Kemajuan di bidang teknologi informasi dan komputer yang didukung dengan
semakin lengkapnya infrastruktur informasi secara global, telah mengubah pola
dan cara kegiatan masyarakat dalam berbagai aspek.
Bagi dunia perbankan, hal tersebut telah mengubah strategi dan pola kegiatannya.
Apalagi kini masyarakat tidak lagi harus menggunakan uang tunai dalam melakukan berbagai transaksi, namun cukup dengan sebuah “kartu pintar” atau “online transaction” dengan menggunakan sarana seperti e-commerce atau e-banking.
Akan tetapi kegiatan perbankan di dalam melayani kegiatan para investasi tersebut, tidak terlepas dari saran serta perangkat media elektronik berupa computer beserta perangkat internetnya, yang dapat menyebabkan terjadinya tindak kejahatan yang mengganggu sistem perbankan di Indonesia.
Atas dasar tersebutlah maka dikenal Cyber Crime yang merupakan kejahatan dengan menggunakan sarana media elektronik internet (kejahatan dunia alam maya).
Ketua Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengatakan, berdasarkan laporan State of The Internet tahun 2013, disebutkan Indonesia berada di urutan ke-2 dari 5 besar negara asar serangan cyber crime.
Di mana, tercatat ada ada 36,6 juta serangan cyber crime di Indonesia dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
"Sebaliknya, dari laporan Security Target tahun 2013, disebutkan bahwa Indonesia dianggap menjadi negara yang paling beresiko untuk mengalami serangan cyber crime," ujarnya dalam focus group discussion Kejahatan Perbankan Berbasis Teknologi Informasi (Cyber Crime) Strategi Pencegahan dan Penanganannya di Jakarta, Selasa (13/5).
Statistik, tambah Muliaman menunjukkan bahwa manajemen bank tidak bisa mengabaikan ancaman yang datang setiap saat dan dalam bentuk yang tidak pernah diduga.
"Apabila tidak diantisipasi dengan cepat, maka kondisi ini akan sangat tidak menguntungkan pada saat industri perbankan kita sedang menyiapkan diri dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)," tegasnya.
Jelasnya, kegiatan yang potensial menjadi target cybercrime dalam kegiatan perbankan antara lain adalah layanan pembayaran menggunakan kartu kredit pada situs-situs toko online, dan layanan perbankan online (online banking).
Untuk itu, peningkatan atas literasi keuangan sangat diperlukan untuk menghindari kejahatan seperti ini.
Lebih lanjut, kata Muliaman, munculnya permasalahan kejahatan perbankan harus didukung adanya aturan yang memadai, baik yang dikeluarkan oleh badan regulasi yang terkait seperti Bank Indonesia maupun oleh badan semacam self regulatory body.
Perlindungan Konsumen
Kebijakan soal IT pun, tambahnya bukan merupakan hal yang dapat dikesampingkan. "Saya ingin kita punya pemahaman yang baik atas IT.
Jajaran perbankan juga harus memiliki komitmen pelayanan tanpa menyampingkan perlindungan konsumen.
Tolong jadi perhatian karena banyak yang meninggalkan bank karena hal ini tidak ditangani dengan baik. Cyber crime tidak kenal waktu dan ruang, bahkan bisa terjadi dengan modus yang berbeda-beda," ungkapnya.
Muliaman menambahkan, kejahatan perbankan makin meningkat, dimulai dari pemalsuan situs di era 90an, pembobolan data nasabah perbankan, dan awal 2010 Indonesia pernah dapat komplain dari berbagai negara yang ditenggarai pelakunya WNI.
"Yang mengagetkan pelakunya adalah anak muda yang dilakukan secara tradisional lewat warnet yang susah dilacak," ucap ia. [www.suarapembaruan.com]
Bagi dunia perbankan, hal tersebut telah mengubah strategi dan pola kegiatannya.
Apalagi kini masyarakat tidak lagi harus menggunakan uang tunai dalam melakukan berbagai transaksi, namun cukup dengan sebuah “kartu pintar” atau “online transaction” dengan menggunakan sarana seperti e-commerce atau e-banking.
Akan tetapi kegiatan perbankan di dalam melayani kegiatan para investasi tersebut, tidak terlepas dari saran serta perangkat media elektronik berupa computer beserta perangkat internetnya, yang dapat menyebabkan terjadinya tindak kejahatan yang mengganggu sistem perbankan di Indonesia.
Atas dasar tersebutlah maka dikenal Cyber Crime yang merupakan kejahatan dengan menggunakan sarana media elektronik internet (kejahatan dunia alam maya).
Ketua Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengatakan, berdasarkan laporan State of The Internet tahun 2013, disebutkan Indonesia berada di urutan ke-2 dari 5 besar negara asar serangan cyber crime.
Di mana, tercatat ada ada 36,6 juta serangan cyber crime di Indonesia dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
"Sebaliknya, dari laporan Security Target tahun 2013, disebutkan bahwa Indonesia dianggap menjadi negara yang paling beresiko untuk mengalami serangan cyber crime," ujarnya dalam focus group discussion Kejahatan Perbankan Berbasis Teknologi Informasi (Cyber Crime) Strategi Pencegahan dan Penanganannya di Jakarta, Selasa (13/5).
Statistik, tambah Muliaman menunjukkan bahwa manajemen bank tidak bisa mengabaikan ancaman yang datang setiap saat dan dalam bentuk yang tidak pernah diduga.
"Apabila tidak diantisipasi dengan cepat, maka kondisi ini akan sangat tidak menguntungkan pada saat industri perbankan kita sedang menyiapkan diri dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)," tegasnya.
Jelasnya, kegiatan yang potensial menjadi target cybercrime dalam kegiatan perbankan antara lain adalah layanan pembayaran menggunakan kartu kredit pada situs-situs toko online, dan layanan perbankan online (online banking).
Untuk itu, peningkatan atas literasi keuangan sangat diperlukan untuk menghindari kejahatan seperti ini.
Lebih lanjut, kata Muliaman, munculnya permasalahan kejahatan perbankan harus didukung adanya aturan yang memadai, baik yang dikeluarkan oleh badan regulasi yang terkait seperti Bank Indonesia maupun oleh badan semacam self regulatory body.
Perlindungan Konsumen
Kebijakan soal IT pun, tambahnya bukan merupakan hal yang dapat dikesampingkan. "Saya ingin kita punya pemahaman yang baik atas IT.
Jajaran perbankan juga harus memiliki komitmen pelayanan tanpa menyampingkan perlindungan konsumen.
Tolong jadi perhatian karena banyak yang meninggalkan bank karena hal ini tidak ditangani dengan baik. Cyber crime tidak kenal waktu dan ruang, bahkan bisa terjadi dengan modus yang berbeda-beda," ungkapnya.
Muliaman menambahkan, kejahatan perbankan makin meningkat, dimulai dari pemalsuan situs di era 90an, pembobolan data nasabah perbankan, dan awal 2010 Indonesia pernah dapat komplain dari berbagai negara yang ditenggarai pelakunya WNI.
"Yang mengagetkan pelakunya adalah anak muda yang dilakukan secara tradisional lewat warnet yang susah dilacak," ucap ia. [www.suarapembaruan.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar