Senin (9/3/2015)
sore sekira pukul 18.47 WIB kebakaran melanda Wisma Kosgoro di Jalan Thamrin,
Jakarta Pusat. Kebakaran yang semula hanya terjadi di lantai 16 itu kemudian
menjalar dan mencapai puncak gedung. Pecahan kaca termasuk bara api sempat
berjatuhan di area parkir gedung yang bersebelahan dengan Wisma Kosgoro.
Beberapa hari sebelumnya, kebakaran melanda permukiman padat di Jalan Sabenih,
Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Saban tahun sedikitnya
500 kasus kebakaran melanda wilayah DKI Jakarta. Penyebabnya antara lain kompor
mbleduk, arus pendek listrik, dan puntung rokok. Kerugian material bisa lebih
dari Rp200 miliar tiap tahun. Tidak hanya Jakarta yang akrab dengan kebakaran.
Riau, Jambi dan Sumatera Barat pun kini harus “bersahabat” dengan asap
kebakaran. Indonesian Fire Fighting Club (IFFC) mencatat pada periode 2004 hingga 2013 tercatat 1.000 kasus
kebakaran setiap tahun dengan rerata nilai kerugian mencapai Rp853miliar
/tahun.
Yang menarik, dari
sekian banyak kasus kebakaran, hampir tidak terdengar berapa banyak kasus yang
dapat dibawa ke meja hijau. Yang mengemuka adalah rumor bahwa kebakaran di
lokasi tertentu sengaja dibakar lantaran hendak digusur untuk dibangun rusun,
apartemen dan pusat perbelanjaan. Rumor pula kebakaran hutan dilakukan orang
suruhan perusahaan perkebunan. Jelas, kita membutuhkan investigasi khusus terhadap
kasus-kasus kebakaran agar tidak berhenti sebatas rumor dan menjadi trend kiat
murah menggusur rakyat dan membuka lahan perkebunan.
Kita membutuhkan
investigasi arson. Yakni, sebuah investigasi untuk memastikan asal mula dan
sebab-musabab kebakaran, apakah seseorang telah secara sengaja membakar
properti orang lain untuk tujuan-tujuan ilegal. Tugas investigator adalah
mengumpulkan semua fakta dan bukti-bukti di TKP, lantas memutuskan kebakaran
tersebut disebabkan oleh kesengajaan, alamiah ataukah sebuah kelalaian.
Tidaklah gampang
untuk menjadi seorang investigator arson. Minimal mereka harus menguasai materi
pengetahuan tentang karakteristik kimia api, perilaku api, konstruksi bangunan,
penanggulangan dan serangan awal api, interview dan interogasi, tipologi api,
dan kesaksian di pengadilan. Dengan keharusan menguasai materi pengetahuan
semacam itu, seorang veteran Kapten di Buffalo
Fire Department yang juga pernah
bergabung dengan New York State Trooper
Thomas J. Bouquard (1992) menyatakan bahwa seseorang dinilai layak menjadi
investigator arson harus memenuhi sejumlah persyaratan. Antara lain petugas
pemadam kebakaran dan polisi dengan masa kerja lebih dari lima tahun, petugas
pemadam kebakaran yang sedang dalam promosi, sukarelawan pemadam kebakaran
lebih dari 10 tahun, instruktur pemadam kebakaran bersertifikat, dan memahami
sistem peradilan pidana.
Penguasaan atas
materi pengetahuan tersebut harus senantiasa ditingkatkan lantaran terkadang
substansi kimia baru yang ditemukan di tempat asal mula api dapat membingungkan
seorang investigator, bila tidak dipelajari sebelumnya. Pun pengetahuan tentang
sistem peradilan kriminal atau kepolisian karena pengetahuan umum ini banyak
diterapkan dalam investigasi arson.
Pendekatan karbon
kopi sangat penting ketika membawa kasus kebakaran ke pengadilan. Pelaporan
bukti yang standar selama pendakwaan arson membantu jaksa penuntut umum
memenangkan perkara. Seorang investigator arson yang mampu merangkai
keseluruhan investigasi secara hati-hati dan rinci akan selangkah lebih maju
dibandingkan mereka yang bersikap acuh tak acuh dan ceroboh.
Tak mudah memang
untuk menjadi investigator yang mampu menguak sebuah skandal kebakaran.
Sedikitnya melewati 11 langkah agar sebuah kasus kebakaran layak dibawa ke meja
hijau. Di antaranya menentukan dasar hukum penyelidikan di lokasi kejadian,
peralatan yang tersedia, sterilisasi lokasi, dan mewawancarai petugas yang
meminta penyelidikan. Kemudian, dua dari anggota tim investigasi mewawancarai
orang yang pertama kali melaporkan adanya api, memotret lokasi, mencatat pola
pembakaran, mengumpulkan bukti dan memvisualisasikan lokasi sebelum terjadi
kebakaran. Dilanjutkan inspeksi sistematis terhadap seluruh struktur yang
tersisa guna menentukan titik asal api dan membuktikan penyebab kebakaran:
kecelakaan, kelalaian ataukah kesengajaan.
Berikutnya,
membandingkan cacatan (minimal) dua investigator dan memutuskan apakah
diperlukan penyelidikan lebih lanjut. Jika dicurigai terjadi skandal maka semua
bukti fisik dibawa ke laboratorium kriminal dan semua catatan tertulis dan
hasil wawancara diserahkan ke jaksa penuntut. Jikalau dirasa cukup bukti, maka jaksa
penuntut menentukan bahwa telah terjadi kasus dan segera melanjutkan penyidikan
dengan tim investigator yang benar-benar menguasai persoalan. (Budi N. Soemardji, orang pinggiran Bekasi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar