Tervonis dan jaksa kasus dugaan korupsi
pembangunan gardu induk PLN pikir-pikir. Berpikir mau banding atau mengambil
langkah yang lain.
================
Siapapun yang diajukan ke meja hijau tentu ingin mendapat
hukuman seringan-ringannya. Sedangkan jaksa penuntut umum ingin hakim
menjatuhkan hukuman sesuai dengan tuntutannya. Dan benar ketika hakim
menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap salah satu pelaku kasus korupsi
pembangunan gardu induk PT PLN, Ferdinand Rambieng Dien, Jaksa Penuntut Umum
langsung minta waktu untuk mengambil langkah lanjut atas vonis tersebut. Sebab,
vonis itu lebih ringan daripada tuntutan yang diajukannya.
Pada persidangan pembacaan tuntutan, Jaksa menuntut agar
hakim menjatuhkan hukuman terdakwa Ferdinand (Direktur PT Hyfemerrindo Yakin
Mandiri yang menjadi rekanan PLN dalam Gardu Induk Jawa-Bali-NTB) dengan pidana
8 tahun dan 6 bulan dikurangi masa
tahanan yang telah dijalani.
“Terhadap putusan pengadilan Tipikor tersebut, terdakwa
maupun JPU menyatakan pikir-pikir,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Waluyo di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, pekan lalu.
Dia mengatakan, putusan majelis hakim itu lebih ringan dibanding tuntutan JPU:
8,5 tahun penjara, denda Rp200 juta dan membayar uang pengganti Rp3,8 miliar.
Dalam sidang pembacaan vonis awal Oktober lalu, Majelis
Hakim Pengadilan Tipikor pimpinan, Jon Butar Butar SH, menyatakan terdakwa
Ferdinand Rambieng Dien juga dihukum membayar uang pengganti sebesar
Rp3,861.418.524 (subsidair pidana penjara 2 tahun) dan denda sebesar Rp200.000.000
(subsidair 3 bulan kurungan). Hakim Tipikor menyatakan terdakwa tetap berada
dalam rutan serta barang bukti dikembalikan ke penuntut umum untuk dipergunakan
dalam perkara lain. Kerugian negara dalam perkara ini mencapai sebesar Rp33
miliar lebih, namun selama penyidikan ada pengembalian mesin yang diserahkan
kembali ke PLN sebesar Rp28 miliar.
Terdakwa Ferdinand Rambieng Dien dinilai terbukti melanggar
pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU No31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No20 Tahun 20110 Tentang
perubahan atas UU No31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
jo pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dengan terbuktinya terdakwa pertama ini tentu membuat
keyakinan bagi jaksa untuk membongkar lebih jauh kasus korupsi gardu induk
dengan pagu anggaran sebesar Rp1.063.700.832.087 yang menetapkan 14 tersangka,
termasuk nantinya bisa mengeluarkan sprindik baru terhadap mantan Direktur
Utama PT PLN Dahlan Iskan.
“Putusan ini sudah sesuai dengan yang kami ungkapkan saat
penyidikan dan penuntutan serta adanya perhitungan BPKP sebesar Rp33 miliar,
hanya saat penyidikan ada pengembalian sebesar Rp28 miliar kepada PLN,” tutur
Kajati DKI Jakarta, Dr Adi Toegarisman SH MH, kepada pers pekan lalu.
Dikatakan lebih lanjut, kerugian negara sebesar Rp33 miliar
ini baru menyangkut gardu proyek Jatiluhur dan Jatirangon. “Tolong ini jangan
salah tulis. Banyak pers yang salah menulis selama ini. Ini baru menyangkut dua
gardu saja,” ungkap Adi Toegarisman.
Sedangkan, untuk kasus Gardu Kadipaten dalam perkara lain,
terdakwa rekanan lain itu sudah ada kerugian negara sekitar Rp25 miliar dan belum
termasuk nanti kerugian yang masih dalam perhitungan untuk kasus gardu di Nusa Dua
Bali. “Jadi kerugian negara yang terbukti ini sudah sesuai pembuktian dan
putusan, memang berangkat dari tanahnya yang tidak ada atau fiktif,” ungkap Adi
lebih jauh.
Tanahnya fiktif, lanjut Adi, tapi tetap ada kontrak.
Padahal, seharusnya tanah dulu baru dilakukan pembayaran sesuai termin dan
ketentuan menteri keuangan. “Ini inti dari pembuktian dari putusan pengadilan
Tipikor dalam perkara Ferdinand Rambieng Dien. Ini tentu menjadi catatan karena
kami sedang mendorong sembilan perkara lain yang sedang dalam proses
persidangan. Dan akan menyusul dalam waktu dekat, ada tiga kasus terkait kasus
gardu induk di Kadipaten dan gardu di Nusa Dua Bali. Karena menyangkut 21
gardu, tentu perhitungan negara dilakukan secara keseluruhan,” ujarnya.
Kajati DKI Jakarta, Adi Toegarisman, mengatakan, fokus dalam
satu perkara ini adalah bahwa satu kerangka besar pembuktian yang dilakukan
jaksa saat mulai dari penyidikan dan penuntutan sampai putusan hakim sudah
sejalan dengan pendapat jaksa. Namun pihaknya masih mempertimbangkan langkah
berikutnya dalam perkara ini untuk mengajukan banding atau tidak. “Jadi analisa
yuridis jaksa dibawa ke dalam pembuktian itu sama dengan pertimbangan dan
putusan hakim,” terangnya lagi.
Jadinya lanjut Adi, peristiwa awal dari kasus ini berangkat
dari tanah yang fiktif, namun proyek itu tetap dilaksanakan. Dan dalam waktu
dekat penyidik akan melimpahkan perkara lainnya.
Apakah dengan terbuktinya perkara pertama ini akan dijadikan
dasar untuk mengeluarkan Sprindik baru buat mantan Dirut PLN Dahlan Iskam? ”Tolong
jangan spesifik dikaitkan dengan Dahlan Iskan, tetapi pembuktian ini merupakan
kerangka struktur pembuktian dalam kasus korupsi Gardu Induk secara
keseluruhan,” jawab Adi Teogarisman.
Bahkan dalam pertimbangan hakim di putusan disebutkan, ahli
dari LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah) mengatakan bahwa sebetulnya
proyek ini tidak boleh dilanjutkan dan harus dihentikan oleh KPA (Kuasa
Pemegang Anggaran). “Keterangan ahli ini telah menjadi pertimbangan dalam
putusan hakim Tipikor memutus perkara Ferdinad Rambieng Dien,” jelas Adi
Teogarisman. Bahkan, ungkapnya lagi, saat penyidikan, pihaknya sudah lebih awal
melakukan penyitaan sebuah rumah milik terdakwa.
Di awal kasus ini bergulir, Kepala Kejaksaan Tinggi DKI
Jakarta Adi Toegarisman mengungkapkan adanya dugaan korupsi dalam pembangunan
21 gardu induk (GI) PT PLN di Jawa, Bali, dan NTB senilai Rp1,06 triliun. Dari
keseluruhan GI tersebut, hanya 5 gardu selesai, 3 gardu tidak dikerjakan
sementara 13 gardu bermasalah. Lima proyek yang rampung ialah GI New Wlingi,
Fajar Surya Extention, Surabaya Selatan, Mantang, dan Tanjung. Sedangkan 13
proyek mangkrak adalah GI Malimping, Asahimas Baru, Cilegon Baru, Pelabuhan
Ratu Baru, Porong Baru, Kedinding, Labuan, Taliwang, Jati Luhur Baru, Jati Rangon
II, Cimanggis II, Kadipaten, dan New Sanur. "Tiga GI yang tidak dibuat
kontraknya ialah Selong, Soe/Nonohanis, dan Kafamenanu." jelasnya.
Sejauh ini penyidik baru memproses dua perkara, yaitu GI
Jati Rangon II dan GI Jati Luhur. Setelah melakukan penyelidikan, lanjutnya,
jaksa menetapkan 14 tersangka dari PLN dan rekanan. Mereka tersangkut dalam
proyek senilai Rp36 miliar tersebut.
Para tersangka itu antara lain Ketua Panitia Pemeriksa Hasil
Pekerjaan (PPHP) GI Jati Luhur dan GI Jati Ranggon II Totot Fregatanto, Manajer
Unit Pelaksana Konstruksi (UPK) Jaringan Jawa-Bali (JJB) IV Region Jabar Fauzan
Yunas, Manajer UPK JJB IV DKI Jakarta dan Banten Syaifoel Arief, dan Manajer
Konstruksi Ikitring Jawa-Bali-Nusa Tenggara I Nyoman Sardjana.
Kejaksaan sudah pula menyematkan status tersangka kepada
lima anggota PPHP pembangunan 14 GI Jawa-Bali, masing-masing Yushan, Ahmad
Yendra Satriana, Yayus Rusyadi Sastra, Endi Purwanto, dan Arief Susilo Hadi.
Jaksa juga telah menetapkan status serupa terhadap para rekanan,
antara lain Direktur PT Hyfemerrindo Yakin Mandiri Ferdinand Rambing Dien,
General Manager Ikitring Jawa-Bali-Nusa Tenggara Yusuf Mirand, Direksi PT Arya
Sada Perkasa (ASP) Tanggul Priamandaru, Dirut PT ASP Egon, dan direksi PT ABB
Sakti Industri bernama Wiratmoko Setiadji.
Dari sekian banyak tersangka, baru Ferdinand Rambing Dien
(Direktur PT Hyfemerrindo Yakin Mandiri) yang sampai vonis di meja hijau. Yang
lain, semoga tidak menguap begitu saja. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar