Salah satunya mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
ddd
(VIVAnews/Ikhwan Yanuar)
Mahkamah Agung memperberat hukuman terhadap mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq menjadi 18 tahun penjara. MA juga mencabut hak politikus itu untuk dipilih dalam jabatan publik. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto berpendapat putusan MA harus menjadi rujukan putusan pengadilan di bawahnya.
"Putusan MA soal hukuman tambahan yang mencabut hak politik seseorang karena terbukti melakukan kejahatan korupsi bisa menjadi benchmark dan rujukan bagi pengadilan," kata Bambang dalam pesan singkat kepada wartawan, Selasa 16 September 2014.
Dia mengungkapkan, putusan pencabutan hak politik itu telah mengakomodasi fakta atas terjadinya perilaku privatisasi dan personalisasi kekuasaan oleh pejabat publik yang dilakukan secara melawan hukum dan transaksional.
Menurut Bambang, KPK akan tetap menuntut pencabutan hak politik bagi terdakwa perkara dugaan korupsi. Salah satunya adalah tuntutan kepada mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Selain Luthfi, Jaksa Penuntut Umum KPK juga menuntut pencabutan hak politik atas sejumlah terdakwa korupsi lainnya. Termasuk Anas Urbaningrum.
Berikut daftarnya:
Anas Urbaningrum
Sebelumnya Anas dituntut pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp500 juta subsidair lima bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang pembacaan tuntutan, Kamis 11 September 2014.
Jaksa juga meminta Majelis Hakim untuk hukuman tambahan berupa pencabutan hak Anas untuk dipilih dalam jabatan publik. Serta menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan izin usaha pertambangan atas nama Arina Kotajaya seluas kurang 5 ribu sampai dengan 10 ribu hektare, yang berada di dua kecamatan, Bengalon dan Kongbeng, Kutai Timur.
Ratu Atut Chosiyah
Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut hukuman pidana tambahan terhadap Gubernur Banten non-aktif, Ratu Atut Chosiyah. Hukuman pidana tambahan itu berupa pencabutan hak politik.
"Tuntutan pidana tambahan tidak disepakati majelis hakim," kata Hakim Anggota, Ugo ketika membacakan putusan kepada Atut, di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Senin, 1 September 2014.
Selain itu, Hakim mengatakan bahwa saat ini Atut juga merupakan tersangka kasus lain selain perkara yang telah disidangkan. Hal tersebut menurut hakim akan membuat Atut terseleksi secara alamiah terkait hak-hak politiknya karena masyarakat dianggap sudah mampu menilai.
"Sehingga majelis berpendapat untuk pencabutan hak-hak tertentu untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik tidak dapat dipenuhi," kata Hakim Ugo.
Diketahui Ratu Atut Chosiyah dijatuhi hukuman pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp200 juta subsidair lima bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor.
Ratu Atut dinilai terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait kasus suap penanganan sengketa pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi
Akil Mochtar
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dituntut hukuman penjara seumur hidup oleh JPU KPK, Jakarta, Senin 16 Juni 2014. Selain itu, Akil juga diminta membayar denda Rp10 miliar.
"Menutut, supaya majelis hakim yang mengadili dan memutuskan perkara ini untuk menyatakan terdakwa M Akil Mochtar secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa Pulung saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Jaksa KPK juga menuntut hukuman tambahan bagi mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu dengan pencabutan hak politiknya dalam jabatan publik. "Meminta kepada majelis hakim agar mencabut hak terdakwa untuk dipilih dan memilih pada pemilihan umum," ujar jaksa.
Namun, majelis hakim tipikor hanya mengabulkan pidana penjara seumur hidup.
Djoko Susilo
Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo adalah terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi adalah yang pertama kali dituntut agar hak politiknya dicabut.
Setelah divonis dan mengajukan banding, Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tak hanya menjatuhkan hukuman pidana penjara 18 tahun, denda Rp 1 miliar, dan pembayaran uang pengganti Rp 32 miliar. Hakim juga mengabulkan permohonan pencabutan hak politik.
Hak Djoko untuk dipilih dalam jabatan publik dihapuskan oleh putusan PT DKI. (http://nasional.news.viva.co.id/)
Sebelumnya Anas dituntut pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp500 juta subsidair lima bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang pembacaan tuntutan, Kamis 11 September 2014.
Jaksa juga meminta Majelis Hakim untuk hukuman tambahan berupa pencabutan hak Anas untuk dipilih dalam jabatan publik. Serta menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan izin usaha pertambangan atas nama Arina Kotajaya seluas kurang 5 ribu sampai dengan 10 ribu hektare, yang berada di dua kecamatan, Bengalon dan Kongbeng, Kutai Timur.
Ratu Atut Chosiyah
Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut hukuman pidana tambahan terhadap Gubernur Banten non-aktif, Ratu Atut Chosiyah. Hukuman pidana tambahan itu berupa pencabutan hak politik.
"Tuntutan pidana tambahan tidak disepakati majelis hakim," kata Hakim Anggota, Ugo ketika membacakan putusan kepada Atut, di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Senin, 1 September 2014.
Selain itu, Hakim mengatakan bahwa saat ini Atut juga merupakan tersangka kasus lain selain perkara yang telah disidangkan. Hal tersebut menurut hakim akan membuat Atut terseleksi secara alamiah terkait hak-hak politiknya karena masyarakat dianggap sudah mampu menilai.
"Sehingga majelis berpendapat untuk pencabutan hak-hak tertentu untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik tidak dapat dipenuhi," kata Hakim Ugo.
Diketahui Ratu Atut Chosiyah dijatuhi hukuman pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp200 juta subsidair lima bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor.
Ratu Atut dinilai terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait kasus suap penanganan sengketa pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi
Akil Mochtar
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dituntut hukuman penjara seumur hidup oleh JPU KPK, Jakarta, Senin 16 Juni 2014. Selain itu, Akil juga diminta membayar denda Rp10 miliar.
"Menutut, supaya majelis hakim yang mengadili dan memutuskan perkara ini untuk menyatakan terdakwa M Akil Mochtar secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa Pulung saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Jaksa KPK juga menuntut hukuman tambahan bagi mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu dengan pencabutan hak politiknya dalam jabatan publik. "Meminta kepada majelis hakim agar mencabut hak terdakwa untuk dipilih dan memilih pada pemilihan umum," ujar jaksa.
Namun, majelis hakim tipikor hanya mengabulkan pidana penjara seumur hidup.
Djoko Susilo
Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo adalah terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi adalah yang pertama kali dituntut agar hak politiknya dicabut.
Setelah divonis dan mengajukan banding, Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tak hanya menjatuhkan hukuman pidana penjara 18 tahun, denda Rp 1 miliar, dan pembayaran uang pengganti Rp 32 miliar. Hakim juga mengabulkan permohonan pencabutan hak politik.
Hak Djoko untuk dipilih dalam jabatan publik dihapuskan oleh putusan PT DKI. (http://nasional.news.viva.co.id/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar