Oleh Dr. Ivan Hanafi,
MPd
Lektor Kepala
Kemendiknas
Pentingnya
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia tertuang dalam
pembukaan UUD 1945 yang mengamanatkan Pancasila sebagai dasar negara dan
panddangan hidup bangsa Indonesia. pancasila harus diimplementasikan ke dalam
kehidupan nyata. Bagaimana dengan realitanya?
Saat
ini bangsa Indonesia berada pada masa krisis multidimensi. Krisis moneter,
ekonomi, dan politik menjalar pada krisis moral dan budaya. Masyarakat seakan
kehilangan orientasi nilai. Societal
terorism muncul dalam berbagai fenomena. Mosaik Indonesia retak dan meretas
jahitan busana Indonesia. bangsa yang dahulu dikenal dengan keramahannya,
sekarang menjadi krisis identitas. Krisis nilai-nilai luhur dalam budaya kita
membuat identitas nasional dipertanyakan kredibilitasnya. Pancasila sebagai
dasar negara dijadikan satire, secara
sadar atau tidak mulai dilupakan fungsinya. Primordialisme kesukuan atau
keagamaan tumbuh untuk saling menunjukkan eksistensi dan jati dirinya.
Masyarakat mengalami dekadensi serta disintegrasi etika dan moral yang
implikasinya terasa di berbagai aspek kehidupan.
Penanaman
dan penguatan nilai pancasila dapat dilakukan melalui pendidikan pancasila.
Pendidikan pancasila dapat menjadi forum untuk mentradisikan budaya dialog dan
dialog budaya untuk mengantisipasi ekskulvisisme, primordialisme kesukuan dan
keagamaan. Pancasila sebagai dasar negara bukan lagi alternatif, melainkan
suatu imperatif bagi kelestarian NKRI. Fenomena keseharian menunjukkan perilaku
masyarakat belum sejalan dengan karakter bangsa yang berdasarkan falsafah
pancasila. Oleh karena itu, perlu revitalisasi pembangunan karakter bangsa.
Karakter yang diharapkan ada di masyarakat sesuai dengan UU RI Nomor 17 Tahun
2007 tentang RPJPN 2005-2025 adalah tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergootong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi
Iptek berdasarkan pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Pada
pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. 7 dari 9 potensi peserta didik dapat
dikembangkan lebih dekat dengan karakter.
Pendidikan
karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, budi pekerti, moral dan watak yang
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik untuk membuat keputusan
baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam
perilaku kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Jati
diri merupakan fitrah ilahi yang ketika berinteraksi dengan lingkungan akan
membentuk karakter. Karakter tersebut kemudian lah yang akan mempengaruhi
perilaku yang muncul di masyarakat.
Pendidikan
karakter dapat dimulai sejak seseorang berada di bangku TK/SD. Dari jenjang ke
jenjang sejak TK/SD sampai ke Perguruan Tinggi pendidikan karakter dapat
diintegrasikan dan dibiasakan. Karena pendidikan akademik dan pendidikan
karakter sama-sama melalui tahap eksplorasi, penanaman, dan penguatan sehingga
dapat dilakukan seiring sejalan.
Proses
pembudayaan dan pemberdayaan dimulai dengan adanya nilai-nilai luhur, yaitu
teori pendidikan, psikologi, nilai, sosial budaya, agama, pancasila, UUD 1945,
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, ditambah pengalaman
terbaik dan praktik nyata. Keseluruham nilai luhur kemudian berkembang dalam
satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat yang di mana terdapat intervensi dan
habituasi. Lingkungan ini juga membutuhkan perangkat pendukung berupa
kebijakan, pedoman, sumber daya, lingkungan, sarana prasarana, kebersamaan, dan
komitmen pemangku kepentingan untuk kemudian dapat menghasilkan perilaku yang
berkarakter. Perilaku berkarakter merupakan perpaduan dari olah pikir
(kecerdasan), olah hati (jujur dan tanggung jawab), olah raga (sehat dan
bersih), serta olah rasa dan karsa (peduli dan kreatif).
Strategi
mikro yang dapat diterapkan di satuan pendidikan adalah melalui integrasi
pendidikan karakter ke dalam setiap mata pelajaran, pembiasaaan dalam kehidupan
keseharian di satuan pendidikan, integrasi ke dalam kegiatan ekstrakurikuler,
dan penerapan pembiasaan kehidupan keseharian di rumah sama dengan di satuan
pendidikan.
Dari
pilar keluarga, nilai-nilai luhur seperti jujur, bertanggung jawab, cerdas,
sehat, bersih, peduli, dan kreatif dapat diintervensi dengan tujuan seluruh
anggota keluarga memiliki persepsi, sikap, dan pola tindak yangsama dalam
pengembangankarakter. Sedangkan habituasi di dalam keluarga bertujuan untuk
menciptakan kebiasaan perilaku yang berkarakter dalam kehidupan sehari-hari.
Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan penegakkan tata tertib dan etiket
atau budi pekerti di dalam keluarga, penguatan perilaku berkarakter, dan
pembeajaran pada anak. Intervensi pihak sekolah kepada keluarga dapat dilakukan
dengan pertemuan orang tua, kunjungan ke rumah, pengadaan buku penghubung, dan
pelibatan orang tua dalam kegiatan sekolah. Sedangkan intervensi pemerintah ke
dalam keluarga adalah berupa fasilitasi pemerintah untuk keluarga. Habituasi
dapat dilakukan dengan pemberian keteladanan, penguatan oleh keluarga, dan
komunikasi antar anggota keluarga.
Dari
pilar sekolah, intervensi bertujuan membentuk karakter peserta didik melalui
berbagai kegiatan sekolah. Habituasi bertujuan membeiasakan perilaku yang
berkarakter di sekolah. Strategi yang dapat diterapkan adalah dengan intra dan
kokurikuler secara terintegrasi pada semua mata pelajaran, ekstrakurikuler
dengan berbagai kegiatan, dan menciptakan budaya sekolah yang mencerminkan
karakter. Pemerintah dapat mendukung intervensi melalui kebijakan, pedoman,
penguatan, dan pelatihan. Sedangkan habituasi dapat dilakukan melalui
keteladanan dari semua warga sekolah, menciptakan budaya sekolah yang tertib,
bersih, sehat, disiplin, dan indah serta menggalakkankembali berbagai tradisi
yang membangun karakter.
Dari
pilar masyarakat, intervensi nilai luhur bertujuan untuk membangun kerangka
sistemik perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pendidikan karakter secara
nasional dan menciptakan suasana kondusif dalam masyarakat yang mencerminkan
kepekaan kesadaran kemauan dan tanggung jawab untuk membangun karakter utama.
Habituasi bertujuan untuk menciptakan suasana yang kondusif dalam masyarakat
yang mencerminkan koherensi pembangunan karakter secara nasional dan
menumbuhkan keteladanan dalam masyarakat. Strategi dari pemerintah dapat
dilakukan dengan pengembangan grand design
pendidikan karakter, pencanangan nasional pendidikan karakter, dan pengembangan
perangkat pendukung pendidikan karakter. Dalam masyarakat, strategi yang dapat
dilakukan adalah pengembangan peranan komite sekolah, perintisan berbagai
kegiatan kemasyarakatan, dan pelibatan semua komponen bangsa dalam pendidikan
karakter.
Aktualita
karakter utama sebagai hasil pendidikan di tingkat individu tercermin dari
perilaku jujur, bertanggung jawab, cerdas, sehat dan bersih, peduli dan kreatif
secara konsisten dalam berbagai konteks kehidupan. Sedangkan di tingkat
masyarakat, bangsa, dan negara adalah dengan terciptanya kesadaran nasional
karakter bangsa, keteladanan tokoh, situasi masyarakat semakin berkarakter, dan
terwujudnya masyarakat yang berkarakter berdasarkan falsafah pancasila. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar