(Catatan Ringan Tentang Gejala Premanisme Kontemporer)
Tindakan
tegas bagaimana? Ya, harus dengan kekerasan. Tetapi, kekerasan itu bukan lantas
dengan tembakan.. dor.. dor.. begitu saja, bukan! Yang melawan, mau tidak mau,
harus ditembak. Karena melawan, mereka ditembak. Lalu, ada yang mayatnya
ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock therapy, terapi goncangan. Ini supaya
orang banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa
bertindak dan mengatasinya. Tindakan itu dilakukan supaya bisa menumpas semua
kejahatan yang sudah melampaui batas perikemanusiaan itu. Maka, kemudian
meredalah kejahatan-kejahatan yang menjijikkan itu. ” (Soeharto
(Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1989), Dalam Ramadhan K.H.)
Argumentasi
Soeharto Diatas Menunjukan Bahwa Kejahatan Harus Ditumpas Tanpa Belas
Kasih, Memang Demikian Realitasnya. Melalui Operasi yang Dinamakan
"Operasi Clurit" Berhasil Memangkas para Pengganggu Kenyamanan Bermasyarakat
-Kajian Kriminologi KritisInteraksionis- Sampai Pada Tingkat yang Memuaskan, Setidaknya
pada tahun 1983 tercatat 532 orang tewas, 367 orang (Preman) di antaranya tewas
akibat luka tembakan- Kondisi ini berlanjut sampai tahun 1985.(Kompas 2
Dec 2011) . Menurut Penulis Operasi Ini Merupakan Kebijakan Paling Brilian yang
Dirintis Rezim Orde Baru Dari Serangkaian kebijakan yang di Anggap tidak
Berpihak kapada rakyat Tertindas. Penembak Misterius (PETRUS) Begitulah Para
Pemberantas Patologi Sosial Ini Sering Disebut, Dengan Memanfaatkan Legalitas
Operasi Celurit, Petrus Menjadi Agenda Sisipan paling Mujarab di tengah Keruwetan
Sosial Masyarakat Ibukota yang Terlanjur Terkontaminasi Debu Kriminalitas.
Faedah yang Kemudian Di Rasakan Masyrakat Pada Era ini Sungguh Memuaskan. Anda
Tidak Perlu takut Untuk Pulang Larut Malam Ketika Melewati Tanah Abang, Begitu
Pun Ketika Anda Mengantri Di ATM Kampung Melayu, Jakarta .Tentunya Tidak Perlu
Teralalu Was-Was Terhadap Kondisi Sekitar. Berbanding Terbalik Ketika 2 Hal
yang saya Contohkan di atas Terjadi Di Era Ini ( 90-Milenium) ,Bisa dipastikan
Takkan Selamat dari Incaran Preman-Preman Kehausan.
Aman, Damai,
Tentram itulah Kesan yang bisa ditangkap ketika "Kebijakan" Petrus
ini Di Laksanakan, Bahkan Ketua MPR/DPR Amir Machmud Era 80-an Mendukung “Diskresi”
Ini Dengan Bergumam "Setuju mengenai adanya penembak-penembak
misterius dalam menumpas pelaku kejahatan. Demi untuk memberikan rasa aman
kepada 150 juta rakyat Indonesia, tidak keberatan apabila ratusan orang pelaku
kejahatan harus dikorbankan".(Sinar Harapan, 21 Juli 1983) . Bukan
Tanpa Kritik Mantan Wakil Presiden RI Adam Malik Mengecam Keras Tindakan ini
Dengan Menyatakan "Jangan mentang-mentang penjahat kerah dekil
langsung ditembak, bila perlu diadili hari ini langsung besoknya dieksekusi mati",
Hujatan yang tak jauh berbeda Juga Datang Dari Para Penggiat HAM Diantarnya
Adnan Buyung Nasution Berucap "Jika usaha pemberantasan kejahatan
dilakukan hanya dengan main tembak tanpa melalui proses pengadilan maka hal itu
tidak menjamin adanya kepastian hukum dan keadilan. Padahal kedua masalah
tersebut merupakan tuntutan hakiki yang diperjuangkan orang sejak zaman Romawi
Kuno. Jika cara-cara seperti itu terus dilakukan maka lebih baik lembaga
pengadilan dibubarkan saja. Jika ada pejabat apapun pangkatnya dan
kedudukannya, mengatakan tindakan main dor-doran itu benar, saya tetap mengatakan
hal itu adalah salah. Kesan yang dapat ditangkap dari para pengkritik
kebijakan ini adalah Mereka menginginkan harus adanya proses hukum (Peradilan)
dari Negara, dan tidak seharusnya Main Tembak Ditempat karena Dirasa
Bertentangan Dengan Nilai-Nilai Hak Asasi Manusia. Sekali Lagi Bertentangan
Dengan HAM. Pertanyaan yang Kemudian
Timbul Di Permukaan Adalah Apakah Korban Dari Tindakan Premanisme Akhir-Akhir
Ini Bukan Tumbal Dari Pelanggran HAM,?
Dimulai dari tertangkapnya John Kei, tersangka kasus dugaan pembunuhan bos PT
Sanex Steel, lalu dilanjutkan dengan penyerangan ,Mem-babi-buta di RSPAD Gatot
Subroto, Dsb. apabila Kita Mengkaji Hal Ini Secara Parsial tentunya tidak Fair. Maka Asumsi Sementara yang akan Lahir dari Proses
ini Adalah Segerombolan Pemuda yang Berwatak Premanis Berperawakan tidak
Humanis, Mengobrak -Abrik Tatanan Kedamaian Masyarakat, Membajak Ketentraman
Rakyat, Dan Memecah Persatuan Bangsa, Dilindungi Oleh HAM.
Yang Dimaksud Dilindungi Oleh Ham Adalah
Tindakan Kriminal Mereka yang Berulang-Ulang Di Anggap Sebagai Tindak Pidana Biasa Kemudian Di Blending dengan Criminal Justice System (Paradilan) Di Negeri Ini yang Krisis Kejujuran Serta Moral, Paling Tinggi
Implikasi Hukum yang akan Di Dapatkan Para Preman ini Tidak Jauh Berbeda Dengan
Hukuman Seorang Pencuri ayam. Padahal Kejahatan yang Dilakukan Menurut
Penulis Sudah Tergolong Extra Ordinary Crime Karena Telah
Mengganggu Ketentraman Hidup Orang
Banyak (Menjurus Ke Terorisme). Setidaknya dalam LEVIATAN Karya Thomas Hobbes
negara diberikan kekuasaan untuk meneror warganya sendiri demi menjamin
keberlangsungan hidup mereka (warga negara lainnya). Hal Serupa Juga Bisa
Dilihat Dalam Pemikiran Pemikir Rusia Nikolai Gavrilovich Chernyshevsky (1849)
yang Merupakan Pelopor Reformasi Rusia Menurut Chernyshevsky “orang (Negara)
harus Bertindak Demi dan Untuk Kepentingan yang lebih besar yaitu Masyarakat”
Dalam Konteks Ini Represif Merupakan Kata Paling Tepat, Untuk Mewujudkan Utilitarianisme Ala
Chernyshevsky dan Melindungi Kepentingan Orang Banyak. Pengadilan Sudah Tidak Menjadi Ukuran Tegaknya
Hukum, Fakta yang terjadi Di Lapangan Memang Demikian, maka perlu penanganan khusus.
Penting kiranya merumuskan strategi
Penanganan Extra dalam Pemberantasan Premanisme di Indonesia, Apalagi Semakin
Modernnya Modus Operandi Tindak Pidana
Tersebut diantaranya Bermodus Industrialisasi Kapitalis (Penagihan
Hutang-DebtCollector, Pengelola Club Hiburan Dsb). Kriminolog UI Irvan Olii
mengungkapkan Pendapat mengejutkan. Menurutnya, premanisme di Indonesia sudah
menjadi budaya dan tidak akan dapat diberantas. Terpikir Untuk Menimbang
Kembali Eksistensi PETRUS di Era Reformasi. Ah... Mungkin Inilah Kutukan Orde
Baru.
Tulisan ini diterbitkan oleh Harian Radar Halmahera (Jawa Post Group) sekitar bulan April tahun 2012. Dan Juga salah satu Tema di dalam Buku Kumpulan Tulisan "Potret Hukum dan Demokrasi"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar