KHAWATIR DITEROR: Erwan Saputra bersembunyi di balik laptop. Dia juga menunjukkan situs polisionline.com yang dikendalikannya. Foto: Gunawan Sutanto/Jawa Pos
LAPTOP15 inci menemani Erwan Saputra bekerja malam itu (27/8/2014). Dia sedang berlibur ke Jakarta dan menumpang di rumah susun temannya di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Selatan. Malam itu dia sedang mengecek satu per satu surel (surat elektronik) yang masuk ke inbox-nya.
’’Hari ini saya mulai kembali aktif setelah libur Lebaran. Banyak e-mail permintaan verifikasi situs jual beli yang belum saya tindak lanjuti,’’ papar mahasiswa Teknik Informatika Stimik Asia, Malang, itu.
Kebanyakan e-mail yang masuk berasal dari pemilik situs jual beli online. Mereka meminta toko maya-nya diverifikasi sebagai situs jual beli tepercaya. Beberapa pengirim e-mail lainnya menanyakan keaslian sebuah toko online yang akan diajak bertransaksi.
Aktivitas seperti itulah yang setiap hari dilakoni Erwan. Sejak Februari 2013, dia mendirikan situs polisionline.com. Situs itu memuat database ribuan toko online. Baik yang terverifikasi sebagai website jual asli maupun yang bermodus tipu-tipu.
Pemuda 23 tahun tersebut mendirikan polisionline.com karena tidak ingin semakin banyak orang yang bernasib seperti dirinya, yakni menjadi korban penipuan jual beli online. Pada akhir 2010, Erwan memang tertipu situs yang menawarkan laptop berharga murah.
’’Ketika itu saya coba bisnis jual beli laptop. Seorang teman memberi tahu ada yang jual laptop murah lewat Facebook,’’ kenangnya.
Laptop yang ditawarkan penipu itu dihargai Rp 4 juta, padahal di pasaran mencapai Rp 15 juta. Tergiur harga yang supermurah dan awamnya pengetahuan seputar jual beli online, Erwan pun cepat-cepat bertransaksi.
’’Saya percaya karena dia ngaku laptop itu black market. Saya tambah tertarik setelah harganya bisa saya nego menjadi Rp 3 juta,’’ ungkapnya.
Awalnya si penipu meminta transfer uang yang telah disepakati. Setelah itu, barang akan dikirim. Tapi, barang belum diterima, Erwan kembali diminta mentransfer uang karena terjadi kekeliruan dalam pengiriman. Penipu menyebutkan, ada dua unit barang yang dikirim kepada Erwan nanti.
Karena begitu meyakinkan, Erwan sampai tidak curiga sama sekali bahwa dirinya sedang ditipu mentah-mentah. ’’Total saya transfer Rp 6 juta plus pulsa kepada orang itu,’’ ujarnya.
Tapi, barang belum sampai, si penipu beraksi lagi. Dia mengabarkan bahwa barang pesanan Erwan tertahan di bea cukai. Si penipu menyatakan sanggup mengembalikan uang Erwan. Namun, dia meminta nomor rekening bank teman Erwan dengan alasan rekening Erwan tidak bisa ditransferi uang.
’’Ternyata, itu adalah trik dia agar seolah-olah teman saya yang membohongi saya dengan mengatakan tidak ada transferan dari si penipu,’’ jelasnya.
Setelah ditunggu-tunggu, Erwan akhirnya sadar bahwa dirinya telah menjadi korban penipuan bisnis online. Dia pun malu menceritakan kejadian itu kepada temannya. Begitu pula kepada orang tuanya di Pekanbaru, Riau.
’’Saya juga malas lapor polisi karena pasti hanya akan dapat surat laporan. Ternyata, yang saya alami itu juga dialami banyak orang lain. Ceritanya juga hampir sama,’’ tutur lulusan Pondok Pesantren Gontor tersebut.
Belajar dari kejadian itu, Erwan berinisiatif ’’melawan’’ para penipu tersebut. Dia tidak ingin makin banyak korban berjatuhan. Karena itu, berbekal ilmu TI (teknologi informasi) yang dipelajarinya di kampus, dia membuat situs online yang bisa memverifikasi toko-toko online yang biasa bertransaksi lewat dunia maya. Situs itu berisi ribuan toko online, baik yang ’’resmi’’ maupun abal-abal.
’’Saya membuat ini karena kebanyakan korban penipuan malas lapor ke polisi. Kalaupun lapor, berapa yang ditindaklanjuti? Karena itu, saya buat database ini untuk membantu orang yang bermaksud bertransaksi lewat online agar terhindar dari upaya penipuan,’’ paparnya.
Lantas, terbentuklah polisionline.com sebagai pionir situs penyedia database toko online se-Indonesia. Awalnya tidak mudah melakukan verifikasi situs jual beli. Tidak sedikit e-mail penawaran verifikasi yang dikirim Erwan ke sejumlah toko online yang tidak berbalas. Meski begitu, dia tetap bersemangat mencari sendiri toko online yang layak dilabeli tepercaya dan yang palsu.
Dari hari ke hari, makin banyak orang yang datang ke polisionline.com untuk mencari rujukan situs jual beli. Saat itulah mulai ada toko online yang mengajukan diri untuk diverifikasi. Dalam sehari, minimal ada 7–10 permintaan verifikasi dari pemilik toko online.
Untuk mempertahankan kredibilitasnya, Erwan tidak meminta uang dari proses itu. ’’Saya mengajukan syarat yang ketat dan tidak mau dibayar dalam memverifikasi sebuah toko online,’’ ujarnya sembari menunjukkan proses verifikasi tersebut.
Syarat utama yang harus dipenuhi, pemilik toko harus mengirimkan copy sejumlah identitas. Identitas itu harus di-scan atau difoto dalam satu frame.
’’Syarat scan identitas seperti itu hanya salah satu teknis untuk menghindari digital imaging,’’ jelasnya.
Selain meminta copy identitas, Erwan diam-diam menelusuri nomor telepon yang dicantumkan si pemilik. Dia juga kadang mengecek proses registrasi domain-nya.
Toko online yang terverifikasi diberi banner yang bisa dipasang di situsnya.Jika diklik, banner itu akan mengarah ke laman polisionline.com yang berisi data verifikasi situs yang bersangkutan.
Saking berpengalamannya menemukan toko online abal-abal, Erwan sampai hafal hanya dengan melihat sepintas tampilan sebuah situs.
’’Sering ada kesamaan di antara situs penipuan. Baik itu themes, desain konten, hingga isi penawarannya,’’ jelasnya.
Dia sempat menunjukkan contoh sejumlah situs penipuan yang memiliki kesamaan itu. Menurut dia, toko online penipuan juga mengikuti perkembangan. Jika dulu kebanyakan situs penipuan menggunakan fasilitas gratisan (baik domain maupun hosting), sekarang tidak lagi.
Banyak penipu yang bersedia mengeluarkan uang untuk membeli domain dan hosting agar dikira kredibel. ’’Bahkan, ada yang menggunakan domain .co.id yang pendaftarannya menggunakan SIUP dan NPWP,’’ terangnya.
Dari upaya mengungkap praktik penipuan selama ini, Erwan tidak jarang mengalami teror dari para pelaku. Misalnya, dia pernah menjadi korban SMS blasting.
Seseorang yang diduga sebagai salah seorang pelaku penipuan situs online mengirimkan SMS ke banyak nomor dan mengumpat-umpat. Pada akhir SMS, dicantumkan nomor telepon operasional polisionline.com.
’’Akhirnya, nomor saya menjadi sasaran amuk banyak orang. Ada juga yang mengancam akan melaporkan saya ke polisi karena situsnya saya masukkan ke daftar penipuan,’’ ujarnya.
Lantaran banyak teror itu, Erwan tidak mau menonjolkan sosoknya. Terutama di kampus. Polisionline.com mendapat banyak respons positif dari masyarakat.
Bahkan, sejumlah instansi mendukung gerakan tersebut. Hal itu terlihat dari banyaknya banner di halaman depan situs tersebut. ’’Mereka itulah yang memberi saya semangat untuk terus mengembangkan polisionline.com ini,’’ ucapnya. (www.jpnn.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar