Program Mahyeldi-Emzalmi (MahEm) merevitalisasi objek wisata Kota Padang menjadi wisata keluarga dan konvensi yang layak dan ramah belum terwujud. Selain pembenahan sarana dan prasarana belum banyak, perilaku pelaku wisata belum diperbaiki. Seperti di berbagai objek wisata Kota Padang dari pantauan Haluan, masih banyak premanisme yang terjadi. Walaupun parkir resmi sudah ada, tukang palak masih saja merajalela. Ketika pengunjung dari luar daerah datang, maka premanisme mulai dilakukan oleh oknum yang tidak peduli dengan kemajuan wisata Kota Padang. Apalagi, pemerintah belum nampak kiprahnya memperbaiki perilaku premanisme tersebut. Amdani, salah seorang pengunjung objek wisata menyarankan Dinas Pariwisata Kota Padang belajar ke kota lain. Kemudian seharusnya sepanjang pantai tidak ada bangunan, sehingga wisatawan pun bebas menikmati pantai sepanjang mata memandang. “Kota Padang adalah kota pesisir pantai, nah benahi ini saja dulu, baru bisa kembangkan wisata agro yang menjanjikan. Satu lagi, benahi pengelola wisata, jangan premanisme,” harapnya. Amdani juga menyebutkan, objek wisata di daerah perbukitan, seperti Lubuk Minturun, Kuranji, Batu Malin Kundang dan Pasir Jambak, juga perlu dibenahi. “Sekarang, apa Pemko Padang dan Dinas Pariwisata serius untuk membenahi ini semua,” katanya. Pengamat pariwisata yang juga pelaku wisata, Ridwan Tulus menilai, pengembangan wisata Kota Padang hingga kini tidak memiliki arah yang jelas. Hingga kini, Pemko belum mengeluarkan peraturan walikota tentang pengelolaan pariwisata, walaupun dalam program Walikota dan Wakil Walikota, Mahyeldi-Emzalmi tentang pengembangan wisata dituliskan. Akibatnya, kata Ridwan, ketika berganti kepala daerah arah pengembangan wisata juga ikutan berganti. Tak hanya itu, tidak ditentukannya fokus wisata juga membuat Padang tidak bisa menyamai wisata di Pulau Bali. “Seperti Kota Padang yang akan mengembangkan wisata keluarga, tolak ukurnya juga tidak ditentukan. Padahal, keindahan Kota Padang dalam membentuk wisata keluarga mudah sekali terwujud, jika diketahui titik persoalannya. Wisata yang ada saat ini, masih dibumbui oleh aksi maksiat, premanisme dan penipuan, seperti menaikkan harga dibatas kewajaran, sehingga hal demikian sulit diwujudkan,” ucap Ridwan. Ridwan menjelaskan, selama Padang tidak tahu apa yang akan dikembangkannya, maka selamanya Padang tidak akan memiliki fokus wisata. Misalnya, jika pemko ingin menitikberatkan pengembangan Kota Tua di Pondok, maka harus membuat konsep wisata budaya. Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang, Dian Fakhri mengakui, untuk mengarahkan pariwisata memang dibutuhkan aturan yang jelas. Karena, landasan itu diperlukan ketika akan bertindak, jika tidak ada Perwako yang menaungi, maka fokus pariwisata sulit ditetapkan. “Kami pun kadang kala di lapangan mengalami kendala dalam hal pengembangan pariwisata, sebab kewenangan atau Perwako yang mengaturnya kami tidak punya. Sedangkan dalam hal mengatur wisata ini, kami berhubungan langsung dengan masyarakat dan pemuka adat,” ucap Dian. Tak hanya itu, dalam pengembangan wisata masih ada hal-hal yang menjadi kendala di lapangan. Seperti di Pantai Air Manis, Pantai Pasir Jambak, Pantai Purus dan destinasi wisata yang ada di Kota Padang lainnya, di mana petugas kesulitan memungut retribusi dari pedagang. Menurutnya, Perwako memang dibutuhkan untuk mengatur destinasi wisata yang akan dijadikan objek jualan, industri pariwisata, Sumber Daya Manusia (SDM) dan kelembagaan. (http://www.harianhaluan.com) |
ad
Kamis, 30 April 2015
Premanisme Objek Wisata Masih Merajalela
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar