ad

Rabu, 29 April 2015

Memberi Dulu Menerima Kemudian



Acapkali, tatkala mati kata mati gaya, aku iseng nongkrong-nongkrong di ujung pertigaan kampung tak jauh dari gubuk yang kutinggali. Di situ, aku mengenali satu sosok yang sudah bertahun-tahun akrab berdiri di tengah-tengah pertigaan. Sosok yang saban hari mengatur arus perjalanan mobil-mobil pribadi yang lalu-lalang di pertigaan –terutama pada jam berangkat dan pulang kerja. Beberapa tahun belakangan, pertigaan itu cukup ramai karena kampung di mana aku tinggal sekarang ditumbuhi perumahan-perumahan orang-orang bermobil.
Kehadiran sosok yang biasa disapa Pak Ogah di pertigaan pinggiran Bekasi itu cukup membantu para pemobil agar tidak terjebak kemacetan yang bikin bosan dan sebal.
Aku sedikit tercenung. Sehari-hari sosok itu seperti cuma beraktivitas mengatur lalu-lalang mobil bermodal priwitan. Penghasilannya hanya bergantung pada kerelaan recehan yang diulurkan oleh pemobil yang berbaik hati. Dan, tidak sedikit pula pemobil yang tidak mengulurkan recehan. Tapi, bertahun-tahun begitu, sosok ini ternyata masih mampu bertahan hidup di tengah himpitan harga kebutuhan pokok yang terus membubung dan melambung.
Dalam ketercenungan, aku tersadar dan meyakini benar bahwa rezeqi itu urusan Tuhan, sebagaimana jodoh dan kematian juga urusan Yang Maha Kuasa. Yang penting, sebagai manusia, kita mesti bergerak menjemput dan mengetuk pintu-pintu rezeqi.
Sosok di pertigaan jalan kampung itu hanya potret kecil sosok manusia yang mau bergerak mengetuk pintu rezeqi. Prinsipnya pun amat sederhana: memberi dulu menerima kemudian. Sosok ini berusaha ikhlas memberi jasamelancarkan arus lalu-lalang. Imbalan, itu urusan lain.
Secara tidak langsung, sosok-sosok yang juga banyak muncul di tempat lain di seputaran Jabotabek ini menerapkan ajakan bijak secara nyata: Apabila salah seorang di antara kalian menjalankan agama dengan baik baik maka setiap kebaikan yang ia lakukan dicatat sepuluh kali lipat hingga 700 kali lipat, dan setiap amal keburukan yang diakukan hanya dicatat semisalnya (dihitung satu). (HR Bukhari-Muslim)
Satu poin menarik dari sosok-sosok di pertigaan pada persimpangan rawan macet  ini, mereka berusaha memberi dulu jasa melancarkan arus lalu-lalang. Masa sih, perbuatan baik gak ada yang balas? Dan benar saja, dari pemobil yang hatinya berkata ulurkan recehan pada sesama, mereka mampu bertahan hidup. Terlepas dari kebenaran niat mereka, yang pasti setiap perbuatan baik akan berbuah kebaikan pula.
Mari kita mulai dari diri kita untuk tidak lagi terpaku pada pakem ujaran terima kasih lalu berubah ke pakem kasih terima. Arti kata, setiap langkah kita berangkat dari niat memberi dulu menerima kemudian. Sedikit kita membelokkan ucapan populer Presiden Amerika Serikat (1961-1963) John F. Kennedy: tanyalah apa yang dapat Anda berikan kepada negara (baca: masyarakat). Dengan memberikan sesuatu kepada masyarakat, kita pun akan menerima sesuatu dari masyarakat. (Budi N. Soemardji, orang pinggiran Bekasi

catatan:
esai ini dimuat oleh koran WARTA KOTA, Rabu, 29 April 2015  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar