ad

Senin, 24 Agustus 2015

Ada Pelaku Lain di Kasus Kondensat



Korupsi memang cukup mustahil hanya dilakukan seorang diri alias pelaku tunggal. Tindakan korupsi selalu melibatkan dan menyeret banyak orang.



Setelah menyeret tiga orang tersangka, penyidik kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait korupsi yang dilakukan oleh PT TPPI dalam penjualan kondesat milik SKK Migas (dulu BP Migas) segera membidik satu orang tersangka lagi. Begitulah hasil koordinasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan penyidik Direktorat Tindak Pidana EKonomi Khusus (Tipeksus) Bareskrim Polri baru-baru ini. Sayangnya, Bareskrim belum mau terbuka ihwal siapa dan dari instansi mana sosok tersangka baru kasus yang merugikan Negara sekitar Rp1,2 triliun itu.

"Ada perkembangan baru dari BPK saat kami (penyidik) koordinasi, rupanya tidak hanya tiga tersangka. Karena menurut pemeriksaan mereka (BPK), ada (pelaku) yang lain," ujar Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Victor Edison Simanjuntak kepada pers di Mabes Polri, pertengahan pekan lalu.

Penyidik, lanjut Victor, terus berkoordinasi dengan BPK terkait temuan informasi tentang pelaku baru itu. "Sekarang mereka (penyidik dan BPK) sedang bekerja, kita tunggu saja perkembangannya," ujar Victor.

Terkait siapa orang yang berpotensi menjadi tersangka baru yang dimaksud, Victor belum mau mengungkapkannya. Dia juga bungkam ketika ditanya dari unsur mana orang yang dibidik menjadi tersangka baru tersebut, apakah pejabat pemerintahan atau unsur swasta. Victor melanjutkan, informasi terkait adanya pelaku lain itu tidak mesti diusut saat ini dan disatukan ke dalam berkas yang sama dengan tiga tersangka sebelumnya. Bisa saja, pelaku lain ini akan dibuatkan berkas baru.

"Kita fokuskan dulu pemberkasan yang ada saat ini, yaitu berkas perkara korupsi dengan tiga tersangka. Mungkin baru kita usut pelaku yang lain. Supaya kita tak dikira main-main dalam kasus ini," tutur Victor.

Berkas perkara untuk tiga tersangka pertama itu sendiri menunggu hasil audit kerugian negara dari BPK. Jika sudah ada hasil audit, berkas itu segera dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Bareskrim mengusut perkara dugaan korupsi lewat penjualan kondensat. Dugaan Korupsi itu melibatkan PT TPPI, BP Migas (sekarang berubah menjadi SKK Migas) dan Kementerian ESDM.

Penyidik menemukan sejumlah dugaan tindak pidana, yakni penunjukan langsung PT TPPI oleh BP Migas untuk menjual kondensat. Penyidik menemukan pula bahwa kendati kontrak kerjasama BP Migas dengan PT TPPI ditanda-tangani Maret 2009, namun PT TPPI sudah menerima kondensat dari BP Migas sejak Januari 2009 untuk dijual.

Selain itu, PT TPPI juga diduga tidak menyerahkan hasil penjualan kondensat ke kas negara. Penyidik menduga TPPI menjadi mitra penjualan kondensat BP Migas tanpa dipayungi kontrak. Setelah satu tahun jual beli berjalan, BP Migas malah menunjuk perusahaan itu secara langsung dengan menyalahi prosedur.

Selain itu, diketahui pula TPPI berada dalam kondisi keuangan tidak sehat pada kala itu. Karenanya, perusahaan tersebut tidak layak dijadikan mitra dan gagal membayar utangnya sehingga terjadi kerugian negara. Dan penyidik pun telah menetapkan tiga orang tersangka, masing-masing mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, dan pemilik lama PT TPPI Honggo Wendratmo.

Jemput paksa

Mengenai tersangka Raden Priyono, dua pekan lalu Penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri kembali mengagendakan kembali pemeriksaan terhadap Raden Priyono sebagai tersangka. "Dijadwalkan hari ini RP (Raden Priyono) diperiksa," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigadir Jenderal Viktor Simanjuntak, Kamis (13/8).

Meski surat pemanggilan sudah dilayangkan, ketika itu Viktor mengaku belum mendapatkan konfirmasi apakah Priyono akan datang atau tidak.

Viktor mengancam akan menjemput paksa Priyono jika memang dia tak juga memenuhi panggilan penyidik untuk hadiri di Bareskrim Polri.
"Bisa upaya paksa, kami tidak main-main," ujarnya.

Panggilan terhadap Raden Priyono pada pertengahan Agustus itu merupakan panggilan ketiga. Pada panggilan pertama, Selasa (28/7) Priyono tidak memenuhi panggilan penyidik dengan alasan masih mudik Lebaran.

Kemudian panggilan kedua pun dilayangkan untuk jadwal pemeriksaan Rabu (5/8) pekan pertama Agustus. Kali ini, Priyono memenuhi panggilan penyidik tapi tidak menjalani pemeriksaan.

Pemeriksaan terhadap Priyono saat itu urung dilakukan lantaran yang bersangkutan mengaku menderita penyakit wasir, tidak bisa duduk berlama-lama.

Dalam kasus ini, selain Priyono, penyidik telah menetapkan dua tersangka lain, masing-masing bekas Deputi Finansial BP Migas Djoko Harsono dan pemilik lama PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), Honggo Wendratno.

Tentang tersangka Honggo Wendratmo, Mabes Polri mengancam akan memasukkan pemilik lama PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Honggo Wendratno dalam daftar pencarian orang (DPO). Tersangka kasus korupsi kondensat ini akan dimasukkan dalam daftar buron jika hingga persidangan dia tak juga pulang ke Indonesia.

Brigadir Jenderal Victor Simanjuntak menjelaskan bahwa penyidik Bareskrim Polri terus berupaya semaksimal mungkin untuk memulangkan Honggo yang kini berada di Singapura itu. "Kami akan proses DPO, terus red notice. Kemungkinan itu bisa saja kalau saat persidangan dia tidak juga hadir," kata Victor di Mabes Polri, awal Agustus lalu.

Walau begitu, langkah memasukkan tersangka ke daftar DPO tidak bisa serta-merta dilakukan. Victor menerangkan, tersangka baru dapat dimasukkan ke dalam DPO setelah dua kali tidak menghadiri persidangan.

Victor menilai ketidak-hadiran Honggo dalam persidangan nanti tidak menjadi masalah. Proses peradilan menurutnya bisa saja dilakukan secara in absentia. Artinya, pemeriksaan di pengadilan dilangsungkan tanpa kehadiran terdakwa. Hal ini diatur dalam Pasal 196 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Saat ini penyidik mesti bertandang ke Singapura untuk memeriksa Honggo. Meski tidak bisa kembali ke Indonesia, Victor menyebut tersangka kooperatif selama pemeriksaan.

"Pemeriksaan yang lalu banyak menjelaskan, termasuk bagaimana saham dia. Dijelaskan, kalau itu dibeli siapapun, utang-utangnya bisa dibayar," kata Victor.

Kendati demikian, Victor memastikan proses pidana tetap berjalan. Hanya saja, yang menjadi masalah adalah hakim mungkin mempertimbangkan untuk meringankan hukuman Honggo.

Pelimpahan berkas perkara korupsi kondensat ini ke Kejaksaan masih menunggu perhitungan BPK. "Bukan korupsi namanya kalau tidak ada kerugian negara. Jadi saya putuskan, besok (Jumat, 21/8) berkas korupsi mereka saya serahkan ke Kejaksaan sambil menunggu kerugian negara yang disusulkan," tegas Brigjen Victor kepada pers, Kamis (20/8).

Sebelumnya, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, sulitnya membawa pulang tersangka ini akan dibicarakan dengan Kepolisian Singapura dalam forum ASEANAPOL ke-35 yang berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta, awal Agustus lalu. "Ini kan kedekatan kita, komunikasi dalam kerjasama," ujar Badrotin di sela-sela forum tersebut, Selasa (4/8).

Namun begitu, kata Badrotin, Polri menghormati sistem hukum yang berlaku di negara lain, termasuk Singapura. "Negara kan punya sistem hukum masing-masing," katanya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar