m taufik
Para santri saat menggelar aksi simpatik di depan gedung Kejati Jatim di Surabaya, Rabu (20/5/2015).
Puluhan santri mendatangi gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, Rabu (20/5/2015).
Dalam aksinya, para santri meminta penyidik Kejati mengusut tuntas kasus korupsi pembangunan Mess Santri di lingkungan Kementrian Agama (Kemenag) Jatim.
Mereka menyebut, ada petinggi Kemenag yang turut terlibat mendalangi perkara ini namun belum disentuh oleh penyidik kejaksaan.
Isi spanduk mereka menunjukkan nada pembelaan terhadap satu tersangka yang dianggap sebagai tumbal dalam perkara ini.
Dengan membentangkan sejumlah spanduk, para santri dari pondok pesantren Mambaul Ulum, Bedanten, Bungah, Gresik, itu menggelar aksi simpatik di depan kantor Kejati Jatim.
Semua mengenakan baju serba putih. Mereka bergantian berorasi. Para santri yang tergabung dalam Forum Santri Antikorupsi (Forsak) itu juga bersolawat di sela aksinya.
Beberapa saat berorasi, perwakilan santri diminta masuk ke kantor kejaksaan untuk bertemu dengan penyidik. Di sana, mereka menyampaikan sejumlah aspirasinya.
“Kami berharap kejaksaan mengusut tuntas perkara ini,” ujar kordinasi aksi, Tjetjep Moehammad Yasin.
Dalam kasus ini, penyidik Pidsus Kejati Jatim sudah menetapkan lima tersangka.
Dari lima tersangka itu, hanya satu orang PNS Kemenag Jatim yang terjerat. Namanya Abdul Hakim, mantan Kasi Kurikulum pada Bidang Pendidikan Madrasah.
Dalam proyek pembangunan mess santri itu dia menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sementara empat tersangka lainnya dari pihak swasta, dua rekanan proyek dan dua orang konsultan pengawas.
Menurut Tjetjep, total anggaran proyek pembangunan dua gedung mess santri itu sebenarnya Rp 20 miliar, bukan Rp 14,5 miliar seperti diterangkan kejaksaan selama ini.
Dana itu digunakan mulai proses pengurukan hingga pembangunan gedung A dan B. “Namun, yang diusut Kejati hanya pada bangunan fisik yang menghabiskan dana Rp 14,5 miliar,” ungkapnya.
Proses pengurukan lahan menghabiskan dana sebesar Rp 5,5 miliar, ditengarai sengaja tidak diusut untuk menyelamatkan petinggi Kemenag.
Padahal, pengurukan itu juga merupakan bagian dari proyek yang digarap tahun 2013, saat Kepala Kemenag Jatim dijabat oleh M Sudjak.
Dalam proyek ini, Sudjak berperan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Sedangkan Mahfudh Shodar yang saat itu menjabat sebagai Kabid Pendidikan Madrasah (Mapenda) sekarang menjadi Kepala Kemenag Jatim, juga menjadi panitia.
Panitia lainnya dalam proyek itu, masih kata Tjejep, adalah Suhadji dan Abdul Hakim selaku PPK. Kemudian, ada Mustain, Kabag TU Kemenag Jatim yang menjadi Pejabat Penguji Surat Perintah Membayar (PPSPM).
Tentang indikasi keterlibatan para petinggi Kemenag, menurut Tejetjep terlihat saat Suhadji menyampaikan terjadinya ketidaksesuaian hasil proyek dengan kontrak.
Karena itu, Suhadji menolak menandatangani berita acara serah terima proyek. “Karena menolak tanda tangan, Suhadji dimutasi ke Kemenag Sidoarjo,” tandasnya.
Menanggapi itu, Kasi Penyidikan Pidsus Kejati Jatim Mohammad Rohmadi mengatakan, pengusutan kasus ini masih terus berjalan, kendati berkas perkara untuk lima tersangka sudah masuk tahap penuntutan.
“Pengusutannya masih berlanjut, hanya saja sekarang ini penyidik belum menemukan alat bukti yang cukup terkait keterlibatan pimpinan Kemenag Jatim,” jawabnya.
Mengenai penolakan tandatangan berita acara oleh satu dari lima panitia proyek, menurut Rohmadi belum kuat untuk dijadikan alat bukti keterlibatan pimpinan Kemenag Jatim selaku KPA.
“Itu memang bisa menjadi indikasi, tapi bukan alat bukti. Di persidangan tidak bisa bicara asumsi atau indikasi, harus ada bukti,” tukasnya. (http://surabaya.tribunnews.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar