ISeperti menjawab sisi hitam mahar politik para
calon kepala daerah kepada partai politik pengusung. Ketika sang calon sudah
menjadi kepala daerah, mereka pun ajimumpung mengisi pundi-pundinya.
=============
Jelang pilkada serentak akhir tahun 2015, kepemilikan
rekening calon peserta pilkada kembali menjadi sorotan. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
pun akan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
untuk menelusuri rekening seluruh bakal calon kepala daerah yang bakal maju di
Pilkada 2015.
Sementara itu Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jampidsus
Kejagung Maruli Hutagalung memastikan pihaknya akan terus menelisik dan masih terus
mengumpulkan alat bukti untuk mengungkap kasus “rekening gendut” milik delapan
kepala daerah.
Sepanjang tahun 2014 lalu, Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) mendapati 54 rekening gendut milik kepala daerah,
yang di dalamnya juga turut melibatkan keluarga. Informasi keuangan
mencurigakan itu diperoleh dari database PPATK dan database kepemilikan
rekening yang ada pada penyedia jasa keuangan baik bank maupun non-bank.
Dari hasil analisis, terdapat 26 bupati yang memiliki nilai
rekening lebih dari Rp1 triliun dan 12 gubernur dengan kepemilikan duit di atas
Rp100 miliar. Modus penyamaran data keuangan yang dilakukan oleh tiap kepala
daerah terbilang beragam mulai dari membuat perusahaan fiktif sampai mengelabui
data keuangan dengan mengaku memperoleh fee dari pihak swasta di luar
negeri yang ternyata juga fiktif. Modus penyamaran rekening kepala daerah juga
turut melibatkan keluarga. Tercatat ada satu istri gubernur dan seorang anak
bupati yang kedapatan memiliki transaksi keuangan mencurigakan. Pihak keluarga
biasanya dilibatkan untuk menebar uang di banyak rekening.
Dan berdasarkan pengusutan Kejaksaan Agung, ada delapan
kepala daerah yang terindikasi memiliki “Rekening yang Mencurigakan”
berdasarkan Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK). LHA tersebut terkait rekening delapan kepala daerah dan
mantan kepala daerah, yaitu seorang gubernur aktif, dua mantan gubernur, serta
lima bupati dan mantan bupati.
Hingga kini Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Pidana Khusus
Kejaksaan Agung masih mencari bukti dugaan rekening gendut delapan kepala
daerah (gubernur dan bupati). Tim Satuan Tugas Khusus Penyelesaian dan
Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgassus P3TPK) Kejaksaan Agung
masih mengumpulkan alat bukti untuk mengungkap kasus "rekening
gendut" milik delapan kepala daerah, termasuk Gubernur Sulawesi Tenggara
Nur Alam.
"Nur Alam masih pendalaman. Tunggu lah. Saya sudah
panggil timnya, dia (tim) masih mencari alat bukti untuk memperkuat," kata
Maruli Hutagalung, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus
Kejaksaan Agung kepada wartawan, di Jakarta, belum lama.
Sedangkan untuk menelisik adanya aliran dana dari rekening
orang nomor satu di Sulawesi Teggara itu ke perusahaan tambang Richcorp
International Limited di Hongkong, Kejaksaan Agung telah mengirim surat kepada
otoritas Hong Kong.
"Kami membuat pertanyaan, lalu dikirim ke Hongkong
untuk mendapatkan jawaban, sudah ada jawabannya, nanti saja kita lihat. Jadi
masih didalami," katanya.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung tengah menyelidiki kasus
dugaan rekening gendut pada delapan nama kepala daerah di Indonesia.
Penyelidikan tersebut berdasarkan pada temuan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) yang terlihat mencurigakan dalam transaksi keuangan
melalui rekening.
Sejumlah sumber menyebutkan kepala daerah yang ditengarai
memiliki rekening tak wajar adalah Bupati Pulang Pisau Edy Pratowo, Bupati
Bengkalis Herliyan Saleh, Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, Bupati Seruyan
Sudarsono, Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang, Bupati Klungkung I
Wayan Candra, dan Bupati Rejang Lebong Suherman.
Kepala Subbidang Penyidikan di Jaksa Agung Muda Tindak
Pidana Khusus Kejaksaan Agung Sarjono Turin menyebutkan, kasus rekening tak
wajar milik Nur Alam kini masuk tahap penyelidikan.
Sarjono Turin juga mengungkapkan bahwa pihaknya akan
mengusut temuan PPATK yang diserahkan ke Kejaksaan Agung. ”Salah satu yang
sedang ditelusuri adalah Bupati Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Ada aliran
dana cukup besar dan tidak seharusnya dimiliki kepala daerah setingkat itu,”
ujar Sarjono. Sementara itu, berkas I Wayan Candra, Bupati Klungkung, Bali,
periode 2003-2013, sampai pada tahap pra-penuntutan.
Bupati Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Edy Pratowo mengaku
kaget dan menyatakan tidak tahu mengenai kecurigaan Kejaksaan Agung atas adanya
rekening tidak wajar yang dimilikinya. ”Saya tidak merasa punya rekening gendut
(tidak wajar) karena memang tidak ada,” kata Edy kepada pers beberapa waktu
lalu.
Edy menambahkan, dirinya belum mendapatkan konfirmasi atau
pemberitahuan dari Kejaksaan Agung terkait rekening gendut itu. ”Saya sampai
sekarang belum tahu mana yang dimaksud rekening gendut Bupati Pulang Pisau
karena tidak ada konfirmasi kepada saya. Saya nanti perlu mengonfirmasi ke
Kejaksaan Agung,” ujarnya.
Achmad Amur, Bupati Pulang Pisau periode 2003-2008 dan
2008-2013, juga menyatakan tidak tahu mengenai rekening gendut itu. ”Saya tidak
tahu (rekening gendut). Itu, kan, bupati aktif,” ucap Amur yang kini menjadi
anggota Komisi C DPRD Provinsi Kalimantan Tengah.
Begitu pula Bupati Seruyan Sudarsono. Dia mengaku kaget
dengan kemunculan namanya sebagai salah satu bupati yang memiliki rekening
gendut versi PPATK. “Beliau sudah melakukan klarifikasi dan clear semua. Saya
beliau sejak berjuang pemekaran Seruyan dari Sampit tahun 2001, orangnya tidak
segampang itu menerima transaksi yang mencurigakan,’ ujar Karim, sahabat dekat
Bupati Sudarsono.
Bupati Klungkung periode 2003-2013 I Wayan Candra mengatakan
bingung masuk dalam temuan rekening tidak wajar oleh PPATK. Saat ini, Wayan
Candra telah ditahan karena menjadi tersangka kasus korupsi dan pencucian uang
dari proyek dermaga Gunaksa, Klungkung, senilai Rp188,1 miliar.
Bupati Rejang Lebong Suherman enggan memberikan komentar
panjang lebar terkait pemberitaan dugaan kepemilikan rekening gendut yang
mengaitkan namanya. “Kita tunggu saja kalau memang ada,” singkat Suherman
beberapa waktu lalu seperti dilansir http://kupasbengkulu.com.
Menanggapi adanya sejumlah kepala daerah yang diduga
memiliki rekening dengan jumlah tak wajar, Menteri Dalam Negeri (Mendagri)
Tjahjo Kumolo menyatakan, pihaknya menunggu pengusutan lebih lanjut oleh KPK
dan Kejaksaan. ”Kami tunggu proses dari kejaksaan dan KPK. Bukan kewenangan
saya untuk menyampaikan (masalah ini),” kata Tjahjo.
Sudah berbulan-bulan sejak PPATK menyerahkan laporan hasil
analisa mengenai transaksi mencurigakan kepala daerah ke Kejaksaan Agung
(Kejagung). Perjalanan kasus ini begitu lambat. Dan Jaksa Agung HM Prasetyo
menyebut tidak semua laporan PPATK itu berujung dengan proses hukum.
"Saya sudah katakan, belum tentu semua laporan hasil
analisis PPATK itu bisa ditingkatkan dan bermuara ke proses hukum. Karena
masing-masing laporan hasil analisa itu masih perlu pendalaman. Kalian tahu
persis kan, bahwa untuk menyatakan seseorang sebagai tersangka khususnya
perkara korupsi, itu harus ada unsur-unsur yang harus dipenuhi, apakah ada
unsur melawan hukumnya, ada unsur menyalah-gunakan kewenangan," ucap Prasetyo
di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, belum lama ini.
Prasetyo menyebut apabila ada aliran dana yang mencurigakan,
jaksa tetap harus menelitinya lagi agar tidak salah langkah. Selain itu, jaksa
juga terus menjalin komunikasi dengan PPATK terkait dugaan rekening gendut itu.
(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar