ad

Selasa, 26 Agustus 2014

Hakim Harus Dimata-matai

* KY: Perlu Pasang CCTV di Ruang Ketua Pengadilan



Maraknya praktik mafia peradilan yang semakin berani dilakukan di kantor-kantor pengadilan membuat gerah Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga pengawas perilaku hakim. Oleh karena itu, KY mendesak Mahkamah Agung (MA) memasang kamera pengawas atau CCTV di seluruh sudut ruang pengadilan, terutama ruang para hakim.

Hal tersebut disampaikan Komisioner KY Imam Anshori Saleh, kemarin (17/8). Imam mengatakan, pemasangan kamera pengawas di kantor-kantor pengadilan tersebut perlu dipertimbangkan karena dapat membatasi ruang gerak hakim yang berniat melakukan transaksi jual-beli kasus di pengadilan.

"Saya kira hal itu bagus untuk dilakukan. Kamera pengawas itu bisa menjadi alat yang permanen untuk memantau kegiatan hakim saat di pengadilan. Dan bisa dibuka (rekamannya) untuk proses penyelidikan kode etik oleh KY," kata pria kelahiran Jombang, 8 Juni 1955 tersebut.

Imam menjelaskan saat ini memang sudah ada kamera pengawas yang dipasang di sejumlah pengadilan, seperti di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) dan PN Jakarta Pusat (Jakpus). Selain itu, juga di sejumlah pengadilan di Surabaya, Medan, dan pengadilan di sejumlah kota besar lainnya. Namun, lanjutnya, kamera pengawas tersebut baru dipasang di ruang-ruang sidang yang tujuannya untuk merekam jalannya persidangan.

Menurut Imam, hal tersebut belum cukup memadai untuk mengawasi perilaku dan kode etik hakim. Dia mengusulkan kamera pengawas juga harus dipasang di ruang ketua pengadilan dan ruang panitera.

"Justru yang penting itu di ruang ketua dan lebih penting lagi di ruang panitera karena berdasarkan temuan KY panitera juga banyak terlibat dalam praktik ini. Yakni sebagai perantara antara pihak yang berperkara dengan hakim," terang dia.

Selain itu, dia menuturkan pemasangan kamera pengawas di setiap gedung pengadilan tersebut merupakan kewenangan MA. Sementara anggaran untuk pengadaan alat tersebut juga berasal dari APBN yang dimiliki oleh lembaga peradilan tertinggi tersebut.

"Saya kira setiap tahun MA mendapat anggaran yang cukup untuk pengadaan kamera pengawas itu. Tidak mahal juga dan tidak harus serta-merta di seluruh pengadilan, bisa dilakukan secara bertahap," ujarnya.

Dia juga menambahkan pihaknya juga berniat menginisiasi bentuk kerja sama dengan Komisi Kejaksaan (Komjak), Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan organisasi advokat seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) untuk memberantas mafia peradilan.

"Yang terlibat bukan hanya hakim, tapi juga ada jaksa, polisi, dan pengacara. Sayangnya KY hanya mengurusi hakim saja. Makanya perlu ada koordinasi antarlembaga," ucap Imam yang pernah berkecimpung di dunia jurnalistik tersebut.

Terkait hal tersebut, sebelumnya Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri mempertanyakan pengawasan perilaku dan kode etik pengacara yang terlibat praktik mafia peradilan oleh Peradi. Menurutnya, jarang terdengar ada pengacara yang dijatuhi sanksi disiplin oleh Peradi akibat main kasus.

"Seharusnya pengawasan perilaku pengacara ditangani lembaga lain yang independen," terangnya.

Sementara itu, Ketua Umum DPP Peradi Otto Hasibuan mengatakan, pihaknya tidak berpangku tangan terhadap pengacara yang terlibat praktik mafia peradilan. Dia mengklaim sudah banyak melakukan proses hukum kepada pengacara yang terbukti terlibat.

"Kami punya Dewan Kehormatan Advokat yang melakukan persidangan etik dan Komisi Pengawas Advokat yang melakukan penyelidikan pelanggaran kode etik. Sudah ada 500 lebih laporan dari masyarakat yang masuk ke kami dan itu sedang diproses," ujar Otto.

Dia menjelaskan modus yang digunakan pengacara nakal tersebut bervariasi dan baru diketahui setelah proses penyelidikan oleh Komisi Pengawas Advokat selesai. Mantan kuasa hukum Akil Mochtar tersebut juga menambahkan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) juga perlu bertindak lebih proaktif dalam memberantas praktik tersebut. "KPK harus lebih agresif," tegasnya. (http://www.kaltimpost.co.id/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar