ad

Rabu, 03 September 2014

INSTITUSI PENGADILAN BELUM STERIL DARI PRAKTIK MAFIA HUKUM


ilustrasi
KOORDINATOR Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai, masih marak praktik korupsi yang melibatkan hakim dan pegawai pengadilan. “Institusi pengadilan belum steril dari praktik mafia hukum,” tandas Emerson menegaskan di kantornya Minggu (17/8) saat berbincang bersama tubasmedia.com.
Fakta yang diungkapkan Emerson antara lain, menyangkut kasus suap yang melibatkan advokat Mario Bernado dengan pegawai MA Jodi Supratman pegawai Mahkamah Agung (MA) soal pengurusan perkara di MA. Tak hanya itu, ICW mencatat ada enam hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang turut tersandung kasus korupsi, di antaranya Kartini Marpaung Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Semarang, Asmadinata Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Palu, Heru Krisbandono Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Pontianak, Pragsono Hakim Pengadilan Tipikor Semarang, Setyabudi Tejocahyo Haikim Pengadilan Tipikor Bandung serta Raman Comel Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Bandung. Nestapa keterpurukan para hakim itu ternyata tidak juga mampu menimbulkan efek jera karena berita heboh terakhir kembali memunculkan nama seorang Hakim di Pengadilan Pengadilan Tinggi Jabar, Ny. Pasti Sinaga ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi dana bantuan sosial (Bansos).
Sebagai bahan renungan, sesungguhnya lemahnya penegakan hukum kepada para hakim bermasalah itu juga disebabkan sikap MA yang tidak menghiraukan berbagai rekomendasi yang disampaikan Komisi Yudisial untuk menghukum hakim yang antara lain menjatuhkan vonis bebas. Rekomendasi KY tidak dihiraukan MA sebagai bahan pertimbangan untuk kemudian diajukan ke Majelis Kehormatan Hakim.
Saat ini menurut Komisioner KY, Erman Suparman, pihaknya telah menerima laporan dari mantan hakim Pengadilan Negeri Bandung, Setyabudi, perilah dugaan keterlibatan enam hakim di Pengadilan Tinggi Jawa Barat terindikasi melakukan kejahatan tindak pidana korupsi (Tipikor). Menurut Erman, pengungkapan borok para hakim tersebut dilakukan Setyabudi, karena bersangkutan ingin menjadi justice collaboratol.
”Komisi Yiudisial menerima laporan dari terpidana mantan hakim Setyabudi, maka tindak pidananya adalah menjadi kewenangan KPK sehingga saya merasa perlu menyampaikan laporan itu kepada pak Ketua KPK,” ujar Erman seusai menghadap ke KPK. Selanjutnya KY akan menelusuri pelanggaran etika para hakim tersebut .”Karena itu ada di wilayah pidana maka kami bisa menelusuri wilayah etikanya . Kalau masalah pidananya sudah ditangani KPK,” jelas Erman menambahkan.
Erman membenarkan hakim-hakim bermasalah itu antara lain Hakim Ramlan Comel. Menurut Erman pelanggaran etika Ramlan Comel akan dibawa ke Majelis Kehormatan Hakim atas usulan MA. “Jadi kami tinggal menunggu penetapan dari Ketua MA,” jelas Erma. Erman mengaku dalam menyampaikan laporannya tersebut, Ketua KPK Abraham Samad dan Deputi Penindakannya menerima dengan tangan terbuka. Lebih lanjut, pihak KY mengharapkan agar DPR menyetujui wewenang yang tercantum dalam draf revisi UU No.22 Tahun 2004 tentang lembaga itu. Dengan demikian KY memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi bagi hakim yang melakukan pelanggaran etika dan kode etik. Usulan ini disiarkan melalui Juru Bicara KY, Asep Rahmat Fajar.
“Komisi Yudisial melihat draf terakhir cukup bagus karena disitu disebutklan pemberian sanksi ringan untuk hakim cukup KY yang menjatuhkan. Wewenang peradilan etika dan kode etik bagi para hakim nakal itu telah direspons DPR-RI. Kini saatnya KY akan lebih leluasa menelisik perilaku para hakim untuk “diseret” ke sidang Majelis Kehormatan Hakim terpisah dengan sidang peradilan kejahatan Tipikornya. (http://www.tubasmedia.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar