ad

Senin, 12 Oktober 2015

5 Tahun Penjara Buat Rekanan PLN


Tervonis dan jaksa kasus dugaan korupsi pembangunan gardu induk PLN pikir-pikir. Berpikir mau banding atau mengambil langkah yang lain.
================


Siapapun yang diajukan ke meja hijau tentu ingin mendapat hukuman seringan-ringannya. Sedangkan jaksa penuntut umum ingin hakim menjatuhkan hukuman sesuai dengan tuntutannya. Dan benar ketika hakim menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap salah satu pelaku kasus korupsi pembangunan gardu induk PT PLN, Ferdinand Rambieng Dien, Jaksa Penuntut Umum langsung minta waktu untuk mengambil langkah lanjut atas vonis tersebut. Sebab, vonis itu lebih ringan daripada tuntutan yang diajukannya.

Pada persidangan pembacaan tuntutan, Jaksa menuntut agar hakim menjatuhkan hukuman terdakwa Ferdinand (Direktur PT Hyfemerrindo Yakin Mandiri yang menjadi rekanan PLN dalam Gardu Induk Jawa-Bali-NTB) dengan pidana 8 tahun dan 6 bulan  dikurangi masa tahanan yang telah dijalani.

“Terhadap putusan pengadilan Tipikor tersebut, terdakwa maupun JPU menyatakan pikir-pikir,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Waluyo di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, pekan lalu. Dia mengatakan, putusan majelis hakim itu lebih ringan dibanding tuntutan JPU: 8,5 tahun penjara, denda Rp200 juta dan membayar uang pengganti Rp3,8 miliar.

Dalam sidang pembacaan vonis awal Oktober lalu, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pimpinan, Jon Butar Butar SH, menyatakan terdakwa Ferdinand Rambieng Dien juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp3,861.418.524 (subsidair pidana penjara 2 tahun) dan denda sebesar Rp200.000.000 (subsidair 3 bulan kurungan). Hakim Tipikor menyatakan terdakwa tetap berada dalam rutan serta barang bukti dikembalikan ke penuntut umum untuk dipergunakan dalam perkara lain. Kerugian negara dalam perkara ini mencapai sebesar Rp33 miliar lebih, namun selama penyidikan ada pengembalian mesin yang diserahkan kembali ke PLN sebesar Rp28 miliar.

Terdakwa Ferdinand Rambieng Dien dinilai terbukti melanggar pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU No31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No20 Tahun 20110 Tentang perubahan atas UU No31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dengan terbuktinya terdakwa pertama ini tentu membuat keyakinan bagi jaksa untuk membongkar lebih jauh kasus korupsi gardu induk dengan pagu anggaran sebesar Rp1.063.700.832.087 yang menetapkan 14 tersangka, termasuk nantinya bisa mengeluarkan sprindik baru terhadap mantan Direktur Utama PT PLN Dahlan Iskan.

“Putusan ini sudah sesuai dengan yang kami ungkapkan saat penyidikan dan penuntutan serta adanya perhitungan BPKP sebesar Rp33 miliar, hanya saat penyidikan ada pengembalian sebesar Rp28 miliar kepada PLN,” tutur Kajati DKI Jakarta, Dr Adi Toegarisman SH MH, kepada pers pekan lalu.

Dikatakan lebih lanjut, kerugian negara sebesar Rp33 miliar ini baru menyangkut gardu proyek Jatiluhur dan Jatirangon. “Tolong ini jangan salah tulis. Banyak pers yang salah menulis selama ini. Ini baru menyangkut dua gardu saja,” ungkap Adi Toegarisman.

Sedangkan, untuk kasus Gardu Kadipaten dalam perkara lain, terdakwa rekanan lain itu sudah ada kerugian negara sekitar Rp25 miliar dan belum termasuk nanti kerugian yang masih dalam perhitungan untuk kasus gardu di Nusa Dua Bali. “Jadi kerugian negara yang terbukti ini sudah sesuai pembuktian dan putusan, memang berangkat dari tanahnya yang tidak ada atau fiktif,” ungkap Adi lebih jauh.

Tanahnya fiktif, lanjut Adi, tapi tetap ada kontrak. Padahal, seharusnya tanah dulu baru dilakukan pembayaran sesuai termin dan ketentuan menteri keuangan. “Ini inti dari pembuktian dari putusan pengadilan Tipikor dalam perkara Ferdinand Rambieng Dien. Ini tentu menjadi catatan karena kami sedang mendorong sembilan perkara lain yang sedang dalam proses persidangan. Dan akan menyusul dalam waktu dekat, ada tiga kasus terkait kasus gardu induk di Kadipaten dan gardu di Nusa Dua Bali. Karena menyangkut 21 gardu, tentu perhitungan negara dilakukan secara keseluruhan,” ujarnya.

Kajati DKI Jakarta, Adi Toegarisman, mengatakan, fokus dalam satu perkara ini adalah bahwa satu kerangka besar pembuktian yang dilakukan jaksa saat mulai dari penyidikan dan penuntutan sampai putusan hakim sudah sejalan dengan pendapat jaksa. Namun pihaknya masih mempertimbangkan langkah berikutnya dalam perkara ini untuk mengajukan banding atau tidak. “Jadi analisa yuridis jaksa dibawa ke dalam pembuktian itu sama dengan pertimbangan dan putusan hakim,” terangnya lagi.

Jadinya lanjut Adi, peristiwa awal dari kasus ini berangkat dari tanah yang fiktif, namun proyek itu tetap dilaksanakan. Dan dalam waktu dekat penyidik akan melimpahkan perkara lainnya.

Apakah dengan terbuktinya perkara pertama ini akan dijadikan dasar untuk mengeluarkan Sprindik baru buat mantan Dirut PLN Dahlan Iskam? ”Tolong jangan spesifik dikaitkan dengan Dahlan Iskan, tetapi pembuktian ini merupakan kerangka struktur pembuktian dalam kasus korupsi Gardu Induk secara keseluruhan,” jawab Adi Teogarisman.

Bahkan dalam pertimbangan hakim di putusan disebutkan, ahli dari LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah) mengatakan bahwa sebetulnya proyek ini tidak boleh dilanjutkan dan harus dihentikan oleh KPA (Kuasa Pemegang Anggaran). “Keterangan ahli ini telah menjadi pertimbangan dalam putusan hakim Tipikor memutus perkara Ferdinad Rambieng Dien,” jelas Adi Teogarisman. Bahkan, ungkapnya lagi, saat penyidikan, pihaknya sudah lebih awal melakukan penyitaan sebuah rumah milik terdakwa.

Di awal kasus ini bergulir, Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Adi Toegarisman mengungkapkan adanya dugaan korupsi dalam pembangunan 21 gardu induk (GI) PT PLN di Jawa, Bali, dan NTB senilai Rp1,06 triliun. Dari keseluruhan GI tersebut, hanya 5 gardu selesai, 3 gardu tidak dikerjakan sementara 13 gardu bermasalah. Lima proyek yang rampung ialah GI New Wlingi, Fajar Surya Extention, Surabaya Selatan, Mantang, dan Tanjung. Sedangkan 13 proyek mangkrak adalah GI Malimping, Asahimas Baru, Cilegon Baru, Pelabuhan Ratu Baru, Porong Baru, Kedinding, Labuan, Taliwang, Jati Luhur Baru, Jati Rangon II, Cimanggis II, Kadipaten, dan New Sanur. "Tiga GI yang tidak dibuat kontraknya ialah Selong, Soe/Nonohanis, dan Kafamenanu." jelasnya.

Sejauh ini penyidik baru memproses dua perkara, yaitu GI Jati Rangon II dan GI Jati Luhur. Setelah melakukan penyelidikan, lanjutnya, jaksa menetapkan 14 tersangka dari PLN dan rekanan. Mereka tersangkut dalam proyek senilai Rp36 miliar tersebut.

Para tersangka itu antara lain Ketua Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) GI Jati Luhur dan GI Jati Ranggon II Totot Fregatanto, Manajer Unit Pelaksana Konstruksi (UPK) Jaringan Jawa-Bali (JJB) IV Region Jabar Fauzan Yunas, Manajer UPK JJB IV DKI Jakarta dan Banten Syaifoel Arief, dan Manajer Konstruksi Ikitring Jawa-Bali-Nusa Tenggara I Nyoman Sardjana.

Kejaksaan sudah pula menyematkan status tersangka kepada lima anggota PPHP pembangunan 14 GI Jawa-Bali, masing-masing Yushan, Ahmad Yendra Satriana, Yayus Rusyadi Sastra, Endi Purwanto, dan Arief Susilo Hadi.

Jaksa juga telah menetapkan status serupa terhadap para rekanan, antara lain Direktur PT Hyfemerrindo Yakin Mandiri Ferdinand Rambing Dien, General Manager Ikitring Jawa-Bali-Nusa Tenggara Yusuf Mirand, Direksi PT Arya Sada Perkasa (ASP) Tanggul Priamandaru, Dirut PT ASP Egon, dan direksi PT ABB Sakti Industri bernama Wiratmoko Setiadji.

Dari sekian banyak tersangka, baru Ferdinand Rambing Dien (Direktur PT Hyfemerrindo Yakin Mandiri) yang sampai vonis di meja hijau. Yang lain, semoga tidak menguap begitu saja. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar