Gedung Mahkamah Agung (ari saputra/detikcom)
Palu Mahkamah Agung (MA) kembali diketok keras. Kali ini saat membebaskan dua terpidana korupsi Fachrudin Yasin dan Roy Ahmad Ilham dalam putusan Peninjuan Kembali (PK) dari hukuman 5 tahun penjara. PK pertama dua mantan pejabat Bank Mandiri ini tidak diterima.Sebagaimana putusan yang dilansir di website Mahkamah Agung (MA), Jumat (5/9/2014), Fachrudin Yasin yang juga mantan Group Head Corporate Relationship Bank Mandiri bekerjasama dengan mantan Group Head Corporate Credit Approval, Roy Ahmad Ilham, diduga melakukan penggelontoran kredit kepada PT Arthabama Textindo dan PT Artharismutika Textindo yang dilakukan dengan melawan hukum yaitu tanpa melalui prosedur dan syarat-syarat yang ditentukan bank.
Perbuatan para terdakwa dilakukan bersama-sama Dirut PT Arthabama/Artharimustika Textindo, Cornelis Andrie Haryanto, pada kurun 2001-2002. Akibatnya negara dirugikan Rp 51 miliar.
Atas hal itu, Fachrudin dan Roy pun diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pada 20 Januari 2010, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memutus bebas keduanya. Tidak terima, jaksa langsung kasasi atas putusan bebas tersebut.
Pada 29 November 2010, MA menerima kasasi jaksa dengan menghukum terdakwa sesuai tuntutan jaksa yaitu 5 tahun penjara. Kasasi diputus oleh 3 majelis hakim yaitu Djoko Sarwoko, Prof Dr Komariah E Sapardjaja dan Prof Dr Surya Jaya.
"Perbuatan terdakwa dilakukan belum lama setelah krisis moneter terjadi. Para terdakwa telah menguntungkan para debitur nakal," ujar Djoko Sarwoko dalam salinan putusan kasasi.
Atas vonis itu, kedua terpidana lalu mengajukan PK tapi tidak diterima. Pada 14 Juni 2012 hakim agung Artidjo Alkostar, hakim agung Zaharuddin Utama dan hakim ad hoc Abdul Latief menyatakan PK itu niet ontvankelijk verklaard (NO)/tidak menerima permohonan.
Tidak patah semangat, keduanya lalu kembali mengajukan PK dan dikabulkan. "Membebaskan terpidana I Fachrudin Yasin dan Terpidana II Roy Achmad Ilham dari segala dakwaan," putus majelis.
Duduk sebagai ketua majelis Dr Imron Anwari dengan anggota hakim agung Dr Andi Samsan Nganro dan hakim ad hoc Prof Dr Prof Dr Krisna Harahap. Dalam putusan yang diketok pada 29 April 2014 itu, mereka memulihkan segala hak terpidana dalam kemampuan, kedudukan serta harkat dan martabatnya. (http://news.detik.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar