“Dan
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibangun oleh manusia’. Kemudian
makanlah dari tiap-tiap buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah
dimudahkan...” (QS An-Nahl [16] : 68-69)
Sebagai sebuah ormas yang besar, Nahdlatul Ulama
(NU) memiliki struktur kepengurusan mulai dari tingkat pusat, wilayah
(provinsi), cabang (kabupaten/kota) sampai tingkat ranting (kelurahan/desa).
Sebuah jejaring yang dapat diibaratkan sebagai sebuah pohon yang batangnya kuat,
sarat cabang, dan kaya ranting yang dirimbuni dedaunan. Sebuah potensi
infrastruktur kepengurusan dan organisasi yang begitu kuat dan hebat bilamana
bisa dimanfaatkan secara optimal.
Bagaimana memanfaatkan pohon yang kuat dan rimbun
tersebut? Mari kita belajar dari dunia lebah sebagaimana wahyu Allah Azza wa Jalla dalam Quran Surat An-Nahl
ayat 68-69. Maksud Allah mewahyukan kepada lebah di ayat ini adalah memberikan
ilham, petunjuk dan bimbingan bagi lebah agar ia membuat sarang di tempat
berlindung, di gunung-gunung, di pepohonan, dan di tempat-tempat yang dibangun
oleh manusia. Sarang lebah sangat kuat dan sempurna (bagi ukuran lebah) dalam
hal bentuknya persegi enam dan kerapatannya sehingga tidak ada lubang. Allah
memberinya kemampuan untuk memakan berbagai jenis buah-buahan dan untuk
menempuh jalan yang dimudahkan sesuai dengan kemauannya --baik di udara, darat,
lembah maupun pegunungan—lalu ia kembali ke sarangnya tanpa tersesat.
Rata-rata sekitar 60.000-70.000 ekor lebah hidup
dalam sebuah sarang. Kendati populasinya demikian padat, ternyata lebah mampu
melakukan pekerjaannya secara terencana dan teratur rapi. Tidak semrawut. Pada
umumnya, suatu koloni lebah terdiri dari lebah pekerja (betina), lebah pejantan
dan ratu lebah. Lebah pekerja boleh dikatakan mengerjakan seluruh tugas dalam
sarang. Sejak dilahirkan, lebah pekerja langsung mulai bekerja, dan selama
hidupnya, mereka melakukan berbagai tugas yang berganti-ganti sesuai dengan
proses perkembangan yang terjadi di dalam tubuh mereka.
Puluhan ribu lebah mampu membangun sistem
organisasi manajemen sempurna yang tak tertandingi, bahkan oleh bangsa manusia
yang berakal sekalipun. Dan, tidak seperti manusia, lebah tidak butuh pelatihan
dan pendidikan khusus. Begitu lahir, mereka segera melaksanakan tugas dan
pekerjaan yang dibebankan padanya. Lebah menjalani apa yang diwahyukan oleh
Allah Ta’ala.
Kita bisa belajar pada binatang lebah yang patuh
pada perintah Allah. Khalayak NU yang akrab disebut nahdliyin yang aktif menggawangi kepengurusan pusat, cabang sampai
ranting tentunya berjumlah puluhan ribu pula. Dengan membangun sistem
organisasi dan manajemen yang sempurna a la
sarang lebah, segenap potensi (terutama zakat, infak dan sedekah/ZIS) yang
ada di tangan umat tentu akan mampu dioptimalkan penghimpunan dan pendistribusiannya
pada umat.
Arti kata, potensi yang ada di pusat, cabang dan
ranting dimampukan untuk menjadi sarang lebah lengkap dengan ‘lebah’ pekerja
(betina), pejantan dan ratu. Pada setiap sarang lebah hanya terdapat seekor
lebah ratu yang bertugas mengawal semua kegiatan lebah pekerja dan pejantan. Selain
itu lebah ratu juga bertugas kawin dan bertelur. Lebah ratu yang aktif mampu
bertelur sekitar 2.000 butir sehari dengan masa harapan hidup tiga tahun.
Sedangkan lebah pekerja bertugas mengumpulkan serbuk sari dan nektar. Dengan
sedikit menduplikasi gaya dan sistem kerja sarang lebah, kita meyakini bahwa infrastruktur
yang dimiliki oleh NU akan memberi nilai tambah (added value) buat penghimpunan, pengelolaan dan penyebaran ZIS dari
umat, oleh umat dan untuk umat. Semoga. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar