IST
Namun, keberadaan mafia kasus ini terbukti dari adanya hakim yang diadili dan dipenjara. Karena itu, penguatan fungsi pengawasan Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) diperlukan guna mengikis dan mengungkap praktik mafia kasus yang selama ini menyelubungi peradilan.
”Namanya mafia peradilan, itusangat sulit ditemukan. Tapi secara fakta, yang ditemukan, hakim itu banyak yang diadili dan dipenjara,” ungkap Hakim Agung Gayus Lumbuun di Jakarta kemarin. Menurut dia, jika masih banyak hakim yang diadili dan dihukum, seperti di Pengadilan Negeri Semarang dan Jakarta Pusat, berarti membuktikan bahwa praktik mafia kasus itu memang ada.
Karena itu, untuk membuktikan praktik mafia kasus ini harus ada kewaspadaan dari lembaga peradilan, khususnya MA sebagai bentuk pencegahan. ”Memang sulit dilihat, tapi kalau ada hakim yang diadili berarti praktik penyimpangan itu memang ada. Nah , pengawasan eksternal dari KY dan internal dari MA harus kuat, itu saja,” ujarnya.
Menurut dia, harus ada koordinasi yang kuat dari kedua lembaga itu. Namun, Gayus mengingatkan fungsi pengawasan KY hanya sebatas pada kode etik perilaku hakim dan tidak memasuki independensi hakim di teknik yudisial. Melalui perilaku hakim, imbuh Gayus, sebenarnya ruang untuk menemukan adanya ketidaklaziman sangat terlihat dan nyata. ”Kadang-kadang perilaku itu menjelaskan apa yang dilakukan,” paparnya.
Mengenai keterlibatan internal pengadilan atas sulitnya mengikis mafia kasus, Gayus menyatakan itu bisa menjadi salah satu indikasi. Namun, menurut dia, praktik mafia kasus itu sangat sulit untuk dibuktikan dan diungkapkan.
Di MA, ujarnya, adanya sistem kamar saat ini memudahkan untuk mengawasi perilaku hakim. ”Jadi, kalau hakimnya di setiap kamar ini menyimpang maka lebih mudah terlihat. Kita lihat saja ke depan apakah pengawasan efektif apa tidak, soalnya sistemnya sudah ada,” paparnya.
Mantan hakim Asep Iwan Iriawan menilai, pelanggaranpelanggaran yang dilakukan dalam peradilan bukanlah mafia kasus, melainkan oknum pengadilan yang menyalahgunakan wewenangannya. Jika mengatakan ada mafia kasus, berarti kejahatan yang dilakukannya terorganisasi dengan baik.
Namun nyatanya, kejahatan yang muncul di permukaan lembaga peradilan tidak terorganisasi dan tidak dapat dikategorikan sebagai mafia kasus. ”Kalau mafia itu pasti ada wadahnya, ada ketuanya, dan ada organisasinya. Sedangkan saat ini yang ada hanyalah oknum peradilan yang tidak menyadari kapasitasnya sebagai penegak hukum,” tandas Asep.
Lagi pula, lanjutnya, masalahmasalah dugaan pelanggaran khususnya yang dilakukan hakim sering terungkap dan menjadi besar karena terjadi di kota besar. Namun, itu juga tidak bisa dikatakan bahwa penyalahgunaan wewenang oleh oknum peradilan sebagai praktik mafia kasus atau peradilan. ”Tidak bisa dikatakan itu (mafia), yang masih baik pun jumlahnya sangat banyak,” tandasnya.
(http://www.koran-sindo.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar