Proses analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal)
seharusnya lebih teliti. Minimal dalam dua musim hingga bisa diteliti dampaknya
saat terjadi kemarau ataupun penghujan. Bukan dibuat sekadar buat memenuhi
syarat administrasi.
===========
Kendati sejumlah pakar menilai bahwa proses kajian Analisis
mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) belum lengkap, 21 Januari 2016, Presiden
Joko Widodo tetap saja melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking)
tanda dimulainya pembangunan proyek kereta cepat Bandung-Jakarta.
Lokasi groundbreaking berada di kebun teh Walini,
Cikalong Wetan, Bandung Barat, Jawa Barat. Saat membuka acara peresmian, Jokowi
mengucapkan salam dalam bahasa Sunda. "Sampurasun," ucap Jokowi saat
meresmikan kereta cepat di Walini, Bandung Barat, Kamis (21/1). Ucapan Jokowi,
langsung disambut meriah oleh ratusan tamu undangan. "Rampesss," jawab
tamu undangan.
Dengan peletakan batu pertama itu menegaskan bahwa proyek
kereta cepat Jakarta-Bandung sepanjang 142 km dimulai pembanguannya. Kereta
cepat ini akan menghubungkan Stasiun Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur - Stasiun
Tegalluar (seberang Gede Bage) di Bandung, Jawa Barat. Kereta cepat akan
melalui 4 stasiun yakni Halim, Karawang, Walini dan Tegalluar. Proyek ini
ditargetkan beroperasi pada tahun 2019.
Kereta cepat ini dikerjakan PT Kereta Cepat Indonesia China
(KCIC), patungan Indonesia dan China. Indonesia lewat konsorsium BUMN. yakni PT
Kereta Api Indonesia, PT Jasa Marga, PT Wijaya Karya, dan PT Perkebunan
Nasional VIII. Sedang China dari Railway International Co. Ltd,–perusahaan
kereta api dengan mayoritas saham BUMN China yaitu China Railway Engineering
Corporation. Joint Venture Agreement Signing High Speed Railway of
Jakarta-Bandung pada pertengahan Oktober 2015 lalu.
Sejumlah pakar menilai bahwa proses kajian Amdal masih
banyak kekurangan. “Apa perlu kita buru-buru mengesahkan Amdal ini hanya untuk
kepentingan administrasi?” ujar Direktur Kemitraan Lingkungan Dirjen Perhutanan
Sosial Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK), Widodo Sambodo, dalam rapat
teknis di Jakarta, Senin (18/1), sembari menambahkan, “Kalau tujuan teknis, ada
banyak sekali catatan dari saya. Teknologi yang akan dibangun ini apa? Tipe
konstruksi kereta api cepat juga harus diperhatikan.”
Dia menolak Amdal yang disusun tim pemrakarsa megaproyek itu
karena Walini tempat groundbreaking daerah tangkapan air. “Di sana ada
waduk untuk PLTA dan irigasi. Apabila terganggu nanti bagaimana? Solusi
bagaimana? Ini jelas terancam.”
Apalagi di situ ada potensi longsor juga. Di Walini, satu
kilometer dekat dengan Waduk Jatiluhur. “Itu belum dijelaskan dalam Amdal.
Kalau Walini dibangun, catchment area akan terganggu. Air yang ke
Jatiluhur dari Citarum juga akan terganggu,” ujar Widodo
Jika sudah begitu, Karawang yang sebagai lumbung padi juga
akan terganggu. Sebab, katanya, Walini merupakan sumber air pertanian. Jika
PLTA terganggu, bisa saja pasokan listrik sama-sama terganggu.
Kata Widodo lebih lanjut, “Di situ dijelaskan jalur
mengikuti ruas tol? Itu ruas yang mana saja? Kalau ruas dari sini sampai
Karawang, iya. Tapi sebelah selatan bagaimana? Banyak mengorbankan lahan
sawah.”
Menurut Widodo, proses Amdal seharusnya lebih teliti.
Minimal dalam dua musim hingga bisa diteliti dampaknya saat terjadi kemarau ataupun
penghujan. “Jadi, syarat data harus lengkap. Data sosial, ekonomi, teknis
kegiatan maupun teknis ekologis. Kimia, flora, fauna, hidrologis, geologi,
lingkungan harus lengkap,” tegasnya.
Selain itu, ditambahkan Widodo, teknologi yang akan
digunakan kereta cepat juga belum jelas. Apakah akan menggunakan kecepatan 300
km, 200 km, atau 100 km per jam. “Sebab, keputusan kecepatan kereta akan
berpengaruh pada sarana dan prasarana yang tiap kecepatan jelas berbeda,” ujarnya.
Dalam dokumen, katanya, tak jelas, mau membangun kereta api
kecepatan berapa km. “Bandung-Jakarta itu 140 km mau dioperasionalkan berapa
jam? Apakah kecepatan 300 km per jam berarti hanya setengah jam? Gak mungkin.
Artinya itu kalau mau dibangun begitu, jalan itu harus lurus terus kayak runway
pesawat. Karena begitu diprogram akan melesat. Saat belokan, akan berisiko.
Kapan mau belok, kapan memasuki tunnel, kapan mau flat, itu teknologinya
berbeda.”
Pembangunan kereta dengan kecepatan ratusan km per jam itu
berteknologi tinggi dan berisiko tinggi. Di dokumen amdal detil teknis tak ada
sama sekali. “Kecepatan di ruas mana, pelambatan di titik mana tak jelas.
Detail teknis tak ada. Maka saya bilang kalau ini hanya untuk mengejar
administrasi izin saja, sok aja (silakan). Saya sebagai penilik gak ikutan,”
katanya.
Sementara itu Sarmauli Pangaribuan dari Direktorat Penataan
Kawasan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN mengatakan, pemerintah daerah
baik provinsi ataupun kabupaten masih membutuhkan payung hukum. Seluruh trase
itu harus sudah jelas hingga bisa revisi tata ruang. “Berdasarkan informasi
BNPB, Jawa Barat ini rawan longsor. Pergerakan tanah sangat rentan. Soal
mitigasi kerawanan bencana harus dieperhatikan.”
Jadi, kata Sarmauli, perlu kepastian trase lebih akurat dari
pemrakarsa terutama letak stasiun dan teknologi. “Bukan lintasan kereta api
saja. Harus jelas integrasi transportasi di sekitar untuk mendukung kereta api
cepat itu sendiri,” ujarnya.
Kereta api cepat, katanya, energi bersumber dari listrik,
harus jelas pula peta jaringan energi. Apalagi listrik sangat besar sekitar
60-80 MW. Di dokumen Amdal belum ada. “Kebutuhan listrik masyarakat di Jabar
masih belum bisa tercukupi. Ditakutkan nanti dengan kereta api cepat ini
menyedot energi hingga masyarakat kekurangan listrik,” tandasnya.
Instruksi Presiden Joko Widodo, Gubernur dan Bupati Jabar
menyesuaikan RTRW, namun, kata Pangaribuan, sulit jika zonasi belum jelas.
“Kita mengikuti instruksi itu. Hanya apa yang mau kita sesuaikan jika rencana
pemrakarsa sendiri belum memberikan masterplan valid? Kalau susah ada, baru
kita bisa memerintahkan kepada pemda kabupaten atau kota menyesuaikan tata
ruang. Misal, kawasan mana yang dilewati dan lain-lain.”
Dia meminta, pemrakarasa memetakan wilayah lintasan. Bukan
hanya peta indikatif tetapi sangat informatif. Pangaribuan menolak anggapan menghalangi dan menghambat
perencanaan. Pembangunan kereta api cepat, katanya, disambut baik tetapi harus
memperhatikan lingkungan.
Dia mengatakan, dokumen Amdal pemprakarsa dari segi teknis
belum bagus. “Belum layak. Apalagi latar belakang hanya mengatakan berdasarkan
Instruksi Presiden. Jadi mereka belum penilaian pengembangan wilayah. Apa sih
urgensi kereta api cepat ini? Apakah karena sistem transportasi belum memadai
hingga harus dibangun itu? Pertimbangannya bagaimana?”
Kardono, Pakar Udara dan Kebisingan mengatakan, data Amdal
seharusnya bisa di-overlay dengan tata guna lahan hingga lima stasiun
terlihat. Paparnya, “Dari sisi jalur harusnya di-overlay dengan
potensi-potensi yang menyebabkan kebisingan dan udara. Di dokumen ini rona
lingkungan ambang kualitas udara kebisingan, tidak pas. Karena data titik-titik
pintu tol. Saat mengestimasi dampak, itu rona lingkungan semua sudah di atas
baku mutu. Harus dilihat sepanjang jalur. Bukan hanya lalu lintas.”
Dia menyarankan, Amdal dilengkapi pengukuran yang mewakili
jalur dan stasiun yang akan dibangun. “Lingkupnya katakanlah dari kegiatan
transportasi. Material gak jelas. Kalau ia masuk kan gak semua titik itu akan
berdampak. Hanya yang dilewati. Hingga disimpulkan gak ada dampak. Kalau
beroperasi di dekat pemukiman, lain. Kegiatan sama belum tentu menimbulkan
dampak sama,” katanya.
Di sisi lain, Direktur Utama PT KCIC (PT Kereta Api Cepat
Indonesia Cina), Hanggoro Budi Wiryawan, mengatakan beberapa tahapan sudah
dilalui, termasuk studi oleh pihak Jepang, Prancis, dan Tiongkok tentang
kebutuhan transportasi darat kereta api untuk mengurangi kepadatan jalur udara.
Rekomendasi dari Gubernur DKI Jakarta dan Jawa Barat juga telah keluar.
Hanggoro mengakui banyak masalah teknis harus dilengkapi
dalam penyusunan Amdal. “Prosedur biasa memang lama. Kami yang nyusun juga
banyak. Jelas masukan dari para pakar harus kami lengkapi. Memang banyak
dokumen sebenarnya sudah ada tapi karena harus kerja cepat, masih ada dokumen
teknis belum kita masukkan. Kami akan lengkapi,” katanya.
Tampaknya isu kereta cepat ini serba cepat, Amdal cepat,
peletakan batu pertama pun kilat tanpa harus melihat aspek kebutuhan,
teknologi, dampak sosial. (BN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar