rekening gendut itu. ”Saya tidak tahu (rekening gendut). Itu, kan, bupati aktif,” ucap Amur yang kini menjadi anggota Komisi C DPRD Provinsi Kalimantan Tengah.

Begitu pula Bupati Seruyan Sudarsono. Dia mengaku kaget dengan kemunculan namanya sebagai salah satu bupati yang memiliki rekening gendut versi PPATK. “Beliau sudah melakukan klarifikasi dan clear semua. Saya beliau sejak berjuang pemekaran Seruyan dari Sampit tahun 2001, orangnya tidak segampang itu menerima transaksi yang mencurigakan,’ ujar Karim, sahabat dekat Bupati Sudarsono.

Bupati Klungkung periode 2003-2013 I Wayan Candra mengatakan bingung masuk dalam temuan rekening tidak wajar oleh PPATK. Saat ini, Wayan Candra telah ditahan karena menjadi tersangka kasus korupsi dan pencucian uang dari proyek dermaga Gunaksa, Klungkung, senilai Rp188,1 miliar.

Bupati Rejang Lebong Suherman enggan memberikan komentar panjang lebar terkait pemberitaan dugaan kepemilikan rekening gendut yang mengaitkan namanya. “Kita tunggu saja kalau memang ada,” singkat Suherman beberapa waktu lalu seperti dilansir http://kupasbengkulu.com.

Menanggapi adanya sejumlah kepala daerah yang diduga memiliki rekening dengan jumlah tak wajar, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyatakan, pihaknya menunggu pengusutan lebih lanjut oleh KPK dan Kejaksaan. ”Kami tunggu proses dari kejaksaan dan KPK. Bukan kewenangan saya untuk menyampaikan (masalah ini),” kata Tjahjo.

Sudah berbulan-bulan sejak PPATK menyerahkan laporan hasil analisa mengenai transaksi mencurigakan kepala daerah ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Perjalanan kasus ini begitu lambat. Dan Jaksa Agung HM Prasetyo menyebut tidak semua laporan PPATK itu berujung dengan proses hukum.

"Saya sudah katakan, belum tentu semua laporan hasil analisis PPATK itu bisa ditingkatkan dan bermuara ke proses hukum. Karena masing-masing laporan hasil analisa itu masih perlu pendalaman. Kalian tahu persis kan, bahwa untuk menyatakan seseorang sebagai tersangka khususnya perkara korupsi, itu harus ada unsur-unsur yang harus dipenuhi, apakah ada unsur melawan hukumnya, ada unsur menyalah-gunakan kewenangan," ucap Prasetyo di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, belum lama ini.

Prasetyo menyebut apabila ada aliran dana yang mencurigakan, jaksa tetap harus menelitinya lagi agar tidak salah langkah. Selain itu, jaksa juga terus menjalin komunikasi dengan PPATK terkait dugaan rekening gendut itu. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar