ad

Kamis, 30 April 2015

Premanisme Objek Wisata Masih Merajalela


Program Mahyeldi-Emzalmi (MahEm) merevitalisasi objek wisata Kota Pa­dang menjadi wisata keluarga dan konvensi yang layak dan ramah belum terwujud. Selain pem­benahan sarana dan prasarana belum banyak, perilaku pelaku wisata belum diperbaiki.
Seperti di berbagai objek wisata Kota Padang dari pan­tauan Haluan, masih banyak pre­ma­nisme yang terjadi. Wa­lau­pun parkir resmi sudah ada, tukang palak masih saja merajalela.
Ketika pengunjung dari luar daerah datang, maka pre­manisme mulai dilakukan oleh oknum yang tidak peduli dengan kemajuan wisata Kota Padang. Apalagi, pemerintah belum nampak kiprahnya mem­­­perbaiki perilaku pre­ma­nisme tersebut.
Amdani, salah seorang pe­ngun­jung objek wisata men­yaran­kan Dinas Pariwisata Kota Padang belajar ke kota lain. Kemudian seharusnya sepanjang pantai tidak ada bangunan, se­hing­ga wisatawan pun bebas me­nik­mati pantai sepanjang mata memandang.
“Kota Padang adalah kota pesisir pantai, nah benahi ini saja dulu, baru bisa kembang­kan wisata agro yang menjanji­kan. Satu lagi, benahi penge­lola wisata, jangan pre­manis­me,” harapnya.
Amdani juga men­yebut­kan, objek wisata di daerah per­bukitan, seperti Lubuk Min­turun, Kuranji, Batu Ma­lin Kundang dan Pasir Jam­bak, juga perlu dibenahi. “Se­karang, apa Pemko Padang dan Dinas Pariwisata serius untuk mem­benahi ini semua,” katanya.
Pengamat pariwisata yang juga pelaku wisata, Ridwan Tulus menilai, pengembangan wisata Kota Padang hingga kini tidak memiliki arah yang jelas. Hingga kini, Pemko belum mengeluarkan peraturan wali­kota tentang pengelolaan pari­wisata, walaupun dalam pro­gram Walikota dan Wakil Wali­kota, Mahyeldi-Emzalmi ten­tang pengembangan wisata dituliskan.
Akibatnya, kata Ridwan, ketika berganti kepala daerah arah pengembangan wisata juga ikutan berganti. Tak hanya itu, tidak ditentukannya fokus wisata juga membuat Padang tidak bisa menyamai wisata di Pulau Bali.
“Seperti Kota Padang yang akan mengembangkan wisata keluarga, tolak ukurnya juga tidak ditentukan. Padahal, keindahan Kota Padang dalam membentuk wisata keluarga mudah sekali terwujud, jika diketahui titik persoalannya. Wisata yang ada saat ini, masih dibumbui oleh aksi maksiat, premanisme dan penipuan, seperti menaikkan harga di­batas kewajaran, sehingga hal demikian sulit diwujudkan,” ucap Ridwan.
Ridwan menjelaskan, se­lama Padang tidak tahu apa yang akan dikembangkannya, maka selamanya Padang tidak akan memiliki fokus wisata. Misalnya, jika pemko ingin menitikberatkan pengem­bang­an Kota Tua di Pondok, maka harus membuat konsep wisata budaya.
Sementara itu, Kepala Di­nas Kebudayaan dan Pari­wisata Kota Padang, Dian Fakhri mengakui, untuk meng­a­rahkan pariwisata memang dibutuhkan aturan yang jelas. Karena, landasan itu di­per­lukan ketika akan bertindak, jika tidak ada Perwako yang menaungi, maka fokus pari­wisata sulit ditetapkan.
“Kami pun kadang kala di lapangan mengalami kendala dalam hal pengembangan pari­wisata, sebab kewenangan atau Perwako yang mengaturnya kami tidak punya. Sedangkan dalam hal mengatur wisata ini, kami berhubungan langsung dengan masyarakat dan pe­muka adat,” ucap Dian.
Tak hanya itu, dalam pe­ngem­bangan wisata masih ada hal-hal yang menjadi kendala di lapangan. Seperti di Pantai Air Manis, Pantai Pasir Jam­bak, Pantai Purus dan des­tinasi wisata yang ada di Kota Padang lainnya, di mana pe­tugas ke­sulitan memungut retribusi dari pe­da­ga­ng. Me­nurutnya, Perwako memang di­butuh­kan untuk mengatur destinasi wisata yang akan dijadikan objek jualan, indus­tri par­i­wisata, Sumber Daya Manusia (SDM) dan kelem­bagaan. (http://www.harianhaluan.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar