ad

Rabu, 03 Desember 2014

PWNU Jateng : Korban Perkosaan Boleh Gugurkan Kandungan

PWNU  Jateng : Korban Perkosaan Boleh Gugurkan Kandungan
Anak hasil perkosaan yang masih berada dalam kandungan diperbolehkan untuk digugurkan.
Pengguguran dibolehkan asal usia janin masih kurang dari 40 hari. Demikian bunyi salah satu poin yang dibacakan para Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah dalam sosialisasi hasil Munas dan Konbes tahun 2014, Minggu (16/11/2014).

“Anak hasil perkosaan boleh digugurkan asalkan usia janin tidak lebih dari 40 hari. Dokter juga secara medis tidak berani menggugurkan kandungan jika usia lebih dari 40 hari,” ujar Rois Syuriah PWNU Jawa Tengah, KH Ubaidillah Shodaqoh, di Semarang, Minggu (16/11/2014). 

Keterangan tersebut sekaligus menjawab sejumlah keraguan para pihak terkait pelegalan aborsi sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi. Dalam PP tersebut, aborsi boleh dilakukan dengan alasan darurat medis maupun korban perkosaan. 

PP soal kesehatan reproduksi dibentuk karena turunan dari UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Bagi NU, hukum aborsi pada dasarnya adalah haram. Tapi, dalam suatu keadaan tertentu, ada suatu hukum pengecualian. Pengecualian itu adalah adanya ancaman bagi pihak ibu atau janin sehingga dibolehkan menggugurkan kandungan sebelum janin berumur 40 hari. Meski dibolehkan, ada syarat yang ketat terkait hukum pengecualian ini.

Pengguguran dilakukan dengan ketentuan ada indikasi medis dilakukan oleh tim kelayakan aborsi. Selain itu, bagi yang pihak yang diperkosa, harus ada bukti indikasi pemerkosaan dari ahli, selain harus dengan persetujuan perempuan yang hamil. 

“Pihak dokter juga diminta harus menaati sumpah jabatan dan kode etik profesi dokter. Aborsi tidak diperbolehkan kecuali dua alasan tersebut,” ujar kiai Ubaid. 

Pihak perempuan korban perkosaan juga disebut kerap menerima beban ganda, yakni sebagai korban kekerasan seksual yang harus menghidupi anak yang dilahirkan, dan mendapat cacian di masyarakat sehingga menanggung beban ekonomi dan psikologis yang amat berat. Sebagian lain karena ibu hamil korban perkosaan kerap membenci anak yang dilahirkan. (www.tribunnews.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar