Terdakwa
kasus korupsi SKK Migas, Sutan Bhatoegana adu mulut dengan Majelis
Hakim Ketua Artha Theresia di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 27 April
2015. Majelis hakim menolak seluruh eksepsi atau keberatan Sutan
Bhatoegana terhadap dakwaan jaksa penuntut umum dan memerintahkan untuk
melanjutkan persidangan kasus korupsi politikus Partai Demokrat tersebut
pada tahap berikutnya. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Dara Transindo Eltra merupakan perusahaan yang bergerak di bidang layanan untuk fasilitas produksi atau pengeboran minyak dan gas bumi. "Pak Yan yang membayar uang muka US$ 1.500 atau Rp 13,2 juta," ujar Dewi dalam persidangan, Senin, 4 Mei 2015.
Dewi jadi saksi kasus korupsi Sutan. Politikus Partai Demokrat ini didakwa dua perkara sekaligus. Dakwaan pertama adalah menerima suap sebesar US$ 140 ribu dari Waryono Karno--kini mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Perkara kedua ialah menerima berbagai jenis gratifikasi dari pengusaha dan pejabat, seperti menerima mobil Alphard serta menerima uang Rp 50 juta dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik.
Penerimaan berikutnya berupa uang sebesar US$ 200 ribu dari Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini serta satu unit tanah dan bangunan di Medan dari Komisaris PT Sam Mitra Mandiri Saleh Abdul Malik. Suap itu diduga terkait dengan jabatan Sutan saat itu, yakni Ketua Komisi VII Bidang Energi DPR.
Menurut Dewi, pada akhir Oktober 2011, Yan bersama sopir Sutan, Casmadi, mendatangi showroom PT Duta Motor yang beralamat di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Lalu Yan menyampaikan keinginannya membeli mobil, dan semuanya akan diurus Casmadi.
Pada 1 November 2011, Casmadi datang ke Duta Motor. Dewi lantas menanyakan ke Casmadi bahwa mobil Alphard yang dibeli tersebut atas nama siapa. "Casmadi ngasih fotokopi kartu tanda penduduk Sutan Bhatoegana untuk pembuatan STNK dan BPKB," ujar Dewi.
Menurut Dewi, saat itu Casmadi datang ke showroom membawa dua buah transfer pelunasan pembelian Alphard tersebut, masing-masing senilai Rp 471 juta dan Rp 468,958 juta. "Jumlahnya Rp 925 juta, pas. Langsung ditransfer hari itu juga," tutur Dewi.
Kesaksian Dewi ini sejalan dengan dakwaan jaksa penuntut. Dalam dakwaannya, jaksa menyebut Sutan pernah bertemu dengan rekannya bernama Ganie H. Notowijoyo dan Yan Achmad Suep di Pondok Indah Mall, Jakarta Selatan, pada Oktober 2011. Dalam pertemuan ini, kata jaksa, Sutan menyampaikan keinginannya membeli Alphard kepada Yan.
Yan menindaklanjuti keinginan Sutan dengan mengajak Casmadi ke showroom PT Duta Motor untuk memilih mobil. Casmadi menyatakan bosnya ingin membeli mobil Alphard tipe terbaru. Yan setuju, lalu membayar uang muka pembelian mobil.
Keesokan harinya, Yan memerintahkan pegawainya bernama Panut Haryanto untuk menukarkan uang US$ 50 ribu dalam bentuk rupiah. Uang itu untuk membayar pembelian Alphard. Perintah ini direspons Panut dengan meminta pegawai penukaran valas mentransfer hasil penukaran uang ke rekening PT Duta Motor.
Selain menyuruh Panut, Yan memerintahkan pegawainya yang lain, Abdul Malik, untuk menukarkan uang US$ 52.900 ke bentuk rupiah. Sama seperti Panut, Malik meminta pegawai valas mentransfer uang tersebut ke rekening Duta Motor. Bukti transfer keduanya diserahkan kepada Yan. Lalu Yan memberikannya ke Casmadi. (www.tempo.co)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar